Bagian 9: Shopping

1195 Kata
Abraham menggandeng tangan Sabrina untuk membawanya masuk ke dalam sebuah toko baju yang cukup terkenal di sebuah pusat perbelanjaan. Tentunya, ia juga bergerak untuk memilih pakaian yang cocok untuk Sabrina. Pastinya pakaian yang dikenakan Sabrina harus tetap sopan. Warna kulitnya yang putih pucat tentu menarik perhatian. Terutama pada rambutnya yang berwarna hitam. Andai rambutnya dicat berwarna pirang mungkin orang-orang akan mengira jika Sabrina adalah seorang warga negara asing. "Pilih baju yang kamu suka. Tapi cari yang jangan kampungan. Pokoknya, baju-baju yang kamu pakai harus yang agak high class. Tidak perlu yang terlalu mewah sekali," kata Abraham. Sabrina dimintanya untuk berkeliling begitu juga dengan dirinya yang akan mencarikan pakaian. Tentunya seleranya dengan Sabrina agak berbeda dan tidak masalah jika ia harus memaksa istrinya itu untuk memilih pakaian yang sesuai dengan seleranya. Tak lama kemudian, Sabrina membawa setelan celana dan juga baju dengan lengan pendek serta celana yang ukuran yang pas di tubuh. Ada yang panjang kaki dan ada yang pendek. Melihat pilihan istrinya tentu membuat Abraham menganggukkan kepalanya. Sementara pria itu mendapatkan beberapa dress serta terusan yang cocok untuk Sabrina. Mereka memilih untuk membayar di kasir, lalu pergi ke toko lainnya sampai akhirnya Abraham merasa lelah karena membawa banyak sekali paper bag berisi pakaian. Pria itu mengeluarkan ponselnya dan meminta anak buahnya untuk mendatangi mereka agar bisa membawa barang belanjaan mereka. Berkeliling, Abraham akhirnya mendapat banyak sekali pakaian yang bisa dikenakan oleh Sabrina. Tidak lupa untuk membeli sepatu dan juga tas. "Saya mau sepatu yang ini." Abraham menunjukkan heels berwarna kuning yang jika dikenakan oleh kaki Sabrina ia yakin akan sangat menarik. Baru saja pelayan toko menyentuh heels yang tersimpan di rak etalase ketika sebuah tangan lebih dulu merebutnya. "Bagus ini cocok banget sama aku. Kalau kayak gini pasti aku bakalan jadi satu-satunya perempuan yang punya sepatu ini. Apalagi kata pelayan di depan kalau sepatunya limited edition dan hanya ada satu ini aja." Perempuan muda itu berkata pada temannya, tidak menganggap kehadiran Abraham dan juga pelayan yang baru saja akan menyentuh sepatu tersebut. "Iya, Vir, cocok banget ini sama kamu. Aku yakin kalau kamu yang pakai, pasti cewek-cewek di kampus waktu acara prom night bakalan iri banget sama kamu," ujar temannya dengan penuh semangat. "Vira gitu loh. Siapa yang bisa bersaing dengan cewek cantik dan modis seperti aku ini." Vira menjawab dengan penuh kebanggaan, membuat Abraham yang memiliki lengan panjang langsung bergerak merebut sepatu tersebut dari tangan perempuan bernama Vira tersebut. Apa yang dilakukan oleh Abraham tentu mengejutkan mereka berdua. Spontan mereka menoleh dan menatap Abraham yang memiliki tubuh lebih tinggi dari mereka kini sedang memegang heels di tangannya. "Om, apa-apaan sih? Kenapa main rebut saja sepatu milik aku? Balikin dong!" Perempuan bernama Vira itu langsung melotot kesal pada Abraham yang dianggap sedang menggodanya. "Aku tidak tertarik dengan om-om seperti Om ini. Jadi tidak usah menggunakan trik-trik murahan untuk menarik perhatian," ujar gadis itu penuh percaya diri. Meskipun pria di hadapannya ini cukup tampan, namun bagi Vira jelas bukan levelnya. Lebih lagi pria itu terlihat jauh lebih tua darinya. "Siapa yang mau menarik perhatian kamu? Memangnya kamu sudah secantik apa sampai-sampai saya harus tertarik sama kamu?" Abraham terkekeh singkat. Benar-benar gadis zaman sekarang yang selalu over percaya diri menganggap semua orang akan menyukai mereka. "Trik murahan apa ini? Om pasti tertarik sama aku makanya main rebut sepatu yang udah aku incar. Kalau memang Om tidak tertarik padaku, tidak mungkin Om main ambil sepatu milikku begitu saja." Vira melambaikan tangannya dengan acuh. "Jadi tidak usah pura-pura seperti itu. Aku tidak akan tertarik dengan laki-laki yang jauh lebih tua dariku. Om mengerti?" Perempuan muda itu menekan kalimatnya di akhir sambil menatap tajam Abraham. Tubuhnya mendekat berusaha untuk merebut sepatu di tangan Abraham namun pria itu langsung mengangkatnya tinggi. "Pertama, saya tidak mungkin tertarik dengan perempuan seperti kamu. 1000 perempuan yang jauh lebih cantik berkali-kali lipat dari kamu bisa saya dapatkan." Abraham mengangkat satu jari telunjuknya sementara satunya lagi digunakan untuk mengangkat tinggi sepatu heels berwarna kuning tersebut. "Kedua, kamu tidak cukup cantik untuk bisa menarik perhatian saya. Ketiga, ini adalah sepatu milik saya yang sudah saya lihat lebih dulu dan bersiap untuk diambil oleh pegawai ini. Kamu yang tidak tahu malu tiba-tiba mau merebutnya. Kamu waras, eh?" Jangan salahkan Abraham jika sudah mengatakan kalimat yang menyakiti hati orang. Salahkan saja perempuan di hadapannya ini yang terlalu over percaya diri. "Apa?" Shock ditampilkan oleh Vira saat mendengar apa yang diucapkan oleh Abraham barusan. "Kenapa? Tidak terima dengan apa yang saya katakan? Kamu tidak cukup menarik untuk bisa saya sukai. Heels ini milik saya. Hanya cocok di kaki istri saya, bukan di kaki kamu yang terlihat seperti banyak kudisan." Mulut Vira menganga lebar mendengar apa yang dikatakan oleh Abraham. Ditatapnya kakinya yang masih sangat mulus tidak ada kudisan seperti yang dikatakan oleh pria itu. Baru saja Vira mengangkat kepalanya, bersiap untuk mengajukan protes ketika melihat pria bertampang setengah bule itu terlihat menunduk di hadapan seorang perempuan dengan kulit putih dan sedang memasangkan heels di kakinya. "Mohon maaf, Mbak, tapi memang heels yang tadi Mas yang itu yang lebih dulu melihatnya. Jadi, Mas yang itu yang berhak untuk mengambilnya." Pelayan yang tadi ditugaskan oleh Abraham berkata pada Vira. "Apa-apaan ini! Jelas-jelas saya duluan yang melihat heels itu dan sudah saya incar. Seharusnya kalian itu lebih mengutamakan perempuan, daripada laki-laki seperti itu. Laki-laki apaan yang rebutan heels dengan perempuan? Dia laki-laki apa banci?" Amarah menguasai Vira sehingga membuatnya melontarkan kata-kata yang menarik perhatian para pengunjung lainnya. "Memangnya kamu kira istri saya ini waria, hemm?" Kebetulan Abraham mendengar apa yang diucapkan oleh Vira. "Mendingan kamu cari jenis sepatu yang lain daripada berebutan dengan istri saya. Kamu tidak lihat, kalau heels ini lebih cocok di kaki istri saya." Abraham tersenyum puas menatap heels yang dipilihnya kini sudah terpasang di kaki Sabrina. Jangan tanyakan posisi Sabrina yang saat ini sedang duduk di kursi tiba-tiba didatangi oleh Abraham dan memasangkan sepatu di kakinya. Terlalu tiba-tiba hingga membuatnya sedikit membeku. Padahal tadi ia bersantai dan hanya menonton apa yang dilakukan Abraham. "Kamu!" Vira menunjuk ke arah Abraham. Temannya yang merasa malu langsung menarik Vira untuk keluar daripada mereka semakin menjadi pusat perhatian orang-orang. "Cari perhatian sih." Abraham bergumam kemudian menatap puas kaki Sabrina yang sudah mengenakan heels berwarna kuning. "Kalau kamu ke rumah sakit pakai sepatu ini, kamu pasti bakalan menjadi pusat perhatian soalnya sepatunya sangat cantik." "Aku mendapatkan perhatian bukan karena sepatunya yang cantik, tapi di mana ada cleaning service yang mengenakan heels saat bekerja?" Sabrina menggelengkan kepalanya dengan pemikiran Abraham. "Tentu saja orang akan berpikir kamu adalah pemecah rekor pertama di mana seorang cleaning service tiba-tiba saja sudah memakai heels saat bekerja." Abraham dengan jawaban santainya terlontar begitu saja. Jangan tanyakan Sabrina yang kini sudah menggelengkan kepalanya. Benar-benar sangat terharu dengan semua kalimat yang dilontarkan oleh Abraham yang menurutnya agak kurang masuk akal. Tak lama kemudian mereka akhirnya pergi setelah membayar semua tagihan baik sepatu maupun sandal yang dibeli oleh Abraham untuk Sabrina. Mereka memilih untuk mampir dulu ke restoran mengisi perut mereka yang mulai keroncongan. Semua menu hidangan sudah disajikan di depan mata dan siap untuk disantap ketika sebuah suara menyapa indera pendengaran Abraham hingga membuat tubuh pria itu sedikit menegang. "Mas Abraham? Mas di sini juga? Mas dengan siapa?" "Mampus aku," ujar Abraham.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN