65. Our Time

1113 Kata
Tidak terasa dua Minggu telah berlalu sejak Adam mengizinkan Edzard dekat dengan putrinya. Sudah beredar pula kabar tentang hubungan keduanya. Padahal kenyataannya tidak ada apa-apa diantara mereka. "Re, ntar sore jalan ke Mall kuy. Cuci mata sekalian belanja sesuatu gitu," ajak Lily tampak antusias. "Oke, boleh deh." Lily menatap sahabatnya dengan curiga karena Adreanne membalikkan tubuhnya menatap Edzard yang duduk di kursinya sendiri. Ia memiliki feeling bahwa Adreanne akan mengajak Edzard. "Ntar dulu, kita perginya cuma berdua. Jangan ajak Edzard, lagian dia cowok," bisik Lily mengingatkan. "Iya deh iya." Adreanne pasrah. Walaupun Lily berbisik, Edzard tetap tahu apa yang dibicarakan kedua gadis itu. Tentu saja ia mengambil keputusan untuk mengikuti keduanya nanti. Bagaimana pun juga, di luar masih belum baik-baik saja. Jika ia lengah sedikit, maka dua utusan Myrania itu akan berulah dan kemungkinan terburuk akan menculik Adreanne. Setelah mencuri dengar percakapan Adreanne dan Lily di kelas, Edzard sudah menyimpan satu info. Kedua gadis itu akan pergi pukul empat sore nanti. Kebetulan hari ini hari Rabu, sekolah akan selesai pada pukul setengah dua siang. *** "Gue perlu ikut nggak? Ntar pakai apa ke Mall nya?" tanya Damien. Entah setan apa yang merasukinya hingga menawarkan dirinya sebagai pengantar dan yang menemani Adiknya jalan-jalan. "Nggak usah, lagian perginya sama Lily kok." "Lily udah punya SIM?!" kaget Damien. "Enggak sih, tapi dia udah pandai bawa mobil kok Bang," ucap gadis itu meyakinkan sang Abang. "Damien ikut aja ya, Bunda rada khawatir biarin kalian pergi berdua. Mana Lily baru bisa ngendarai mobil," timpal Tika yang kelihatan cemas. "Em tap-" "Nggak ada tapi-tapian, gue siap-siap dulu. Ntar." Damien bangkit dari posisi duduknya dan langsung melesat menuju kamarnya untuk berganti baju. Adreanne pun hanya bisa pasrah. Mana bisa ia protes lagi jika Bundanya sudah mengambilnya keputusan dan berpihak pada Damien. "Edzard nggak ikut, Re?" tanya Tika ketika mereka hanya berdua di ruang keluarga. Adreanne menggeleng samar. "Nggak, Bun. Lily ngelarang ngajak Edzard." "Ya udah, yang penting sekarang Damien ikut kalian. Nanti bawain bunda sesuatu yang bisa dijadikan camilan ya." "Siap Bun!" Sekitar sepuluh menit kemudian Damien turun, bertepatan dengan kedatangan Lily. "Sore, Bun." Lily mencium punggung tangan Tika. "Cantik bener, rapi juga," puji Tika tersenyum lebar. "Ah Bunda bisa aja," sahut Lily malu-malu. "Mana kunci mobil lo?" tagih Damien pada Lily. "Loh kok?" "Maaf, Ly. Bang Damien juga ikut, dia yang jadi sopir kita sore ini," kekeh Adreanne. Damien mendengus jengkel. "Sopir your head. Udah ayok beranggapan!" Tanpa bisa mendapat kesempatan protes, Lily akhirnya menurut saja ketika ditarik Adreanne menuju mobilnya sendiri. Tidak lupa, mereka juga berpamitan pada Tika. "Lo kira gue sopir hah? Salah satu duduk di depan!" titah Damien kesal. "Lo aja Re," bisik Lily. "Ah Abang galak banget, Lily kan jadi takut," gerutu Adreanne kemudian keluar dan masuk ke dalam mobil kembali duduk tepat di samping Damien. "Sans, gue nggak marah ke lo kok, Ly. Emang si Rea nya aja rada-rada ngeselin," kelakar Damien. "Heh, enak aja!" serunya tidak terima. "Ya udah, jangan berantem. Bisa kita berangcut sekarang?" sela Lily mulai jengah antara pertikaian kecil kakak adik di mobilnya ini. "Iya-iya." Damien pun mengunci mulutnya rapat-rapat dam mulai melajukan mobil Lily meninggalkan pekarangan rumah. Sesampainya di pekarangan Mall, Damien segera mendapatkan parkiran dan ketiganya bergegas masuk ke dalam. "Ke mana dulu kalian?" tanya Damien pada kedua gadis yang berjalan di belakangnya. "Makan dulu yuk, Bang. Laper," pinta Adreanne sembari mengelus perutnya. "Okay, gue juga laper. Mau makan apa?" "Nasi Padang." Nyaris saja Damien akan menjitak kepala adiknya saking gemasnya dengan jawaban tidak masuk akal Adreanne. Yang benar saja, mana ada nasi Padang di sini! Nasi Padang mah beda tempat lagi. "Mana ada di sini Re, kemauan lo yang nggak-nggak aja deh," decak Lily yang mewakili perkataan Damien. "Bercanda elah, makan di situ aja." Adreanne menujuk ke arah resto makanan khas Jepang dan Korea. "Bagus tuh, gue pengen makan tteokbokki sama odeng," balas Lily. Ketiganya mengayunkan kaki menuju restoran tersebut. Beruntung tempat masih tersedia banyak, langsung saja mereka duduk dan memesan. "Gue mau ramen ini." "Aku paket sushi ini." "Gue yang makan koriya, lo panggil mbak-mbaknya Re," balas Lily. Adreanne menatap salah satu pelayan restorannya dan melambaikan tangannya ke atas. Sesampainya sang pelayan, mereka langsung menyebutkan makanan mereka satu persatu. *** Di lain tempat... Seorang pria yang telah berusia ratusan tahun sedang duduk di kursi kebesarannya yang berada di ruang kerja pribadinya yang ada di salah satu rumah di Bumi. Siapa lagi kalau bukan Lionel. "Saya mengetahui keberadaan mereka sekarang, Tuan. Mereka sedang ke Mall XXX, ditambah lagi putra pertama Pangeran Adam ikut serta jalan bersama adiknya." Senyum Lionel mengembang, ia menyingkirkan beberapa kertas yang tadinya menjadi pusat perhatiannya sedari tadi. "Menarik. Mari kita perhatikan dan lihat kekuatan yang ada pada anak sulung Adam, apakah ada perkembangan dari yang terakhir kalinya," sahut Lionel. "Kita ke sana sekarang Rion." "Baik, Tuan." Rion menuntun sang Tuan menuju kendaraan yang mereka beli ketika pertama kali menginjakkan kaki di Bumi ini. "Pelan-pelan saja, Rion. Jangan terlalu mengebut," peringat Lionel sebelum memasang seatbelt nya. "Baik, Tuan." Beberapa menit kemudian mereka tiba di tempat yang Rion maksudkan tadi. Mereka langsung masuk ke dalam dan dengan mengandalkan Indra penciuman Rion, mereka bisa menemukan keberadaan Adreanne dan Abangnya. Rion memang memiliki kelebihan di indra penciuman. Ia hafal betul bau Adreanne seperti apa karena beberapa kali pernah memperhatikan gadis itu dan sengaja berpapasan di jalan untuk mengunci memorinya tentang aroma Adreanne. Kekuatannya benar-benar sangat berguna sekarang. Lionel langsung masuk ke restoran di mana Adreanne berada. Kebetulan meja di belakang Adreanne dan Abangnya kosong. Langsung saja ia duduk di kursi itu. Rion bergumam permisi meminta izin untuk duduk bersebelahan dengan Lionel. Setelah mendapatkan jawaban, segera ia duduk dan memesan minum. "Dia yang bernama Damien?" tanya Lionel memastikan. Netranya masih menatap sosok laki-laki yang duduk di sebelah Adreanne. Lelaki itu pun tampak sangat usil sekali, tangannya tidak bisa diam dan terus menjahili Adreanne mulai dari memainkan rambut panjang Adreanne hingga menampilkan wajah menyebalkan yang membuat emosi Adreanne tersulut. "Benar. Itu adalah Damien, secara tidak langsung sebenarnya dialah Pangeran Mahkota jika Pangeran Adam menjadi Raja sekarang," jawab Rion dengan suara teramat pelan. Tidak ada yang bisa mendengarkan ucapan keduanya, karena mereka berinteraksi seperti bisik-bisik. Walaupun tampak seperti bisik-bisik kecil, tentu saja mereka dapat memahami apa yang sedang dibicarakan. Karena telinga mereka sangat tajam, bisa mendengar walau sedang dalam jarak seratus meter. "Dengarkan apa yang mereka bicarakan sekarang ini. Tentang Damien, nanti ketika di rumah kita bahas," putus Lionel tegas. "Sebetulnya aku melihat sesuatu di diri Damien," lanjut Lionel dengan suara sedikit geregetan. Mulut Lionel seakan gatal ingin memberitahu Rion tentang apa yang ia lihat dari Damien sekarang. Sangat berbeda jauh dengan ekspektasinya. "Baik, Tuan." *** TBC...
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN