19. Hujan

1426 Kata
Siang hari tadi padahal sangat panas terik, matahari terasa seperti satu jengkal di atas kepala. Namun berbeda dengan sore harinya, dalam kurun waktu tiga jam, hujan tiba-tiba mengguyur kota dengan sangat lebat dan disertai suara guruh dan petir yang sangat keras. Edzard berjalan dengan cepat menghampiri Adreanne lalu mencekal tangan gadis itu yang hendak berjalan menuju perpustakaan. "Hari ini nggak ada kelas tambahan karena hujan. Ayo kita pulang," ajak Edzard langsung. "Loh beneran nggak ada?" tanya Adreanne tak percaya. Edzard mengangguk dua kali. "Iya, nggak ada. Ayo pulang. Aku antar." Mau tidak mau Adreanne mengangguk dan mengikut saja ketika Edzard menggiringnya menuju mobil cowok itu. Dengan gentleman, Edzard mengangkat tas sekolahnya lalu meletakkannya di atas kepala Adreanne agar hujan tak terlalu membasahi kepala gadis itu. Mereka berlari kecil agar sampai di mobil. Setelah Adreanne masuk, buru-buru Edzard memutar dan masuk ke pintu di sebelahnya. Edzard menghela napas melihat baju Adreanne yang basah walau tak terlalu banyak. Dengan cekatan, ia meraih jaket hitamnya yang berada di jok belakang. "Pake." "Makasih, Ed." Adreanne memakai jaket itu dengan cepat. Edzard pun mulai melajukan mobilnya keluar dari pekarangan sekolah. Namun di pertengahan jalan, tiba-tiba mobil Edzard berhenti. Cowok itu mengumpat pelan ketika melihat minyak mobilnya sudah terarah di angka E, yang berarti sudah habis. "Bensinnya habis, Re," ringis Edzard. Adreanne mendesah kecewa. Ia melirik keluar yang masih diguyur hujan deras. "Aku telepon bang Damien dulu." Adreanne mengeluarkan ponselnya dan mendial nomor sang Abang. "Halo, Bang. Bisa jemput aku nggak? Aku sama Edzard kejebak di tengah jalan nih, bensinnya abis." "Duh, nggak bisa Re. Mobil gue satu jam yang lalu dibawa Tian. Sampai sekarang tuh anak belum balik, gue kejebak di kampus nih," balas Damien menggerutu, berkali-kali ia mengumpati temannya yang bernama Tian. "Cari bensin dipinggir jalan aja, Re," usul Damien. "Di sekitar sini nggak ada, Bang." Tut... Tut... Tut... "Yah, baterai hape aku habis," keluh Adreanne lesu. Edzard mengeluarkan ponselnya. Tidak hidup. "Sama, low batt." "Rumah aku deket sini, jalan lima puluh meter ke depan nanti ada pos security kompleks. Masuk ke kompleks sana. Kamu mau ikut?" Adreanne menggigit bibir bawahnya, tidak ada pilihan lain lagi sebenarnya. "Ya udah deh, ayo." "Naikkan jaket aku itu ke atas, lindungi kepala kamu biar nggak sakit lagi," suruh Edzard. "Kamu gimana?" "Aku gampang. Udah sekarang turun." Adreanne pun turun dari mobil, begitu pula dengan Edzard dan cowok itu langsung mengunci mobilnya. Keduanya berlarian di pinggir jalan dengan langkah yang cepat. Beberapa menit kemudian, mereka tiba di rumah Edzard. Bibir Adreanne bergetar karena kedinginan. Bajunya telah basah kuyup, terlebih Edzard. Edzard menggenggam tangan Adreanne. "Ayo masuk!" Keduanya masuk ke dalam setelah Edzard membuka kunci rumah. "Selamat datang, Pange-" sambutan dari Dante terhenti ketika ia melihat tatapan tajam dari Edzard. "Anda baik-baik saja?" tanya Dante khawatir. "Aku baik. Sekarang menyingkir dulu." Dante mengangguk dan segera menyingkir. Edzard membawa Adreanne menuju lantai atas alias ke kamarnya. Cowok itu berjalan menuju lemari dan memilih baju kemeja panjang berwarna hitam dan juga celana panjang training yang baru. Lantas cowok itu memberikan pakaiannya pada Adreanne. "Kamu ganti baju kamu, pakai aja baju aku. Kalau celananya tenang aja, ini baru kok. Untuk dalaman maaf nggak ada, habisnya nggak ada pakaian perempuan di sini," ringis Edzard. Adreanne tampak ragu-ragu menerima pakaian yang diberikan Edzard. Bagaimanapun juga ia perempuan, dan Edzard laki-laki. Ia merasa suasana ini sangat canggung. "Em, kamu ada singlet?" Edzard mengangguk. Cowok itu mengeluarkan satu singlet baru dari plastik dan berwarna putih. "Pakai lah." Adreanne menerimanya dan berjalan menuju lamar mandi. Edzard melakukan hal yang sama, cowok itu mengambil pakaiannya dam berjalan keluar dari kamar menuju kamar tamu untuk membersihkan diri. Hanya membutuhkan waktu sepuluh menit untum Edzard berganti baju. Setelah selesai, ia langsung mengambil ponselnya dan men-charger nya. Teringat akan Damien, Edzard langsung memberi kabar pada Damien kalau Adreanne bersamanya, di rumahnya. Edzard menebak, pasti Damien kalang kabut tadi saat sambungan telepon terputus. Dan benar saja, Edzard mendapatkan balasan pesan dari Damien. Kakak laki-laki Adreanne itu bernapas lega mengetahui sang adik ternyata baik-baik saja. Setelah merasa aman tentang Adreanne, Edzard pun melangkah turun ke lantai bawah. Pemuda itu berjalan menuju dapur dan membuat dua gelas cokelat panas. Tiba-tiba Dante masuk ke dalam dapur dam mendekati Edzard. "Pangeran, siapa gadis yang tadi itu?" tanya Dante dengan suara pelan. "Dia kekasihku," dusta Edzard dengan sengaja. Ia ingin melihat seperti apa respon dari Dante. Kedua mata Dante melotot lebar. "Anda serius? Anda menjalin hubungan dengan manusia? Oh my prince! Itu adalah hal yang dilarang, anda tidak bisa berhubungan dengan manusia," cerca Dante heboh bercampur panik. Edzard terkekeh geli, ia sudah sedikit menduga bahwa respon Dante akan seperti ini. "Aku bercanda, dia temanku di sekolah. Tapi aku benar-benar menyukainya." "Lebih bagus lagi kau tidak memberitahu Ayah. Dan juga, berhenti memanggilku Pangeran, tidak ada yang tahu siapa sebenarnya diriku ini. Apa kau paham?" tegas Edzard. Dante mengangguk patuh. "Baik, saya paham." "Jangan pakai saya, itu terlalu formal. Aku kamu saja, aku akan memperkenalkanmu sebagai sepupuku yang juga yatim piatu. Jangan protes." Karena sudah diperingatkan lebih awal, mana bisa Dante protes. "Iya, aku setuju." Dante membalas. "Bagus." Edzard mengangkat dua gelas berisi cokelat panas itu dan berjalan menuju kamarnya. "Apa kamu sudah selesai berganti pakaian?" tanya Edzard. "Udah!" seru Adreanne dari dalam. Edzard pun membuka pintu kamarnya dan masuk. Cowok itu memberikan satu gelas cokelat panas untuk Adreanne. "Minumlah selagi hangat. Hujannya juga sepertinya akan lama reda." Adreanne mengangguk patuh, ia meraih gelas yang diberikan Edzard dan meminumnya. "Kalau hujannya sampai tengah malam gimana ya?" gumam Adreanne. "Ya mudah, kamu bisa menginap di sini," celetuk Edzard. "Bunda pasti khawatir." "Aku sudah memberitahu Bang Damien, jadi tenang saja." Adreanne menghela napas. "Aku harap hujannya segera berhenti." Keduanya larut dalam keheningan dengan menyesap cokelat panas buatan Edzard. "Ah iya, yang tadi itu siapa, Ed? Bukankah kamu tinggal sendiri?" Edzard tidak langsung menjawab, cowok itu menyesap minumannya dan menatap Adreanne santai. "Dia sepupuku." "Berarti kamu masih punya keluarga dong? Tante dan Om mu?" Edzard menggeleng. "Dia sama sepertiku, sendirian. Makanya dia pindah dari kota sebelah dan ke sini." Adreanne mengangguk paham dan percaya saja dengan apa yang dikatakan Edzard. Edzard melirik gelas Adreanne yang mulai kosong. "Ato turun, kamu lapar nggak?" Adreanne mengangguk. Jujur saja hujan-hujanan membuat perutnya lapar dan ingin memakan mie instan. "Kamu ada stok mie instan?" Edzard mengangguk. "Banyak di lemari penyimpanan." "Baiklah, kita makan mie yaa. Enaknya makan yang hangat-hangat dan berkuah," kelakar gadis itu. Edzard hanya mengangguk setuju. Keduanya pun berjalan keluar dari kamar Edzard dan turun ke bawah menuju dapur. "Sepupu kamu mau juga?" bisik Adreanne sembari melirik Dante yang duduk di kursi Pantri. Edzard mengangguk. "Dia juga pasti belum makan." "Baiklah, aku akan buat tiga porsi. Kalian tunggu saja." Edzard mengangguk, ia beralih ke kursi Pantri di sebelah Dante. Matanya mengamati setiap pergerakan Adreanne dalam membuat mie. Gadis itu tampak fokus sekali. "Namamu siapa?" tanya Adreanne pada Dante, ia lupa menanyakannya pada Edzard. Dante melirik ke arah Edzard, setelah mendapatkan anggukan dari sang Pangeran, lantas is menjawab. "Dante." "Hanya Dante?" "Dante de Floain." Adreanne mengangguk. Nama Dante memang sedikit aneh untuk ukuran orang Indonesia. "Kamu bukan asli Indonesia ya?" tanya Adreanne lagi. Mata Dante membulat. "Anda tahu?" "Formal sekali," kekeh Adreanne. "Ya, dari namamu saja sudah berbeda dari orang Indonesia kebanyakan," lanjut gadis itu. Edzard menendang kaki Dante di bawah, ia tahu Dante sedang kaget karena mengira Adreanne tahu kalau asalnya dari Airya. "Dia campuran Italia. Ibunya orang Italia," ujar Edzard mewakilkan. "Oh ya? Berarti kamu bisa bahasa Italia dong?" tanya Adreanne antusias. Sekarang giliran Edzard yang melotot. Tentu mereka berdua tidak pandai bahasa asing itu. Ketika turun ke Bumi pun, mereka menyerap bahasa manusia dengan cara menatap manusia dengan intens untuk menyerap tiap kosa kata bahasa. "Hm, dia tidak terlalu bisa. Karena dia tidak pernah tinggal di Italia," dusta Edzard lagi. Adreanne mengangguk mengerti. "I see." Gadis itu kembali fokus pada masakannya. Beberapa menit kemudian mie buatan matang, lantas ia memindahkannya ke tiga mangkuk yang telah disiapkan sebelumnya. Setelah semua beres. Adreanne meletakkan mangkuk itu di hadapan Edzard dan Dante. "Ayo makan!" Edzard langsung menyeruput kuah mie dan juga memasukkan mie itu, begitu pula dengan Adreanne yang sudah sibuk makan. Sedangkan Dante menatap makanan berkuah yang hangat itu dengan ragu. Kedua manik Edzard menoleh menatap Dante yang tak kunjung memakan mie tersebut. "Makanlah, perutmu belum diisi, kan?" Nada suara Edzard penuh penekanan. Dante pun mengangguk cepat dan mulai memasukkan mie instan itu ke dalam mulutnya. Tatapan mata Edzard terlihat sedikit mengancamnya, mau tak mau ia harus memakan makanan yang tampak aneh ini. *** to be continued...
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN