Setelah tidur cukup lama, Adreanne memutuskan untuk mengubah posisinya menjadi duduk dan meraih gelas di nakas kemudian meneguk isinya hingga tandas. Kedua maniknya menatap ke arah jam di dinding yang sudah menunjukkan hampir pukul dua belas siang.
Cklek!
Tika membuka pintu kamar dan masuk ke dalam kamar anak gadisnya. Wanita paruh baya itu duduk di tepian ranjang kemudian menempelkan telapak tangannya di dahi Adreanne.
Wanita itu menghela napas kala tahu panas tubuh Adreanne sudah menurun.
"Ayo turun, Re. Makan siang udah siap. Atau kamu mau makan di kamar?"
"Turun aja, Bun."
Tika mengangguk lalu berdiri. "Ya sudah kamu cuci muka dulu, abis itu turun."
"Iya, Bunda."
Tika mengayunkan kakinya keluar dari kamar anaknya.
Seperti yang diperintahkan oleh sang Bunda, Adreanne segera bangkit dan berjalan menuju kamar mandi. Ia mencuci wajahnya dengan cepat lalu mengeringkan menggunakan tisu.
Setelah merasa fresh, Adreanne pun melangkah keluar dari kamar dengan mengantongi ponselnya.
Di bawah, ternyata sudah ada Damien yang menunggunya bersama Tika.
"Siang ini Ayah nggak pulang, Bun?"
"Nggak, katanya masih meeting," jawab Tika tanpa menoleh. Wanita itu sibuk menuangkan nasi ke piring makan Adreanne.
"Mau pakai lauk apa?" tanya Tika.
Adreanne menatap lauk pauk yang dibuat oleh Tika dan bi Rumi. Ada chicken honey, sayur kangkung tumis dan juga daging asap iris.
"Aku ambil sendiri aja bun."
Tika mengangguk, ia menyerahkan piring itu pada Adreanne.
"Kenapa bengong aja, Dam?" tanya Tika ke Damien yang diam saja.
Damien tersentak lalu menggeleng. "Nggak kok bun. Selamat makan!"
Tika menggelengkan kepalanya. Wanita itu mulai fokus pada makanannya sendiri. Begitu pula dengan Adreanne yang mulai melahap makan siangnya dengan bermain ponsel.
Beberapa pesan masuk ke dalam hapenya. Rata-rata itu adalah pesan dari Lily yang me-spam, mengirimkannya pesan bahwa ada tugas ini dan itu.
Namun dari sekian pesan Lily, satu yang menarik perhatian Adreanne. Lily mengatakan bahwa Edzard mencarinya.
Hm, memangnya ada apa? Bukankah sewaktu pulang kemarin mereka sempat bersepakat bahwa kembali menjauh??
Adreanne benar-benar bingung sekarang, terlebih dengan sikap Edzard. Pria itu membingungkan, ia tidak paham.
Edzard seperti menarik ulur. Padahal, lelaki itu yang menyuruhnya untuk tidak dekat ataupun bergantung lagi. Tapi kenapa sekarang ia malah dicari-cari?!
Adreanne mendengus pelan. 'Dasar Edzard plin-plan!' maki gadis itu dalam hati.
"Kamu kenapa mendengus gitu? Makanannya nggak enak? Atau kepalamu pusing?" tanya Tika beruntun, menyadari perubahan raut wajah putrinya.
"Nggak, Bun. Enak kok ini, aku cuma kesal aja lihat pesan dari orang," sahutnya.
"Dari siapa?" tanya Damien.
"Lily."
"Pasti dia sedang usil, dia kan selalu begitu. Abaikan saja," kata Tika halus.
Adreanne menganggukkan kepalanya dan kembali fokus pada makanannya.
***
Setelah makan siang, Adreanne tidak ingin memanjakan penyakitnya dengan bermalas-malasan di atas kasur. Gadis itu pun berjalan menuju ruang televisi untuk menonton bersama Tika.
"Makan buahnya, Rea," titah Tika.
Di meja sudah ada buah melon, semangka dan juga apel yang telah dikupas oleh Tika. Namun sedari tadi, Adreanne belum menyentuhnya. Membuat Tika gregetan sendiri karena ia memang sengaja menyiapkan itu semua untuk Adreanne.
"Iya, Bunda."
Adreanne meraih garpu kecil lalu menusuk sepotong apel dan melahapnya.
"Sekolah kamu gimana Re? Pas sebelum Olimpiade," tanya Tika ikut-ikutan makan buah yang ia siapkan sendiri.
"Biasa aja sih, Bun. Cuma ya, aku ketinggalan banyak pelajaran," jawab Adreanne lesu.
"Lily udah nyatat semua materinya nggak? Biar nanti kamu pinjam dia aja," usul Tika.
"Udah kok, aku udah suruh dia buat lengkapin materinya."
"Bagus kalau begitu."
"Bun, aku ke pengen itu deh," kata Adreanne seraya menunjuk televisi yang menampilkan acara makan-makan.
"Kita baru aja makan lho," ujar Tika tidak yakin.
"Nggak tau kenapa, masih laper bun," balas Adreanne polos.
Tika menghela napas. "Baiklah, kamu memang berbeda dengan yang lain. Orang lain kalau sakit, malas makan. Lah, kamu nafsu makannya meningkat."
Adreanne nyengir kuda karena apa yang dikatakan tidak salah.
"Ya sudah bunda pesan dulu." Tika meraih ponselnya dan membuka aplikasi yang menyediakan layanan pesan antar makanan.
Setelah selesai memesan, Tika kembali meletakkan ponselnya. "Tiga puluh menit lagi paling sampai. Sekarang kamu habiskan buahnya."
"Oke, siapp!"
***
Adelard melangkah dengan ringan menuju parkiran. Saat sudah hampir dekat dengan mobilnya, tatapan Adelard terhenti pada satu objek. Senyumnya mengembang dengan miring melihat Edzard sedang di datangi oleh seorang perempuan.
Adelard menajamkan indera pendengarannya untuk mendengarkan apa yang dikatakan Edzard dan perempuan itu.
"Ed, belakangan ini kamu nggak ada jemput aku lagi. Kenapa?" tanya si perempuan dengan suara yang mendayu-dayu menjijikkan di telinga Adelard.
"Nggak usah aku-kamuan, kita nggak sedekat itu Kalista!" peringat Edzard dengan tatapan tajam.
Adelard tertawa pelan mendengar penolakan keras dari Edzard. Perempuan bernama Kalista itu benar-benar kasihan.
"Jangan-jangan kamu dekat dengan Adreanne lagi ya? Apa bagusnya sih dia?!" tukas Kalista dengan nada kesal.
Adreanne?
Alis Adelard terangkat naik. Oh, jadi sebelumnya Edzard benar-benar dekat dengan gadis bernama Adreanne itu? Awalnya ia pikir itu hanya asumsinya saja.
"Adreanne jauh lebih baik dari pada lo, Kalista. Lo tahu itu," desis Edzard sinis.
Adelard masih memperhatikan mereka, dari yang ia dengar sudah jelas Edzard benar-benar memiliki rasa pada Adreanne. Dan lihatlah betapa Edzard membela gadis manusia itu karena Kalista menjelek-jelekannya.
'Sepertinya hadiah untuk Edzard esok harus diundur,' batin Adelard sembari tersenyum miring.
Adelard melanjutkan langkahnya kembali menuju mobilnya. Ia tidak perlu menonton drama murahan yang dilakoni oleh Edzard dan perempuan itu.
Ketika Adelard hendak melajukan mobilnya, tak sengaja matanya bertatapan dengan Edzard.
Adelard hanya menatap Edzard datar lalu kembali melajukan mobilnya meninggalkan pekarangan sekolah.
*
Edzard membuang pandangannya dari mobil Adelard, ia kembali menatap Kalista yang seakan tak menyerah menggodanya.
"Ucapan gue udah jelas. Sekarang menyingkir," usir Edzard sadis.
Kalista bergeming, masih mempertahankan posisinya berdiri di hadapan Edzard. Tangan Kalista memegang lengan Edzard erat.
Cowok itu menepis tangan Kalista kasar. "Sudah cukup main dramanya, jangan sok kenal sok dekat!"
Edzard membalikkan badannya dan segera masuk ke dalam mobil. Tak butuh waktu lama, mobilnya melesat meninggalkan pekarangan sekolah.
Sepuluh menit kemudian Edzard tiba di rumahnya. Di rumah, ia melihat Dante sudah pulang, lebih tepatnya Dante berada di dapur. Penjaganya itu tampak menuangkan air ke gelas lalu menegak isinya hingga tandas.
"Anda juga mau minum, Pangeran?" tawar Dante.
"Yang segar-segar, jangan air putih," kata Edzard me-request.
"Baik, Pangeran."
Dante beranjak dari kursi dan menuju kulkas. Pria itu mengeluarkan minum kemasan yang dingin rasa leci.
"Ini, Pangeran." Dante menyerahkan minuman kemasan kaleng yang sudah ia buka.
Edzard menerima minuman kaleng itu dan meneguknya rakus.
"Apa ada masalah, Pangeran?" tanya Dante hati-hati. Tentu ia curiga dengan sikap Edzard yang tidak biasa.
"Adelard itu, entah apa motifnya. Aku rasa dia mengawasiku," geram Edzard. Tangannya meremas botol kaleng di tangannya hingga tidak berbentuk lagi.
"Tenanglah Pangeran. Segera, saya akan cari tahu apa yang menyebabkannya turun ke Bumi."
Edzard menganggukkan kepalanya. "Bagus, kau bisa mengerjakannya tanpa ku suruh."
"Tentu Pangeran. Sekarang silakan anda bersihkan diri, saya rasa kita harus makan di luar Pangeran."
"Kenapa kau tidak memasak?"
"Bahan makanan sudah habis, Pangeran. Mungkin besok saya akan coba belanja."
Edzard mengangguk paham. "Baiklah, aku akan bersiap-siap dulu."