20

1077 Kata
"Uji coba o***g gue." kata Justine enteng, layaknya anak yang meminta di belikan sepotong permen harga lima ratusan oleh sang mamah. "What the.." Clara membulatkan mata saat Justine menurunkan kepala untuk mencium bibirnya, memotong umpatan yang akan wanita itu keluarkan. "Lo pikir boleh ngomong kasar di saat hamil anak gue? No, no, gue nggak akan biarin itu terjadi lagi nona kaya raya." usai mengucapkan banyak kata yang membuat Clara muak, Justine kembali mendaratkan ciuman-ciuman kecil dibibir sang istri. "Lo siap, Cla?" "Ih, nggak usah macem-macem." rengek, Clara menggeliat. 's**t!', Clara mengumpat dalam hati melihat kabut gairah dimata Justine, sama persis seperti apa yang laki-laki itu tunjukan semalam. Sial, Clara jadi teringat kejadian paska Justine selesai berteriak bahwa alat tempurnya terlelap seketika kala hendak melancarkan aksi b***t dengan friends with benefit laki-laki itu. "Just.. Turun." Justine menggelengkan kepala diceruk leher Clara. Ia melanjutkan kegiatan yang baru dua detik ia lakukan dibatang leher Clara yang terlihat begitu menggoda. "Just jangan dijilat." suara tegas dan dingin yang biasa keluar dari bibir Clara entah mengapa memudar, berganti dengan suara parau layaknya rengekkan yang membuat tubuh Justine semakin terbakar gairah. Clara memalingkan wajah, ke dua tangan yang tadi ingin mengenyahkan Justine dari atas tubuhnya terkulai di setiap sisi tubuh wanita itu. Clara tiba-tiba saja mengerang, jari-jarinya mencengkeram kain seprai saat merasakan kulitnya dihisap tanpa pemberitahuan. Clara berharap ia bisa menahan erangan yang akan akan kembali keluar saat Justine dengan kebodohan laki-laki itu justru semakin menggilai kulit lehernya. "Tolongin aku ya, aku takut dia nggak fungsi lagi mengingat ini kali ketiga dia nggak bisa aku gunain ke cewek lain." bisik Justine sembari membelai pipi kanan Clara, "Kalau dia fungsinya cuman sama kamu, aku janji cuman bakal masukin dia dimilik kamu aja, Clara." "Nggak mau." tolak Clara, memang dia wanita bodoh apa mau diperdaya sama Justine. "Harus mau, ini udah numpuk ini. Aku sakit, mau mati." sebelum Clara menyampaikan bantahannya, Justine dengan cepat membungkam bibir Clara. Dia harus bisa membuat Clara menginginkan dirinya. Jika tidak, mungkin dia akan terserang mala rindu. Sebenarnya, alat tempurnya bukannya tidak berfungsi. Hanya saja Justine tidak pernah berselera lagi menyentuh wanita lain. Bayang-bayang air mata Clara kala ia menyetubuhi wanita selalu saja hadir, bahkan ketika ia hanya mencium wanita lain. Bagaimana bisa otaknya menjadi konslet seperti itu. Dia sudah tidak waras kan? "Aku mau kamu Cla, mau kamu." bisik Justine parau. * Justine membuka mata, bibir laki-laki itu memamerkan senyuman saat menyadari Clara yang menjadikan d**a telanjangnya sebagai bantal wanita itu. "Gue baru tahu lo cantik banget." ujar Justine membelai rambut Clara. Justine semakin merapatkan tubuh Clara dengan tubuh polosnya. Pagi tadi adalah percintaan terhebat yang pernah ia rasakan. Ah, andai gengsinya tidak setinggi langit untuk meminta haknya pada sang istri, mungkin Justine akan selalu meminta kesediaan Clara untuk menjalankan tugas dengan suka rela. Hanya saja, ia terlalu malu untuk mengakui dirinya yang memuja tubuh indah Clara. "Lo selalu buat gue ketagihan Cla, sejak awal gue ambil perawan lo. Lo selalu buat gue bayangin lo teriak karena menikmati percintaan kita, bukan nangis buat minta gue berhenti." bisik Justine lalu mengecup puncak kepala Clara. Seperti tidak sadar dengan siapa dirinya tertidur, Clara semakin merapatkan tubuh, mencari kehangatan di tubuh polos Justine. Mungkin jika ia terbangun nanti ia akan berteriak histeris karena kebodohannya yang merelakan diri untuk kembali jatuh pada pesona laki-laki yang telah menyakitinya. "Baru jam 1 siang, tidur lagi aja Cla. Hari ini gue nggak kuliah buat jadi guling hangat lo." * Turun secara diam-diam dari ranjang adalah hal yang dipilih oleh Clara saat membuka matanya. Dia tidak ingin menjadi wanita alay yang akan berteriak lalu memaki Justine karena ketelanjangan dirinya diranjang yang sama dengan Justine. Sejujurnya, dia lebih ingin memaki dirinya sendiri yang lagi-lagi jatuh pada pesona seorang Justine Darmawan. Jika bukan karena rasa cintanya yang masih besar, ia mungkin akan menendang Justine agat terjatuh dari atas tubuhnya. Tapi, lagi-lagi hatinya berkhianat padanya. Mata berkabut itu nyatanya bisa menghipnotisnya hingga menggetarkan hatinya yang seharusnya mendendam. "Sayang, jangan gerak dulu dalem perut. Mama mau ke kamar mandi dul.." "Aaaa." teriak Clara saat merasakan kakinya tidak lagi berpijak pada lantai kamarnya,. "Bangunin gue-kan bisa kalau mau ke kamar mandi." dengus Justine, "Gue nggak mau anak kita kenapa-kenapa, lagian dia ngapain sih di dalem nendang mulu." Plakk... Sial! Cuma dia yang berani nabok muka gue, Vale aja nggak berani kalau nggak saking emosinya. "Mana gue tahu, kalau gue tahu gue udah kasih tahu anak lo biar nggak banyak gerak di dalem." entah mengapa ucapan Clara membuat senyuman dibibir Justine terbit. Anak lo, jika Justine tidak salah dengar. Itu berarti secara tidak sadar Clara mengakui bahwa anak yang dikandungnya adalah anaknya. "Kalau ada apa-apa, teriak aja gue ada di luar." kata Justine mendudukan Clara di atas closet yang tertutup. "Gue pasti udah gila karena liat dia senyum." ujar Clara menggelengkan kepalanya, "whaaatttt, tadi dia telanjang." pekik Clara karena baru sadar Justine mengangkat tubuhnya saat laki-laki itu masih benar-benar telanjang bulat. Justine terkekeh sembari bersandar di depan pintu kamar mandi. Ia melirik bagian bawah tubuhnya, "ah, gue kirain lo nggak fungsi, ternyata lo masih dasyat. Cuman maunya sama si clorophil doang ternyata. Rewel lo ah, dulu juga enggak milih-milih." ujar Justine membelai miliknya yang setengah bangun. "Justiiiineeeeee." teriak Clara memanggil Justine. Laki-laki itu pasti berbohong, nyatanya sudah dua menit Clara memanggil nama laki-laki itu, batang hidungnya saja tidak nampak. "Jussss..." Brakk.... "Kenapa-kenapa?" tanya Justine panik menyentak keras pintu kamar mandi. Clara bukannya kaget, wanita itu justru menunduk malu mengingat Justine hanya mengenakan celana boksernya. Di beberapa bagian tubuh laki-laki banyak sekali tanda kemerahan. Masa gue sebuas itu, ini yang nasfu siapa sih sebenernya, desah Clara dalam hati merutuki dirinya tadi pagi. "Lo kenapa? Mana yang sakit?" tanya Justune berjongkok di depan perut Clara. "Nggak ada!" ujar Clara sewot menutupi rasa malunya, "angkat cepetan, kaki gue sakit." ujar Clara sembari merentangkan tangannya. "Iya, iya. Sorry ya." kata Justine meminta maaf sembari menggendong tubuh Clara. Jika bukan karena kebuasan dirinya tadi pagi, mungkin kaki Clara tidak akan sakit seperti saat ini. Justine merebahkan tubuh Clara diranjang. Dengan pelan ia duduk disamping kaki Clara, "Gue pijitin mau? Biar kaki lo nggak sakit lagi." Clara menghembuskan nafasnya sebelum menjawab pertanyaan Justine yang sebenarnya tidak perlu dijawab itu. Karena nyatanya tangan laki-laki itu sudah berada di kakinya dengan pijatan kecilnya, "Hemm.." jawab Clara. Sialan, kenapa kaya gue yang ngejar-ngejar si Clara sekarang!
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN