64. Keputusan Adam

1308 Kata
Sepulang sekolah, Edzard mengantar Adreanne. Mereka tiba di rumah keluarga Adreanne bertepatan dengan kepulangan Adam dari luar kota. Edzard langsung turun dari mobilnya ketika melihat Adam yang baru saja keluar dari mobil. Tentu saja tatapan Adam menghunus menusuk pada Edzard. "Mau mampir dulu?" tawar Adreanne, mengabaikan tatapan tajam sang Ayah. Edzard hendak menggeleng, namun suara Adam terdengar lebih dulu. "Masuk saja dulu, minum sebentar." Edzard yakin sebenarnya ada maksud tersembunyi dibalik perkataan Adam tersebut. Namun anehnya ia mengangguk setuju dan terlihat tidak masalah. "Baiklah." Ketika masuk ke dalam rumah. Tika terkejut saat melihat suaminya beserta putrinya dan Edzard masuk bersamaan. "Loh, kapan sampainya?" Ia memang tidak mendengar suara mobil di luar rumah saking asiknya menonton televisi. "Baru saja," sahut Adam singkat. "Rea, mandi dan ganti baju kamu sekarang," titah Adam. Adreanne tampak keberatan. Tapi karena melihat raut wajah tegas sang Ayah, mau tidak mau ia menurut. Gadis itu berpamitan untuk naik ke lantai atas, menuju kamarnya. Sepeninggalan Putrinya. Adam menatap Edzard dengan datar. "Mau apa lagi kamu mendekati Adreanne?" "Ayah, tenanglah. Lagi pula Edzard kan nggak macam-macam," ujar Tika dengan nada halus. "Ikut ke ruangan saya." Adam berbalik meninggalkan ruang keluarga menuju ruang kerjanya. "Aku pergi dulu, Bun," ucap Edzard sebelum mengikuti Adam. "Iya, kamu tenang aja ya. Jangan takut pada Adam." Edzard menganggukkan kepalanya kemudian mengayunkan kakinya menuju ruang kerja Adam yang sudah ia ketahui di mana letaknya. Sesampainya di ruang kerja Adam. Edzard langsung duduk di kursi yang berhadapan dengan Adam. "Sekarang jelaskan maksudmu." "Tidak ada maksud khusus. Sekitar tujuh bulanan lagi saya akan kembali ke Airya." "Terus?" Alis Adam terangkat naik sebelah. "Saya hanya ingin menghabiskan waktu yang tersisa dengan Adreanne. Perempuan yang saya cintai." Adam tertawa hambar. "Basi. Cinta apanya?!" sentaknya kasar. "Intinya saya tidak akan berbuat jahat jika itu yang anda khawatirkan." "Lucu ya kamu? Udah pasti bakal pergi, untuk apa buat kenangan yang ujung-ujungnya bakal menyesakkan? Tidak hanya kamu yang akan terluka, tapi putri saya pun pasti juga ikut terluka. Karena sama saja seperti, kamu melambungkan perasaan Adreanne, lalu tujuh bulan kemudian kamu buat dia patah hati dan jatuh," sinis Adam. Sebagai Ayah, tentu saja Adam ingin yang terbaik untuk putra dan putrinya. Dan Edzard termasuk hal yang tidak baik untuk Adreanne. "Kita tidak tahu masa depan akan seperti apa. Jadi menghadapinya seperti air yang mengalir tidak ada masalah," sahut Edzard tenang. "Tapi sembilan puluh persen kamu akan menyakitinya, dan itu tidak akan ku biarkan terjadi." Adam masih mendebat. Edzard mengeluarkan ponselnya. Ia membuka aplikasi galeri dan memilih sebuah foto. "Anda mengenal mereka? Beberapa hari yang lalu, saya melihat keduanya mengawasi Adreanne." Adam mengambil alih ponsel milik Edzard. Matanya membola sempurna melihat sosok yang sudah puluhan tahun tidak ia lihat. "Di mana ini?" tanya Adam dengan raut wajah semakin keruh. Ia tidak menyangka sosok itu akan bergerak cepat dan mengintai putrinya. "Di pusat perbelanjaan XX." Edzard meneliti perubahan raut wajah Adam yang berubah drastis. Lelaki tua itu tampak marah dan cemas sekaligus. "Siapa mereka?" tanya Edzard semakin penasaran. "Para tetua di Kerajaan Myrania," lirih Adam. Dahi Edzard mengerut dalam. Untuk apa para petinggi atau tetua Kerajaan yang sudah lama tidak terlihat itu kini muncul? "Apa kamu bersungguh-sungguh dengan putriku?" tanya Adam. Pria itu menghilang dialog formalnya. "Tentu saja." "Aku tidak bisa menjaga Adreanne ketika di sekolah, bisakah kamu menjaganya?" Edzard menganga. Baru saja beberapa menit yang lalu Adam menolak keras akan keberadaannya di sekitar Adreanne. "Baru saja lima menit yang lalu anda menentang keras tindakan saya, Tuan Adam." Edzard menatap lawan bicaranya dengan menyeringai. "Ini sudah hal yang berbeda. Para tetua itu sekarang mengincar Adreanne. Bisa saja sewaktu dia di sekolah, para tetua yang tidak tahu diri itu menculik Putriku." "Memangnya ada masalah apa?" "Mereka ingin Adreanne menjadi bagian Myrania sepenuhnya dan memimpin Kerajaan. Terlebih dengan kekuatan di dalam tubuh Adreanne yang belum aktif, namun mereka bisa melihatnya. Bagaimana bisa mereka menemukan Adreanne?!" ujar Adam frustasi. Edzard bungkam. Tentu saja ia terkejut dengan fakta ini. Jika disimpulkan, Adreanne bisa dikatakan sebagai sosok emas yang sangat diperlukan. Dan Adam tidak ingin Keluarganya kembali pada Kaum Myrania. "Aku akan membereskan mereka. Jadi sebelum aku memberi instruksi, kamu harus ikut menjaga Adreanne sewaktu di sekolah Edzard." "Apa ini kerjasama?" Adam mengangguk cepat. "Anggap saja begitu. Aku yakin kekuatanmu bisa melindungi Adreanne ketika di luar." Edzard nyaris tertawa lepas mendengar kekuatan yang disebut oleh Adam. Apa Adam tidak tahu jika ia tidak memiliki kekuatan apapun? Bahkan ia hanya baru mendapatkan sayapnya saja. Baru sayapnya dikembalikan. Namun untuk jalan aman, Edzard memilih mengangguk. "Baiklah. Saya setuju." "Jika kamu melihat mereka lagi, laporkan padaku. Ini kartu namaku." Adam menyerah kartu nama yang tertera nomor ponselnya. Edzard menerima kartu itu dan langsung menyalin nomor yang tertera. "Baik, sudah saya simpan Om." "Om?" Wajah Adam benar-benar tampak aneh mendengar kata Om yang keluar dari mulut Edzard. "Tidak mungkin saya memanggil anda mantan Putra Mahkota." Edzard memutar bola matanya malas dengan berani. Adam menghembuskan napas kesal. "Baiklah, terserahmu." "Keluarlah. Jangan bicara yang aneh-aneh pada istriku ataupun Adreanne mengenai hal ini." Edzard mengangguk patuh. "Baik, Om." Edzard bangkit lalu mengayunkan kakinya keluar dari ruangan kerja tersebut. Adam memijit-mijit pangkal hidungnya lalu pelipisnya. Banyak sekali yang harus dipikirkan. Lepas satu masalah di kantor, masalah baru datang lagi. Baru saja hendak mengusir dan menendang Edzard jauh-jauh dari kehidupan Adreanne, tapi tadi ia malah membuat keputusan yang sebaliknya. Semuanya benar-benar di luar rencana dan ekspektasinya, dan semoga saja Kaum Myrania tidak bertindak nekat. *** Ketika keluar dari kamarnya, selesai bersih-bersih, Adreanne langsung menuju sofa ruang keluarga. Ternyata Edzard masih duduk manis di sana berbincang dengan Bundanya. "Tadi Ayah bilang apa aja, Ed?" tanya gadis itu penasaran. Tadi ia belum benar-benar masuk ke dalam kamar, ia melihat Edzard yang mengikuti Adam menuju ruang kerja Ayahnya itu. "Kepo," balas Edzard singkat. "Ayah nggak ngomong yang aneh-aneh, kan?" "Aneh-aneh gimana sih, Sayang?" Tiba-tiba Adam datang dan merangkul pundak putrinya. "Eh Ayah, nggak kok nggak." Edzard hanya tertawa pelan. "Sebentar lagi Damien pulang, kita makan malam bersama bagaimana?" usul Tika, mengubah topik pembicaraan. "Makan malam apa sih Bun? Baru jam empat sore. Lagian Edzard emangnya bakal di sini sampai malam?" "Ya nggak apa-apa sih, lagian Edzard tinggal sendiri kan ya. Siapa yang masakin coba," sergah Tika. "Iya kan, Yah?" lanjut Tika meminta pendapat sang suami. "Ayah oke-oke aja." Jawaban Adam yang di luar dugaan membuat Adreanne berjengkit kaget. "Loh, Ayah ngizinin?" tanyanya tidak percaya. Ia jadi semakin penasaran dengan obrolan Adam dan Edzard ketika ia berada di kamar tadi. "Iya, lagian dia temanmu. Nggak apa-apa." Jawaban di luar dugaan kembali keluar dari bibir Ayahnya. Bukan hanya Adreanne, Tika pun ikut keheranan dengan perubahan sang suami. Padahal tadi Adam masih bersikap tegas dan ketus. Nanti ia harus menanyakan langsung pada suaminya, biar jelas. "Makanan udah Bunda masak?" tanya Adam. "Tinggal goreng Ayam dan buat sayur," jawab Tika. "Ya udah, ayo Ayah bantu. Kalian belajar aja dulu, atau baca buku dulu." "Edzard benar mau ikutan makan malam di sini?" tanya Adreanne memastikan untuk terakhir kalinya. "Iya, itupun kalau dia mau." Adam membalas. Tatapan Adreanne beralih ke Edzard, menuntut jawaban. "Aku sih mau-mau aja, kan ditawarin," jawab cowok itu seraya nyengir kuda. "Ya udah." Adam menarik tangan istrinya agar mengikutinya menuju dapur. Adreanne dan Edzard ditinggalkan di ruang keluarga. Mata Adreanne memicing menatap Edzard. "Kasih tau aku, apa aja yang Ayah bilang ke kamu tadi," tuntutnya dengan suara yang kecil. "Nggak ada yang spesifik, intinya aku boleh deketin kamu. Nggak dilarang-larang seperti dulu." Mendengar itu, sebuah gelenyar aneh terasa di d**a Adreanne. Jujur saja, ia sangat senang mendengarnya. "Ayah beneran bilang begitu?" Masih terlihat tidak percaya, Adreanne bertanya sekali lagi. "Iya." Edzard menjawab dengan kalem. "O-okay." Adreanne menjatuhkan dirinya di sofa. Edzard terkekeh geli melihat tingkah Adreanne. Benar-benar lucu. Terlebih ketika sorot mata gadis itu tampak tidak percaya pada kenyataan yang ada. *** TBC...
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN