19

791 Kata
Clara menutup novel yang ia baca kala pintu kamar wanita itu terbuka. Di sana Clara bisa melihat Justine dengan satu gelas s**u yang dapat ia pastikan adalah s**u hamil miliknya. Susu hamil? Mengernyitkan kening, Clara berpikir apa yang membuat Justine bertingkah tidak wajar. Sungguh diluar kewarasan laki-laki itu. Jadi untuk menghadapi semua ini lebih baik Clara menjadi satu-satunya manusia terwaras dengan menutupi seluruh tubuh dengan selimut. Clara harus menghindari Justine yang gila agar tak tertular. Kasihan kan anaknya kalau punya dua orang tua yang sama-sama gila. "Cla." Justine berlari kecil menghampiri Clara, disingkapnya selimut yang menutupi wajah Clara, "eh.. Eh! Kata Mami minum s**u dulu, baru tidur, Cla." ujar Justine memberi tahu sang istri apa yang maminya katakan. Demi bumi yang sepertinya akan gonjang-ganjing, ini beneran Justine? Atau seseorang yang menyerupai Justine? Atau saudara kembar Justine?! Kemana laki-laki yang biasanya berurat pendek jika itu menyangkut semua hal tentang Clara? "Ayolah Cla, diminum! Kata Mami nggak baik lewatin nutrisi buat anak kita. Nanti dia bisa kenapa-napa, Cla." pinta Justine. "Mami Shella yang suruh?" tanya Clara yang di angguki oleh Justine. Clara mengangguk sebelum kembali mengambil posisi duduk bersandarkan kepala ranjang. "Mana?!" pintanya pada Justine. "Apaan yang mana?" "Susunya mana? Apa kamu aja sana yang minum." ketus, Clara membuat Justine buru-buru menyerahkan gelas ditangannya. "Cla, gue mau nanya, Lo udah sejauh mana sama Ax.." "Mantan pacar SMA!" Sialan! Gue belom selesai nanya, dia udah nyamber kaya geledek. Aslinya nyebelin kaya gini nih anak ternyata. Kalau mantan-mantanan sih gue juga tahu. Bukan gosip lagi itu mah! Justine pura-pura menganggukkan kepala tanda ia mengerti hubungan ke dua manusia itu. "Keluarganya lo dek.." "Deket bang..." "Heh! Gue belom selesai nanya, jangan lo potong terus." Clara sempat terlonjak kaget saat mendengar tingginya nada suara yang Justine lontarkan. Clara jadi menyesal berbaik-baik pada Justine. Kan, apa Clara bilang. Justine pasti cuman pura-pura aja. Aslinya keluar juga! "Habisin s**u lo, gue mau keluar. Jangan turun ke bawah, cukup telepon pembantu kalau butuh sesuatu." kata Justine. Justine menatap perut besar Clara, ia ingin menyentuh perut buncit itu, menciumnya sekilas sebelum pergi, berharap disana makhluk bernyawa itu akan bekerja sama untuk tidak membuat ulah kala dirinya pergi. "Just." pekik Clara saat Justine membelai perutnya. Laki-laki itu bahkan mengecup sekilas perutnya dari luar pakaian, "Jangan nakal, Papah nggak lama." entah mengapa perkataan Justine itu seperti sebuah pesan pada anak mereka. "Gue mau pergi ketemu Miranda, lo jangan nakal. Turutin kata-kata gue. Sebelum jam dua belas gue udah balik." pamit Justine lalu melangkahkan kaki hendak meninggalkan kamar. "Gue nggak perduli, nggak balik lebih baik." desis Clara meletakkan gelas kosongnya ke atas nakas samping ranjang. Gerakan tangan Justine di handle pintu tiba-tiba saja terhenti mendengar dinginnya suara Clara. Justine seperti merasa sedang diguyur air lelehan salju. "Gue nggak jadi pergi." ujar Justine membalikkan tubuhnya lalu kembali berjalan ke arah ranjang saat melihat air mata Clara. Clara tentu saja cepat-cepat menghapus air mata sialan itu. "Pergi aja, gue nggak butuh lo!" "Tapi gue butuh, Miranda bisa ngerti tenang aja." kata Justine ikut berebahkan dirinya. Meski menyakitkan, Clara tetap mengangguk. Kali ini dia tidak akan menampakkan kelemahannya di depan Justine Darmawan. Terserah kata pemujaan seperti apa yang akan mulut laki-laki itu ucapkan untuk kekasihnya. Clara tak mau perduli. "Nggak usah pegang-pegang gue." amuk Clara saat Justine merapatkan tubuh mereka. "Gue nggak deketin lo, gue deketin anak gue." ujar Justine setengah berbisik. "Anak gue, tolong lo koreksi. Ini anak gue." "Gue yang buat, nggak ada gue dia nggak ada." ingin marah, namun tentu saja Justine menahan amarahnya. Demi anaknya kelak. Setidaknya, hanya demi sang anak dia ingin berdamai dengan wanita disampingnya ini. "Lo sam Mir..." "FWB." Clara memutar bola matanya. Balas dendam, eh? "Gue bisa berhenti sama Miranda asal lo.." Justine menggantungkan kata-katanya, bibir laki-laki itu tertarik membuat sebuah seringai. Tangan yang tadi diam kini bahkan sudah melingkari perut Clara, membuat Clara menggeliat risih. "Gue nggak minat." jawab Clara mengerti dengan apa yang akan Justine katakan selanjutnya. "Oke.. Kalau gitu, biarin gue puas dulu sama Miranda." "Mari bercerai." Justine menegang mendengar suara mantap Clara yang berada dipelukannya. Seakan, kata itu memang kata yang telah Clara siapkan dengan berbagai macam perencaan yang matang. "Ceraiin gue. Silahkan main dengan Miranda dan Miranda-Miranda lainnya, karena gue nggak bisa berada satu ranjang sama laki-laki yang tidur sama cewek lain." "Munaf.." "Sejauh ini setidaknya gue cuman pernah dipaksa sama satu laki-laki dan sejauh yang gue tahu, gue nggak pernah menyerahkan tubuh gue buat laki-laki manapun." Clara melepaskan lengan Justine diperutnya, menatap Justine dengan tatapan memohon, berharap laki-laki itu akan setuju dengan usulnya kali ini, "mari bercerai, aku ingin hidup bebas justine. Status ini memberatkanku." to be continued...
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN