"Bu, ada tamu di lobi." Venus menerima panggilan dari salah satu staff apartemen.
"Siapa?"
Ia merasa tidak memiliki janji dengan siapapun. Mungkinkah Regan?
"Katanya ada sesuatu yang ingin diberikan."
"Apa? Coba tanyakan."
"Baik."
Venus tidak akan mau bertemu tanpa tujuan jelas, apalagi ia tidak memiliki janji dengan siapapun.
Kalaupun tamu yang dimaksud adalah Regan, Venus tetap tidak akan menemuinya. Ini bukan jam kerja, sudah cukup bertemu di tempat kerja dan di luar itu, Venus tidak akan mau.
"Bu, katanya obat yang tertinggal di mobil Pak Regan."
Venus meraih tas kecil untuk memeriksa dan benar saja botol kecil berisi obat miliknya tidak ada di dalam tas.
"Bisa tolong ambilkan? Nanti saya kd bawah."
"Maaf Bu tidak bisa, beliau mengatakan harus Ibu sendiri yang mengambilnya di bawah."
Venus menghela. Sudah pasti Regan tidak akan mudah menyerah begitu saja, lantas pergi setelah mengantar obat tersebut. Venus hafal betul alibi Regan.
Dalam hati, Venus akan memaki lelaki itu karena telah bertindak kurang ajar, mendatangi tempat tinggalnya tanpa pemberitahuan terlebih dulu.
Ia sudah menyiapkan segala sumpah serapah dan tidak akan lagi bersikap seperti biasanya agar Regan tidak berani datang ke tempat tinggalnya lagi.
"Apa-apaan!" Gerutunya, saat ia masih dalam perjalanan menuju lobi.
Dengan langkah tergesa, Venus segera menghampiri lobi dan ruang tunggu dimana Regan berada.
"Beliau menunggu disana, Bu." Ucap petugas, sambil menunjuk ke arah dimana seorang lelaki duduk.
Kening Venus mengerut. Itu bukan Regan. Lelaki itu jauh lebih tua dari Regan, memiliki postur tubuh besar dan berkumis. Regan tidak seperti itu.
"Dia?" Venus kembali meyakinkan.
"Benar, Bu."
Meskipun ragu, akhirnya Venus mendekat.
"Pak Regan," Ucap Venus saat jarak diantara mereka sudah semakin dekat.
"Nama saya Yanto, Bu. Saya diperintahkan Pak Regan untuk mengantarkan ini." Lelaki itu tersenyum ramah dan menyerahkan botol obat yang sudah dibungkus paper bag berwarna biru muda.
"Pak Regan berpesan, kalau saya nggak boleh pulang sebelum mengantarkan barang ini secara langsung pada Bu Venus." Jelasnya.
"Oh, gitu. Bapak ini siapa?" Pertanyaan yang sebenarnya tidak perlu Venus ucapkan, tapi ia begitu penasaran dengan sosok lelaki di hadapannya itu. Mungkinkah dia salah satu pekerja di kediaman Regan dan tahu mengapa Regan tidak mengantarkan obat tersebut secara langsung. Tiba-tiba saja Venus merasa kecewa setelah mendapati bukan Regan yang mengantarnya. Aneh memang, tadi kesal karena Regan tiba-tiba datang tapi sekarang justru semakin kesal karena ternyata bukan Regan yang datang langsung.
"Saya hanya ojek online, Bu. Bukan siapa-siapanya Pak Regan." Jelasnya.
"Oh iya," Venus kembali mengangguk. "Terima kasih, Pak."
"Sama-sama, Bu. Kalau begitu saya pamit." Lelaki itu pamit pergi setelah mengantarkan obat pada Venus.
Setelah sampai ke rumah, Venus menatap botol kecil di tangannya. Ia tidak menyadari botol tersebut jatuh di dalam mobil Regan tapi yang membuat Venus kembali merasa kecewa, kenapa lelaki itu tidak datang langsung?
Apakah dia benar-benar akan menjauh seperti yang diinginkannya?
Tapi kenapa Regan tidak berusaha lebih keras lagi untuk menunjukan keseriusannya meminta maaf.
"Pak Regan nggak masuk kantor?" Akhirnya pertanyaan itu keluar dari bibir Venus setelah dua hari berusaha menahannya. Venus berharap Mega menceritakan tanpa perlu ditanya terlebih dulu, tapi sayangnya wanita itu tidak mengatakan apapun tentang keabsenan Regan.
"Nggak." Balas Mega. "Nanti siang mau makan dimana? Di cafe milik Rei atau di Cafe baru yang ada di ujung sana?"
Venus kesal. Kenapa justru makan siang yang dijawab Mega, padahal waktu masih menunjukan pukul sembilan pagi, masih terlalu pagi untuk membicarakan masalah makan.
"Kenapa?"
"Makanan di cafe baru kata Bara enak loh! Ada menu koreanya."
Venus kembali menghela lemah. Percuma saja bertanya pada Mega yang lebih fokus pada deretan menu makanan yang ada di ponselnya.
Akhirnya Venus menjauh, menggeser kursi menuju meja kerjanya.
Tapi saat ia sampai di depan meja kerjanya, tiba-tiba saja Mega ikut mengikuti dengan menggeser kursinya mendekat.
"Penasaran ya?! Bilang aja kangen nggak lihat Pak Regan. Mbak Vee ini jaimnya minta ampun, padahal dah tau Pak Regan itu ngangenin." Mega tertawa puas karena berhasil mengerjai Venus. Ia sengaja mengalihkan pembicaraan Venus dan ingin melihat bagaimana reaksinya saja.
"Bukan penasaran, aneh aja dia nggak datang udah dua hari." Venus berusaha mengelak agar tidak terlihat ingin tau. Padahal selama dua hari ini ia benar-benar berharap tahu kemana perginya lelaki itu.
"Dih, pake acara ngeles segala." Senyum Mega kian mengembang jahil.
"Dua hari ini aku sengaja nggak kasih tau, biar Mbak Vee nanya sendiri. Ternyata cukup kuat juga pertahanan Mbak Vee, dua hari loh Pak Regan nggak masuk dan baru bertanya hari ini. Kalau aku mungkin baru sejam aja dia nggak kelihatan udah tanya sana-sini." Mega mengibaskan rambutnya dengan ekspresi yang sangat menyebalkan.
"Pak Regan nggak bakal masuk selama satu minggu kedepan. Nggak tahu mau kemana atau ada urusan apa, tapi dia bilang emang nggak bakal ke kantor ini selama satu minggu." Jelas Mega.
"Oh,"
"Oh doang?" Satu alis Venus naik.
"Kita nggak bakal lihat wajah tampannya loh, Mbak Vee. Sayang banget kan, kekuatan melemah karena tidak adanya asupan vitamin mata." Keluh Mega yang dibuat-buat.
"Kamu aja, aku nggak sih! Biasa aja!"
"Yakin?!"
"Udah sana, kerja! Jangan makan gaji buta!" Venus mendorong kursi Mega menjauh darinya.
"Baguslah lelaki itu nggak masuk kantor." Ucapnya sambil tersenyum, menertawakan kebodohannya sendiri yang justru merasa aneh saat Regan tidak ada di sekitarnya.
Bukankah selama ini Venus sudah terbiasa tanpa kehadiran Regan, tapi saat lelaki itu kembali pergi ia merasa justru kehilangan. Apakah artinya usahanya untuk melupakan Regan selama ini sia-sia?
"Vee, bisa ke rumah? Selvi sakit, Kalila nggak ada yang jagain." Uca Eli dari seberang sana.
"Sakit apa, Tante?" Selvi adalah salah satu manusia yang memiliki daya tahan tubuh kuat. Wanita itu jarang sakit, bahkan batuk pilek atau masuk angin pun enggan menghampirinya. Tidak seperti Venus yang justru memiliki daya tahan tubuh lemah. Bukan hanya hati saja yang lemah dan mudah luluh, tapi penyakit pun bisa dengan mudah menyerangnya tanpa ampun.
"Aku akan kesana setelah pulang kantor, Tante."
"Baiklah. Tante tunggu, ya?"
"Iya."
Venus harus bergegas menuju rumah Selvi kasihan Kalila, gadis kecil itu pasti tidak terurus kalau ibunya sakit.
Sebelum menuju kediaman Selvi, Venus terlebih dulu menuju ke rumahnya untuk mengambil beberapa barang keperluannya seperti pakaian. Venus yakin, ia akan bermalam beberapa hari di kediaman Selvi meskipun tidak tahu seberapa parah penyakit yang diderita wanita itu.