63. Pusat Perhatian

1328 Kata
Keesokan harinya... Adreanne menuruni tangga dengan sedikit tergesa-gesa. Pasalnya Edzard sudah menunggu di luar sana. "Re, nggak mau sarapan dulu?!" teriak Tika dari dapur. Wanita itu masih memakai apron dan sedang membuat nasi goreng sebagai menu sarapan mereka. Adreanne memutar tubuhnya dan melangkah menuju dapur. Ia meraih tiga bungkus roti isi selai cokelat dan dua kotak s**u rasa strawberry di kulkas. "Aku bawa roti aja, Bun." "Bang Damien belum siap-siap lho." Tika membalikkan tubuhnya sekilas menatap Adreanne yang sibuk memasukkan bekalnya ke dalam tas. "Aku perginya sama teman, jadi bang Damien nggak kerepotan. Ya udah aku pamit dulu bun." Gadis itu mencium punggung tangan Tika dan mencium pipi kanan sang Bunda sekilas. "Iya, hati-hati." Adreanne langsung berlari keluar dari rumah, ia berjalan ke pagar kecil di sebelah kanan khusus keluar berjalan kaki. Di luar, Edzard tampak menunggu di depan mobilnya dengan tubuh menyandar ke mobil. Nyaris saja Adreanne terpeleset karena berlarian menghampiri mobil Edzard. "Buru-buru banget kamu, kenapa lari-larian sih?" tanya Edzard dengan tak suka. Gerakan refleksnya langsung keluar ketika Adreanne nyaris terpeleset. "Ya nanti kamu nunggunya lama, makanya aku cepet-cepet." Adreanne melirik Edzard yang tampak kesal dan melipat kedua tangannya di depan d**a. "Udah ayo masuk! Kalau kamu mau ngomel lagi, mending di pending dulu deh," lanjutnya malas. Edzard terkekeh geli karena Adreanne menganggapnya akan mengomel lagi, lantas ia masuk ke dalam. Begitu pula dengan Adreanne yang ikut masuk. "Hari ini Dante nggak berangkat sama kamu?" Adreanne melirik jok di belakang yang kosong, biasanya kan yang menempati jok belakang itu Dante. "Nggak masuk dia." "Oh okay." Adreanne memilih untuk tidak bertanya lebih lanjut. Gadis itu mengeluarkan bekal instan yang ia bawa dan membuka bungkusan roti lalu menusukkan sedotannya ke tempat lubang khusus di kemasan s**u kotak tersebut. "Kamu mau, Ed? Kebetulan aku ambil susunya dua," tawar Adreanne memperlihatkan roti dan s**u kotak di pangkuannya. "Rasa strawberry?" Adreanne mengangguk dua kali. "Iya. Kamu nggak suka rasa strawberry ya?" "Bukannya nggak suka, cuma nanya aja. Ya udah aku mau." Adreanne menyerahkan kotak s**u yang telah ia tancapkan sedotan sebelumnya. "Roti mau?" tawar gadis itu setelah mengunyah satu gigitan pada rotinya. "Aku lagi nyetir, kamu aja yang makan." Memang jalanan pagi ini cukup padat, dan tentu saja Edzard harus benar-benar fokus menatap jalanan di depan sana. "Ya udah ini." Adreanne membuka bungkusan roti yang lain dan menyuapkannya ke mulut cowok itu. Sekilas Edzard mengulas senyum tipis lalu melahap roti tersebut. Mereka sarapan bersama di dalam mobil dengan bergantian. Seperti dulu, mereka pernah juga mengalami hal ini ketika dekat beberapa waktu lalu. Ketika berangkat sekolah, dan nyaris terlambat. Adreanne menyuapkan ia bekal yang dibuatkan oleh Tika. Beberapa menit kemudian, mobil Edzard berhenti di parkiran. Keduanya pun turun, tidak bisa dielakkan lagi, beberapa pasang mata pun melihat ke arah mereka yang datang bersamaan. Desas-desus pun mulai terdengar, namun Edzard tidak mendengarkannya dengan serius. Pemuda itu lebih memilih menggenggam tangan Adreanne dan membawanya masuk lalu berjalan di koridor menuju kelas mereka. "Ih apa-apaan, jadi mereka balikan lagi?" "Balikan apa sih? Kan, mereka nggak pacaran." "Tapi kemarin itu deket banget, banyak yang bilang mereka pacaran." Hanya itu yang dapat Adreanne dengar dengan jelas. Langkah Edzard benar-benar sangat lebar, ia harus menyesuaikannya. Tidak hanya para siswi saja yang memperhatikan mereka. Adelard yang baru tiba pun menaikkan alis kanannya lalu mendengus jengkel. Kenapa Edzard begitu populer di sini? Padahal ia yang lebih tampan. Mata para manusia ini benar-benar rusak! Sesampainya di kelas, suara rusuh berasal dari Nicholas dan Akira terdengar. "Cielah, setelah sekian purnama, kita bisa ngelihat si Edzard jalan sama si Rea," ujar Nicholas lalu bersiul menggoda. "Tumben berangkat sama lagi, ada ape nih?" timpal Akira ikut penasaran. Adreanne mengacuhkan dua teman Edzard itu, ia langsung duduk di kursinya. "Jangan banyak tanya dulu, Ly," ucapnya pada Lily yang seperti bersiap menyerangnya dengan berbagai pertanyaan. Lily memutar bola matanya malas kemudian melirik Edzard sedikit sinis. Ia merasa ada sesuatu yang disembunyikan Edzard. Mana mungkin tidak ada maksud tersembunyi dibalik tindakan cowok itu, pasti ada maunya. Mereka tidak bisa berbincang lebih jauh lagi sebab pelajaran akan mulai karena kedatangan gurunya. *** Seharian ini full oleh desas-desus mengenai Adreanne dan Edzard. Ada yang berspekulasi bahwa mereka kembali balikan, padahal sejak dulu pun tidak ada hubungan diantara mereka sebenarnya. Ada juga yang berspekulasi mereka kembali dekat karena sama-sama memenangkan olimpiade dan sudah menghabiskan waktu bersama lebih banyak ketika belajar do perpustakaan. Padahal itu semua tidak benar. Baik Adreanne dan Edzard tidak terlalu memusingkan ucapan para siswa dan siswi lain. Di sisi lain, Adelard merasa rencana yang telah ia susun akan sedikit berubah. Sejak pagi tadi, telinganya tidak berhenti mendengar gosip mengenai musuh bebuyutannya dan juga Adreanne, gadis yang cukup membuatnya sedikit tertarik. Sepulang sekolah nanti, ia berencana menelaah kembali rencana besarnya bersama Max. "Lo sendirian aja, boleh gue duduk di sini?" Seorang siswi mendatangi Adelard dengan begitu berani. Adelard mendengus tanpa menatap gadis itu. Maniknya fokus pada layar di benda pipihnya. "Nggak," ketusnya. Seakan tak mempedulikan ucapan Adelard, gadis itu justru duduk di hadapan lelaki itu. Adelard berdecak lalu mengangkat kepalanya menatap gadis itu jengkel. "Lo b***k? Sana cari tempat lain." "Penuh. Lagian gue udah lapar, gue nggak bakal ganggu kok. Cuma mau duduk dan makan," sahut gadis itu santai. Gadis yang tidak Adelard ketahui namanya itu pun mulai memakan makanan yang ia bawa. Ifumie. Dari baunya, Adelard jadi tergoda ingin mencicipi. Padahal ia merasa tadi tidak lapar dan hanya haus, jadinya ia cuma memesan minuman. "Mau?" tawar gadis itu. Adelard berdecak lagi. "Nggak!" ketusnya sinis. Gadis itu mencibir pelan kemudian melanjutkan aktivitasnya mengisi perut. Tanpa Adelard sadari, ia tidak kembali menatap layar ponselnya. Justru yang ia tatap gadis berambut hitam legam yang panjang, gadis itu menjalin rambutnya sedikit di belakang dan memakai jepit motif bunga yang tampak klasik, namun cocok di wajahnya. Kulit gadis itu juga putih bersih, mata bulat dengan bola mata yang berwarna hitam legam. "Naksir lo ya?" tuduh gadis itu percaya diri, ia menatap Adelard dengan seringai jahil. "Narsis banget." Adelard mencibir, ia kembali sok sibuk pada ponselnya. Namun dua detik kemudian ia kembali menatap gadis cantik di depannya. Sialnya gadis itu juga menatap dirinya dengan menyeringai. "Tuh kan lo lihatin gue, naksir kan? Udah jangan malu ngakuinnya," kelakar gadis itu semakin kepedean. Adelard melirik nametag di baju gadis itu. Aletha Irish. "Gue bukan suka, cuma aneh aja ngelihat lo makannya belepotan," pungkas Adelard. Setelah mengatakan hal itu, ia berdiri dan bersiap meninggalkan bangkunya. Gadis bernama Aletha itu buru-buru mengambil ponselnya di saku dan memeriksa apakah ia makan dengan acak-acakan. Sial, ia ditipu! Sekitaran bibirnya bersih, tidak belepotan seperti yang dikatakan cowok itu. Aletha mendengus jengkel karena Adelard terlihat sudah sangat jauh, tidak bisa ia teriaki. Benar-benar cowok menyebalkan. Meninggalkan Aletha. Adelard mengayunkan kakinya ke sembarang arah. Beberapa menit kemudian ia malah berhenti di taman belakang sekolah yang sangat sepi. Memang setahunya taman belakang sangat jarang dikunjungi siswa. Tidak heran jika sekarang ia mendapati taman itu sepi dan hanya ada dirinya seorang. Edzard menjatuhkan dirinya di kursi taman yang lumayan panjang. Sejujurnya, ia sudah sangat bosan di Bumi ini. Namun misinya belum terselesaikan, terlebih ia tidak memiliki teman di sini. Ia hidup di lingkungan sekolah sendiri tanpa ada teman. Dan itu sedikit menjengkelkan. Tiba-tiba bayangan wajah cantik gadis bernama Aletha tadi kembali terputar di dalam benaknya. Cara Aletha memakan mie-nya, dan juga matanya yang bulat lucu. Tidak lupa dengan seringaiannya di bibir yang tampak seksi. Sial, apa yang sedang ia pikirkan?! Adelard menggeleng-gelengkan kepalanya. Bisa-bisa ia berpikir kotor seperti itu. Sisi iblis nya tiba-tiba muncul ke permukaan. Sebuah rencana yang terasa sangat bagus terlintas dipikirannya. Selama ia di sini, alangkah bagusnya ia mencari satu sosok yang menjadi tempat mainnya. Ah bukan tempat main, maksudnya dijadikan teman sebelum rencananya terlaksanakan. Ya, benar. Itu bisa saja ia lakukan sekarang, dan tentunya akan membuat hari-harinya di sini tidak terlalu membosankan lagi di sini. Aletha Irish. Kira-kira gadis itu kelas berapa dan ada di kelas mana, ya?
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN