15. sebotol obat misterius

1088 Kata
Mereka duduk bersebelahan, saat mobil yang dikendarai Regan meluncur meninggalkan area kantor. Situasi yang canggung, meski beberapa kali Venus pernah berada dalam satu mobil yang sama, pasca perceraian. Venus bisa saja duduk di kursi belakang tapi Regan bukan supir, dia justru Bos besar di tempatnya bekerja. Mau tidak mau Venus pun duduk di kursi depan, bersebelahan dengannya. Dulu, saat mereka masih terjalin dalam satu ikatan pernikahan, berada di posisi sekarang ini adalah hal yang paling menyenangkan. Ngobrol, bercanda bahkan menyuapi Regan sarapan karena sering terlambat bangun akibat kegiatan panas mereka yang tidak hanya cukup satu kali di malam hari saja. Membayangkan hal itu membuat Venus merinding. Dia memang bucin level akut pada saat itu. Memuja dan mencintai Regan sepenuh hatinya, bahkan tanpa ragu Venus menyerahkan hatinya. Tapi lihat apa yang terjadi, ia berakhir menyedihkan dan terjerumus dalam kubangan penyesalan. "Aku minta maaf," Suara Regan memecah keheningan, setelah beberapa saat keduanya saling terdiam. "Untuk apa?" Venus bergumam tanpa menoleh, seolah Regan tidak cukup berharga untuk dilihat. Baginya kepadatan jalan Ibu Kota di hadapannya jauh lebih menarik. "Untuk semuanya." "Maaf tidak akan mengembalikan semua yang kamu hilangkan dariku, kan?" "Benar." Regan menghela. Ternyata meminta maaf jauh lebih sulit dari yang ia pikirkan. "Aku tahu, aku salah." Kali ini Venus menoleh, menatap tanpa ekspresi ke arah Regan. "Seharusnya kamu mengatakan itu sejak awal, bukan setelah aku kehilangan segalanya. Orang tua, kepercayaan dan cinta." "Aku minta maaf." "Seharusnya sejak awal kamu jujur, dan tidak perlu bersikap seolah kamu berkorban padahal aku lah korbannya." Sulit untuk tidak terpancing emosi, apalagi saat semua bayangan kelam itu kembali berputar dalam benak Venus. "Saat itu aku terlalu egois dan tidak memikirkan perasaanmu Vee, aku pikir setelah kamu mencintaiku semuanya akan menjadi mudah. Ternyata tidak, semuanya justru semakin sulit apalagi setelah kamu melayangkan gugatan cerai tanpa mendengarkan penjelasanku terlebih dulu." Itu terdengar seperti pembelaan diri. "Tapi ternyata semuanya kian menjadi sulit setelah kamu memilih diam dan tidak lagi mau bicara denganku. Aku benar-benar minta maaf." "Kalau seandainya maaf bisa mengembalikan semuanya, aku akan memberikannya dengan senang hati. Kamu tidak perlu kehilangan Fanya, begitu juga denganku. Aku tidak akan kehilangan harga diriku dan juga bayiku," Tiba-tiba saja Regan menginjak rem secara mendadak, hingga membuat kegaduhan di belakang mobil karena kendaraan lainnya ikut berhenti mendadak. "Apa? Bayi? Kamu hamil saat kita bercerai?" "Iya. Aku tidak bisa menjaganya meskipun menyesal. Hidupku tidak sama lagi karena kamu!" Air mata mulai mengalir di wajah Venus tapi kali ini ia tidak kembali bergetar, hanya saja sesak kian menghimpit hati nya hingga Venus tidak bisa menahan air mata yang begitu kuat mendesak keluar. "Vee," Sungguh Regan saat ini dilanda rasa bersalah dua kali lipat, ternyata keputusannya untuk pergi adalah kesalahan besar. Ia justru meninggalkan Venus dalam keadaan hamil, menceraikannya dan langsung melarikan diri. Seharusnya Regan tetap bertahan meski Venus terus memintanya pergi. "Aku benar-benar minta maaf." Tapi sebelum maafnya terjawab, tiba-tiba saja beberapa pengendara lain yang posisinya berada di belakang mobil Regah datang. Mereka meminta Regan kembali menjalankan mobilnya karena membuat kemacetan dan kegaduhan. Setelah mobil yang mereka tumpangi kembali melaju, tentu saja setelah Regan mendapat sumpah serapah dari pengendara lainnya. Venus menyeka air mata dengan kasar. "Aku tidak tahu mengapa kita bertemu lagi setelah berpisah, selama ini aku berusaha hidup dengan baik dan melupakan segalanya. Saat ini, di kehidupan kita yang sekarang ini, jangan mengungkit lagi masa yang sudah lewat. Aku benar-benar berusaha untuk sembuh, tolong jangan hancurkan lagi perjuanganku." "Aku minta maaf," Ulangnya untuk kesekian kali. "Kamu tahu, aku mencintaimu Vee. Saat itu pun kamu hanya mendengar sekilas obrolan aku dan Mamah, kamu nggak dengar setelahnya." "Kamu tahu, aku pikir kamu benar-benar mencintaiku ternyata tidak. Apalagi setelah aku mendengar secara langsung kamu mengatakan bahwa kamu menikahiku karena terpaksa sampai meninggalkan Fanya cinta pertamamu." "Aku sungguh-sungguh," "Tidak ada gunanya lagi membicarakan ini. Kita sudah sampai, aku harus bekerja. Tidak mudah untukku melihat dan terus berada disekitarmu, tapi aku juga tidak akan berhenti bekerja. Permisi," Mobil berhenti tepat di dekat area proyek pembangunan taman hiburan dimana Venus langsung turun dan meninggalkan Regan. Regan menatap sendu kepergian Venus dengan penyesalan yang kain terasa begitu kuat menggerogoti hatinya. Tapi setidaknya saat ini Venus mau bicara dengannya meski masih terlihat ia kesulitan mengendalikan diri. Pasto sulit, Regan tahu betul hal itu apalagi bukan hanya kehilangan orang tua tapi juga kehilangan calon bayi dan juga suami. Semua itu terjadi dalam waktu yang berdekatan dan oleh orang yang sama, yaitu dirinya. Sebisa mungkin Venus tetap fokus menjalani pekerjaannya. Dengan berbekal ipad dan catatan kecil, ia Mega dan Bu Santi memperhatikan beberapa desain yang mengalami perubahan terutama bagian material yang disarankan tim proyek pembangunan. "Aku pulang naik ojek ya?" Ucap Venus pada Mega. "Loh, kenapa? Nggak bareng Pak Regan lagi?" "Nggak. Ada urusan mendadak, aku harus ke rumah Selvi." Alasan Venus. "Ya sudah. Hati-hati Mbak Vee." Usai pamit pada Mega, Bu Santi dan Pak Fadli, Venus bergegas pulang lebih dulu hanya beberapa saat setelah pembahasan proyek selesai. Ia tidak berpamitan pada Regan, karena selain enggan, juga karena lelaki itu masih sibuk bicara dengan beberapa pekerja lainnya. "Pak Regan pulangnya bareng Mega ya, kami mau ke swalayan dulu." Ucap Bu Santi. Tentu saja Mega tersenyum kegirangan dan mengacungkan ibu jarinya secara diam-diam ke arah Bu Santi. "Boleh." Ucap Regan.. Saat ia membalikan tubuhnya, Regan tidak melihat sosok Venus diantara yang lain. Jangan tanya kemana wanita itu pergi, pastinya dia sudah melarikan diri agar tidak satu mobil lagi dengannya. "Mbak Venus udah pulang duluan." Ucap Mega, saat melihat Regan masih mencari-cari sesuatu. "Oh iya. Ayo aku antar kamu pulang." Mega menganggukan kepalanya dan mengikuti langkah Regan menuju mobil yang terparkir di area yang lebih lapang. "Obatnya Mbak Venus, pasti jatuh saat tadi berangkat kesini." Mega menemukan botol kecil berwarna bening tergeletak di dekat kakinya. "Atau ini obat milik Pak Regan?" Mega menunjukan botol kecil itu pada Regan. "Bukan milikku, mungkin itu milik Venus." "Aku akan menyimpannya dan memberikannya besok." Mega memasukan botol kecil itu ke dalam tasnya. "Tidak. Biar aku saja." Regan mengulurkan tangannya, meminta botol kecil tersebut. "Pak Regan bukannya nggak ke kantor ya besok?" Regan sempat mengatakan bahwa dalam satu minggu kedepan kemungkinan ia tidak akan masuk kantor dikarenakan ada hal penting di kantor utama. "Saya bisa antarkan obat itu, setelah mengantar kamu pulang." "Pak Regan tahu rumah Mbak Vee?" Selidik Mega. "Padahal selama ini Mbak Vee nggak pernah ngasih tahu tempat tinggalnya. Pak Regan baru kenal beberapa minggu aja udah tahu aja alamat tempat tinggal Mbak Vee." "Hanya kebetulan. Sini, biar aku yang mengantarnya." Meskipun sedikit bingung dengan sikap Regan, tapi pada akhirnya Mega memberikan benda tersebut pada Regan.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN