21. Sifat Kekanakan

1162 Kata
Setelah dua harian Edzard mengurus seluruh surat yang dibutuhkan untuk Dante, akhirnya cowok itu bisa mendaftarkan diri Dante di sekolah yang sama seperti dirinya. Tentu saja semua data diri dan identitas Dante dibuat dengan bantuan manusia yang ia berikan upah yang tidak sedikit, agar penyelesaian cepat. Mulai esok hari, pengawalnya itu bisa bersekolah bersama dirinya. Sudah banyak pula yang Edzard ajarkan pada Dante agar saat berada di tempat umum, pengawal itu tidak salah bicara atau keceplosan mengenai dunia mereka. "Seperti biasa, aku akan menjemput Adreanne. Untuk makan siang, kau pikirkan saja sendiri. Memesan dari aplikasi yang telah aku ajarkan juga bisa," kata Edzard sebelum pergi meninggalkan rumahnya. Belakangan ini, Edzard seperti yang di awal, ia bisa leluasa menjemput Adreanne untuk pergi sekolah bersama. Tentu saja karena tidak ada Adam. Lelaki paruh baya itu bekerja ke luar kota untuk waktu yang cukup lama, sebulan. "Baik, Pangeran. Saya lebih memilih memesan makanan nantinya," balas Dante. "Bagus. Oh iya, kapan kau akan kembali ke Airya? Kau harus melaporkan segala hal pada Ayah bukan?" Dante mengangguk. "Minggu depan, Pangeran." Edzard tersenyum lebar. "Ketika di Airya, bawa banyak emas kemari. Di sini, emas bisa ditukarkan jadi uang yang sangat banyak. Tapi jangan sampai ketahuan Ayah kalau kau membawa banyak emas." Dante mengangguk patuh. "Baik, Pangeran." Edzard menepuk-nepuk bahu Dante lalu mengayunkan kakinya keluar dari rumah. Edzard memasuki mobilnya dengan cepat dan melesat menuju rumah Adreanne. *** Sesampainya di sekolah, keduanya tak menuju kelas. Baik Adreanne maupun Edzard berjalan menuju perpustakaan. Menjelang hari olimpiade yang semakin dekat, tinggal empat hari lagi, tentunya mereka harus belajar lebih ekstra. Para peserta olimpiade diperbolehkan absen dari kelas dan juga mata pelajaran lainnya. Adreanne langsung menuju Bu Delina yang tak lain adalah guru pembimbingnya, sementara Edzard menuju Pak Akmal. Para calon peserta sekolah mereka belajar dengan bersungguh-sungguh di dalam perpustakaan. Berharap akan meraih kemenangan hingga tingkat nasional nantinya. *** Tiga jam berada di perpustakaan dan diisi dengan belajar, akhirnya mereka diperbolehkan istirahat. Sebelum Abian dan Arsen mengajak Adreanne dan siswi bernama Nada ke kantin, Edzard buru-buru menarik Adreanne untuk pergi bersamanya. Edzard mengajak Adreanne ke kantin lebih cepat dari pada gerak Abian. "Kamu kenapa tarik-tarik sih!" protes Adreanne ketika keduanya sudah berada di kantin. "Lapar," alibi Edzard. Adreanne hanya mendengus jengkel. "Ya udah, ayo kita pesan." "No, kamu duduk aja. Biar aku pesan, mau apa?" sergah Edzard lebih dulu. "Mie ayam bakso." "Nggak seblak?" goda Edzard menaik-turunkan alisnya. Adreanne tampak goyah, ia jadi tergiur dengan seblak yang sudah lama tidak ia makan. "Seblak aja deh." Edzard memutar bola matanya. "Mie Ayam aja ya? Seblaknya tutup hari ini." "Masa sih?" Adreanne menoleh ke gerai kang Ucup yang ternyata buka. "Buka kok itu." "Iya buka, maksud aku seblaknya yang nggak ada di menu sekarang." Malas berdebat dengan Edzard akhirnya Adreanne setuju. "Ya udah Mie Ayam pakai bakso." Edzard mengacungkan jari jempolnya dan langsung pergi memesan. Adreanne duduk di kursi kosong yang panjang untuknya dan Edzard nantinya. Keadaan kantin tentu saja sepi, karena sekarang adalah jam pembelajaran. Jam istirahat sebenarnya telah usai setengah jam yang lalu. Tentu saja para calon peserta olimpiade yang diperbolehkan jalan sana-sini dan memasuki kantin dengan bebas jam segini. "Lo kok nggak tunggin kita dulu sih?" tanya Abian. Arsen, Abian, dan beberapa anak lainnya menghampiri Adreanne. Sontak saja mereka duduk di kursi sekitar Adreanne. "Edzard udah lapar banget, makanya cepat," ringis Adreanne merasa tidak enak. "Ya udah, gue juga mau pesan. Lo mau apa, Bi?" Kini Arsen lah yang bertanya. "Mie ayam." Arsen mengangguk dan segera memesan. Tepat ketika Arsen pergi, Edzard kembali dengan membawa nampan. Wajah Edzard tampak tertekuk kesal melihat Abian yang duduk di sebelah Adreanne, seharusnya itu adalah tempatnya. Mata tajam milik cowok itu menghunus tajam menatap Abian. Karena kesal, Edzard sengaja duduk di kursi lain dan meja yang lain. Membuat Adreanne berseru protes. "Kok duduk di situ, Ed?!" Edzard mengangkat bahunya acuh dan mulai mengambil mangkuk mie ayamnya. Adreanne menghela napas jengkel, terpaksa ia menghampiri Edzard. Ketika Adreanne sudah mendapatkan mangkuk mie ayamnya dan hendak kembali, Edzard malah menahan tangannya dan membuatnya duduk di sebelah cowok itu. "Duduk di situ ramai, sesak. Enakan di sini," kata Edzard yang tak lain adalah alasannya saja. "Sesak gimana? Cuma ada lima orang itu, nanti tambah Arsen satu." Dahi Adreanne mengerut dalam. "Udah makan cepat gih, nanti harus balik ke perpus. Jangan banyak protes deh." Mau tak mau Adreanne mengangguk patuh. Gadis itu mulai memakan makanannya sendiri. Edzard tersenyum menang. Matanya melirik sekilas Abian yanh juga menatapnya dengan datar. Biarkan saja, Edzard tak peduli. Ia mulai kembali menikmati makanannya yang lezat. Baru saja Edzard merasa menang dapat makan berdua dengan Adreanne, seseorang tiba-tiba datang dan merusak mood Edzard. "Gue gabung di sini ya, di situ penuh," kata Abian. Pemuda itu meletakkan mangkuk mie ayam yang diberikan oleh Arsen lalu duduk tepat di hadapan Adreanne. "Penuh gimana? Lebay lo ah, sana balik!" usir Edzard terang-terangan. Adreanne melototi Edzard. "Jangan gitu, Ed. Lagian kamu juga tadi bilangnya penuh." "Ya udah, cari meja lain aja. Kan banyak yang kosong tuh, tuh." Edzard menunjuk satu persatu meja yang kosong. "Di sini aja udah, nggak enak sendirian." Abian menyahut santai. Edzard hendak membalas Abian lagi, tapi Adreanne memegang tangannya seraya menggeleng. Terpaksa, Edzard mengalah. Walaupun memilih mengalah, Edzard tak melepaskan tangan Adreanne. Cowok itu jelas makan seraya menggenggam tangan gadis itu. Senyum miring terbit di wajahnya melihat raut tak suka dari Abian karena ia menggenggam tangan Adreanne. Sekali lagi, Edzard tak peduli. Beruntung, Adreanne tidak terlalu peka dan membiarkan saja Edzard memegang tangannya, dan tidak melihat perubahan raut wajah Abian. *** Di sisi lain... Seorang pria berpakaian rapi khas bangsawan sedang duduk menikmati teh hangat di balkon kamarnya yang mengarah ke halaman rumput yang luas. "Ada informasi apa?" tanya pria itu seolah menyadari langsung kehadiran pengawalnya di dalam kamarnya. "Mengenai Pangeran Edzard, saya sudah mendapatkan informasi yang anda inginkan, Pangeran," kata pengawal lelaki itu. Lelaki yang tak lain adalah Pangeran Adelard dari kerajaan Voresha pun menyeringai mendengar ucapan Pengawal pribadinya. "Apa itu?" "Pangeran Edzard dijatuhi hukuman tinggal di Bumi untuk beberapa waktu oleh Raja Philips." "Penyebab ia dihukum?" tanya sang Pangeran. "Dia memasuki gua di perbatasan Airya dan Myrania, Pangeran. Gua tersebut sangat terlarang terlebih berlokasi di antara tiga wilayah Negeri. Oleh sebab itu Pangeran Edzard diberi hukuman. Hanya itu informasi yang saya dapatkan, Pangeran." Pangeran Adelard terkekeh. "Jadi dia di Bumi, eh?" "Benar, Pangeran." Pangeran Adelard meletakkan cangkir tehnya lalu melipat kedua tangannya di depan d**a. "Aku jadi ingin mengunjunginya di Bumi. Persiapkan barang-barangku, kita akan turun ke Bumi." "Tapi, Pangeran ... Yang Mulia Raja tidak akan senang dengan tindakan anda ini." "Aku akan bicara pada Ayah nanti. Siapkan saja yang aku butuhkan nantinya." "Baik, Pangeran." Pengawal itu membungkuk hormat pada Sang Pangeran sebelum akhirnya pamit keluar dari kamar Adelard. Pangeran Adelard tersenyum miring membayangkan seperti apa hidup Edzard di Bumi. Ia tebak, pasti sangat kesusahan. 'Baiklah, sepertinya akan menjadi tontonan yang menarik,' batinnya. *** to be continued... jangan lupa tap love dan comments ya ? love dari kalian sangat berharga untukku?
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN