47. Perhatian Lagi

1119 Kata
Di pagi harinya, kondisi Adreanne benar-benar merasa telah pulih. Ia hanya menderita panas demam sehari. Teringat janjinya dengan Adam tadi malam, ia pun jadi tidak sabar untuk sore nanti. Ia akan mengadopsi kucing anggora yang lucu. Bahkan sejak malam permintaannya di setujui oleh Adam, ia langsung  mencari-cari nama yang cocok dan lucu untuk sang kucing nanti. Cklek! Damien membuka pintu kamar sang adik dan masuk. “Lama banget deh lo,” dengus Damien. “Iya ini udah siap kok. Abang juga ke kampus hari ini?” tanyanya. Matanya tidak menatap Damien, melainkan ia mematut dirinya sendiri di depan kaca memperhatikan dirinya sudah rapi atau belum. “Iya, gue ke kampus. Cuma nanti nggak bareng Ayah sama lo,” jawab Damien. “Udah sih, lo udah rapi plus cantik. Ayo turun!” lanjutnya. Adreanne tersipu malu atas pujian sederhana dari Damien yang memangjaran-jarang memujinya, lantas ia meraih tasnya dan berjalan mengikuti langkah Damien yang menuruni tangga. “Emang nanti ke kampusnya naik apa?” “Sama Tian, dia yang jemput,” jawab Damien santai. Kedua kakak beradik itu tiba di ruang makan yang telah dihuni oleh Adam dan Tika. Adreanne langsung duduk di sisi kiri sang Ayah. “Nanti sore Ayah nggak lupa, kan?” tanya Adreanne memastikan. “Lupa apa?” tanya Adam pura-pura tidak ingat, ekspresinya ia pasang seolah-seolah tidak tahu apa-apa. “Ya masa Ayah lupa. Adopsi kucing itu lho,” gemas Adreanne. Adam terkekeh. “Iya, iya, Ayah nggak lupa. Ya udah kamu sarapan cepat, ntar Ayah antar.” Adreanne mengangguk dengan semangat lalu mulai melahap sarapannya yang telah dibuat oleh Tika. *** Adam memberhentikan mobilnya di depan pagar sekolah yang hampir di tutup oleh satpam. Waktu hampir mau habis. “Jangan terlalu antusias adopsi kucing, sekarang kamu fokus dulu sekolah. Masalah kucing, antusiasnya di pending dulu sampe sore, paham?” Adreanne terkekeh kecil. “Paham, Yah. Ya udah aku turun. Hati-hati ya bawa mobilnya.” Gadis itu mencium punggung tangan Adam lalu mendapat balasan kecupan di kepalanya. Setelah itu Adreanne turun dan memasuki pekarangan sekolah, sementara mobil Adam perlahan melaju meninggalkan sekolah. “Pagi Pak Asep!” sapa Adreanne ceria. “Wah pagi dek Adreanne. Seger amat kelihatannya,” goda Pak Asep sang satpam. Pak Asep berumur kisaran tiga puluh lima tahunan. “Seger dong, kan mau belajar.” Pak Asep menggeleng-gelengkan kepalanya atas jawaban tak terduga Adreanne. Tapi harusnya ia sudah menduga jawaban itu, mengingat gadis remaja ini adalah siswi pintar. “Ya udah, ayo masuk. Selamat belajar ya.” “Iya, makasih, Pak!” Adreanne kembali mengayunkan kakinya memasuki halaman sekolah. “Adreanne!” Langkahnya terhenti ketika mendengar suara laki-laki memanggilnya. “Ada apa?” “Nggak ada, sih. Cuma mau bareng aja,” jawab laki-laki itu yang tidak lain adalah Adelard. “Tapi kelas kita beda.” “Sebelahan doang,” sahut Adelard santai. “Oh iya, gue boleh minta nomor handphone lo nggak? Atau id line deh,” pinta Adelard seraya mengeluarkan ponselnya disaku. Karena tidak ada alasan untuk menolak, akhirnya Adreanne membacakan nomor ponselnya dan juga id line nya. “Oke, makasih. Ntar gue p kan, langsung save back ya,” pesan lelaki itu. “Iya.” Adelard memberi instruksi pada Adreanne untuk kembali berjalan. Mereka pun berjalan beriringan di koridor, menuju kelas. “Ya ampun, Pangeran jangan iri, jangan iri. Sabar, tarik napas dan buang perlahan.” Di lokasi yang tak jauh dari posisi berdiri Adreanne dan Adelard sebelumnya, Dante sibuk menenagkan Edzard yang tampak emosi. Wajah sang Pangeran sudah memerah menyeramkan. “Jadi ini?! Adelard menggunakan cara picik ini?!” desis Edzard dengan emosi tertahan. “Cara picik apa sih?” “Itu, dia akan membalasku dengan menggunakan Adreanne. Sungguh rencana yang mudah ditebak!” dengus Edzard kesal. Mata Dante memicing. “Adreanne sudah tidak ada hubungannya dengan anda lagi.” “Kemarin iya, tapi sekarang aku tidak bisa tinggal diam. Pokoknya tuh pembuat onar nggak bileh dekat-dekat Adreanne.” “Lupa sama janji anda dengan Adam?” tanya Dante dengan berbisik. “Yang penting aku tidak menyakiti Adreanne. Jadi, aku pikir tidak apa melanggar. Dan kau, jangan menghalangiku!” peringat Edzard dengan tajam. “Iya, Pangeran iya. Tidak akan saya halangi.” Hanya itu yang bisa Danta katakan, karena percuma juga menasihati atau mengucapkan banyak kata dan kalimat. Ujung-ujungnya tidak akan di dengar oleh Edzard. Dan satu lagi, Edzard adalah tipe keras kepala dan makhluk paling plin-plan yang pernah Dante temui. Dante menghela napas pelan. Sabar, ia tidak boleh mengomeli Edzard dan kesal pada pangeran songong bin percaya diri ini. “Ayo masuk! Bel sudah berbunyi, Pangeran.” “Jangan pakai pangerannya!” peringat Edzard dengan nada pelan. “Ah iya, aku lupa. Ayo Ed masuk ke dalam kelas.” Dante mengulangi kalimatnya dengan versi yang berbeda. Edzard dan Dante pun berjalan menuju kelas mereka. Namun di ujung koridor, Edzard mendengus keras melihat Adelard sok tebar pesona ada Adreanne. Dengan genitnya lelaki itu tersenyum lebar dan dengan ekspresi yang menjijikkan. “Apakah Pangeran Voresha memang memiliki wajah menjijikkan seperti itu?” ejek Edzard dengan berbisik. “Bahasanya tolong dijaga, dia bisa mendengar.” “Terserah!” Edzard kembali melangkah dan ketika sudah di depan pintu, ia mendorong Adreanne untuk masuk dan membiarkan Adelard tertinggal di luar. “Jangan terlalu dekat dekat Adelard. Dia bukan makhluk yang baik,” bisik Edzard sebelum akhirnya ia berjalan ke kursinya sendiri. Adreanne mengangkat alisnya dan menatap punggung Edzard dengan bingung. *** Jam istirahat telah tiba, tapi kepala Adreanne tiba-tiba pusing setelah menyelesaikan tugas fisika dari guru. Lily yang berada di sebelah gadis itu tak bisa untuk tidak cemas melihat kelesuan pada Adreanne. “Lo nggak apa-apa, Re?” Adreannemenggeleng samar lalu menjatuhkan kepalanya di atas meja dan membuat Lily terpekik pelan. “Harusnya hari ini lo nggak usah sekolah dulu, kan jadi kambuh lagi,” ringis Lily kebingungan hendak berbuat apa. Adreanne tidak merespon, ia menutup kedua matanya seraya berharap di dalam hati bahwa rasa pusing ia harap segera hilang. Tidak biasanya ia seperti ini. Mengerjalan soal matematika, fisika, kimia atau pelajaran hitung-hitung lainnya biasanya ia bawa enjoy dan tidak membuat kepala sakit. Tapi kenapa sekarang kepalanya begitu pusing?! “Ke UKS aja ya?” tawar Lily masih dengan nada cemas. Adreanne mengangguk lesu. “Aku juga mau minta obat pereda sakit kepala.” “Ya udah, ayo gue bantu.” Lily berdiri dan bersiap memapah Adreanne. Namun belum lagi mereka berpegangan tangan, seseorang tiba-tiba datang dan berjongkok di samping meja Adreanne. “Ngapain lo Ed?” tanya Lily heran. “Aku antar,” katanya pada Adreanne. Karena gemas tak mendapat pergerakan dari Adreanne, Edzard pun memaksa gadis itu untuk naik ke punggungnya. Setelah berpegangan dengan kuat, Edzard menegakkan tubuhnya dan membawa Adreanne menuju UKS yang berada di dekat ruangan guru.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN