Edzard membaca pesan dari Adelard dalam hati, di atas pesan itu ada sebuah foto Adreanne sedang makan bersama Abian. 'Sepertinya kau sudah tak lagi dekat dengan gadis itu. Apa kalian berpisah? Aku bisa memenangkan hatinya dibandingkan cowok sok baik bernama Abian itu.'
Edzard mengelus dadanya, berusaha menyabarkan dirinya sendiri karena ia tahu betul itu hanya sebuah kalimat main-main dari Adelard. Namun tatapan Edzard tiba-tiba gagal fokus ketika melihat latar foto itu yang seperti ia kenali. Kalau tidak salah ia melewati restoran ini tadi.
Edzard mengedarkan pandangannya ke luar restoran yang berbalut kaca transparan. Hingga akhirnya ia menemukan restoran yang berada di dalam foto yang diambil Adelard. Benar saja, dari kejauhan, ia juga bisa melihat Adreanne dan Abian sedang menikmati makanan mereka. Karena restoran itu berdinding kaca, ia bisa melihatnya dengan jelas. Kedua remaja itu tampak sangat akrab, terlebih ia melihat Adreanne tertawa kerena ucapan Abian yang entah sedang membicarakan apa. Tawaan gadis itu, sempat membuat Edzard terpaku seperti orang bodoh.
Baru saja Edzard hendak mengalihkan tatapannya dari meja Adreanne dan Abian, matanya tidak sengaja melihat dua sosok pria yang juga menatap ke arah meja Adreanne. Ah tidak, dua pria itu tampak mengawasi Adreanne seorang. Dan wajah para pria itu, seperti lain. Kulitnya terlalu pucat dan matanya berwarna hitam legam dengan ujung telinga yang sedikit runcing.
"Apa yang kau perhatikan?" tanya Edrea memecah konsentrasi Edzard mengamati dua pria mencurigakan itu.
Karena tidak digubris oleh sang Kakak, Edrea mengikuti arah pandang Edzard. "Bukankah gadis itu Adreanne?"
"Eh tapi dua pria di seberang sana siapa? Kenapa tatapannya tampak lain melihat Adreanne?" lanjut Edrea heran sendiri.
"Aku tidak menyangka, Tuan Putri seperti dirimu juga ikut main ke Bumi."
Edzard dan Edrea sama-sama tersentak, keduanya refleks menoleh ke sumber suara. Itu adalah Adelard dan di belakangnya ada Max.
"Menyingkirlah dari sini dan jangan mencari masalah," tukas Edzard sinis.
"Well, bagaimana kalau Raja Philips tau sang Putri di Bumi?" Adelard masih terus berbicara dan tampak tidak akan terhenti jika Edzard tidak terpancing emosi.
Belum sempat Edzard membalas, tiba-tiba Edrea tertawa pelan. "Bagaimana, ya? Aku sudah mendapatkan izin dari Raja untuk mengunjungi kakakku sendiri."
Adelard mengepalkan kedua tangannya di sisi tubuhnya, walaupun kesal ia masih menampilkan raut wajah dingin.
"Pergilah dari sini Adelard, kau boleh mengajakku berkelahi nanti. Tapi jangan hari ini," peringat Edzard dengan baik-baik.
Adelard mendengus, tanpa mengucapkan sepatah katapun lagi ia meninggalkan meja Edzard dan Edrea.
"Dasar tukang pembuat onar," maki Edrea setelah Adelard pergi.
"Abaikan saja makhluk seperti dia." Edzard memutar bola matanya malas.
Edrea tersentak, ia teringat dengan sosok yang mereka pandangi tadi. "Dua pria mencurigakan itu telah pergi, kak," katanya memberitahu.
Edzard kembali menatap objek sebelumnya yang ternyata memang sudah tidak ada lagi di sana.
***
Dari kejauhan, dua sosok pria mengawasi tiap pergerakan Adreanne dan mendengarkan perbincangan gadis itu dengan pemuda di depannya.
"Bagaimana? Bukankah dia gadis yang sempurna? Kau melihat kekuatannya juga, kan?" Salah satu pria berambut sedikit kecoklatan mulai berbicara dengan nada antusias.
"Ya, aku melihat kekuatan besar di dalam tubuhnya. Apa kita bawa saja dia langsung?" Pria yang berambut hitam legam bertanya dengan bimbang.
"Jangan, kita harus menyusun rencana terlebih dahulu. Akan lebih baik jika gadis itu juga mengetahui tempat asalnya yang sebenarnya."
Pria berambut hitam mengangguk paham. "Baiklah, aku setuju. Ayi kita pergi dan nanti kita temui dia lagi."
Si rambut kecoklatan mengangguk patuh. Keduanya bangkit dan membayar. Setelah membayar mereka pergi meninggalkan pusat perbelanjaan yang besar itu. Mereka kembali ke asal mereka dengan perasaan gembira. Apa yang ada di dalam tubuh Adreanne sangat memuaskan, dan mereka jadi tidak sabar membawa gadis itu ikut serta ke Negeri mereka.
***
Pada pukul setengah delapan malam, barulah Abian memulangkan Adreanne. Sore mereka cukup melelahkan walau dua jam terpakai untuk menonton film.
"Terimakasih untuk hari ini," kata Adreanne.
Abian tersenyum dan mengangguk. "Aku senang jika kamu merasa senang ku ajak pergi."
"Ya terimakasih, rasa bosanku bisa hilang dengan jalan bersamamu."
Mata Abian memunculkan secercah harapan. "Kalau begitu, bisakah lain kali kita pergi lagi?"
Tanpa ragu Adreanne mengangguk. "Ya, boleh saja lagi pula tidak ada alasan untuk menolaknya."
Kedua ujung bibir Abian tertarik ke atas membentuk seutas senyuman. "Terimakasih, selamat istirahat. Sampai jumpa hari senin."
"Ya, sampai jumpa hari senin."
Adreanne turun dari mobil Abian dengan menenteng box besar yang berisi pizza Mozarella kesukaannya dan Damien.
Adreanne melambai sekilas pada Abian sebelum masuk ke dalam pekarangan rumahnya. Setelah pagar tertutup sempurna, ia bisa mendengar deru mesin mobil Abian terdengar dan menandakan bahwa lelaki itu telah pergi
"Aku pulang!!"
Dengan langkah ringan, Adreanne memasuki rumahnya. Di ruang keluarga ia bisa mendengar suara televisi yang menyala.
"Ayah di mana, Bun?" tanya gadis itu yang menyadari sang Ayah tak terlihat.
"Masih di kantor, banyak kerjaan katanya. Kamu udah makan?"
"Udah dong. Ini aku bawain bunda dan bang Dami pizza." Adreanne meletakkan box pizza yang berukuran jumbo di tangannya ke meja.
"Wah terimakasih, panggil dulu Abangmu Re. Dia belum makan malam."
"Okay, Bun."
Adreanne mengayunkan kakinya menaiki lantai atas. Setibanya di depan kamar Damien, ia langsung menyerobot masuk tanpa mengetuk pintu.
Dapat Adreanne lihat bahwa Damien sedang sibuk fokus pada layar komputernya. "Aku bawain pizza, Bang. Ayo makan di bawah!" ajaknya.
Damien tampak tersentak selama dua detik hingga akhirnya lelaki itu bereskpresi datar. "Mager ke bawah. Lo bawa aja sini ke kamar."
Yee, di kasih hati malah minta jantung di Abang.
Mata Adreanne mendelik sinis. "Enak aja, ayo turun!"
Damien menghela napasnya lalu bangkit, jika Adiknya sudah berkata ketus, itu berarti tidak lama lagi ia akan mengambek.
"Tidak apa, aku bisa mengatasinya nanti."
Akhirnya Damien mengikuti Adreanne untuk turun ke lantai bawah.
Melihat makanan kesukaannya tersaji di meja, membuat Damien makan dengan lahap. Adreanne sampai terkekeh pelan melihatnya.
"Jangan terlalu banyak makannya, Re. Nanti dua potong buat temen gue kerjain tugas."
"Iya-iya, cuma makan satu potong aja kok."
Adreanne memutar bola matanya malas karena batasan yang diberikan Damien. Setelah gigitan terakhirnya habis, ia berjalan menuju kamarnya.
***
to be continued...
don't forget to vote and comments!^^
info: Unexpected Journey akan dilanjutkan tgl 1 Agustus (insyaaAllah, stay tune yup!)
follow igku: Kangnield (dm for follback)