Clara terus memegangi perut, tempat dimana ia terluka. Gadis itu meringis, menahan sakit dan perih secara bersamaan. Sebisa mungkin Clara mencoba menutupi darah yang kembali keluar membasahi baju rumah sakitnya dari pandangan Axel.
"Lo yakin nggak balik ke rumah sakit aja?" tanya Axel, "Gue puter balik aja ya Cla." ujar Axel khawatir pada gadis pucat yang duduk disebelahnya saat ini.
"Jangan!" pekik Clara melepaskan telapak tangan ram reflek memegang lengan Axel yang jarinya-jarinya berada di atas roda kemudi.
"Cla lo berdarah." panik Axel melihat noda darah di lengannya, "kita balik aja." putus Axel. Ia tidak akan mau mengambil resiko apapun terlebih itu berhubungan dengan diri Clara.
"Please, jangan! Kasihan Justine Xel." mohon Clara dengan mata berkaca-kaca.
'Xel, Cla?' miris Axel dalam hati ketika nama panggilan yang tersemat untuk dirinya kembali berubah.
Berlainan dengan pikiran Axel, Clara terlanjut khawatir pada citra diri laki-laki yang ia cintai. Mengingat Justine berasal dari keluarga kaya, pikiran Clara melayang pada betapa tersiksanya Justine berada di kantor polisi. Apalagi saat menatap jam di layar LCD mobil Axel mulai menunjukan pukul empat sore. Itu berarti dari semalam sosok yang ia cintai berada jauh dari istana mewahnya. Rasa bersalah menusuk relung hati Clara.
"Kasihan Justine. Gue nggak-papa. Please!" pinta Clara membuat Axel bungkam. Axel jelas akan kalah beradu argumen jika itu menyangkut Justine.
"Cla, lo sama Jordan..." hati-hati Axel menanyakan hal sensitif pada Clara. Sebagai seseorang yang mengenal Clara sejak lama, Axel tak ingin gadis yang saat ini tengah terluka karena sahabatnya itu kembali merasakan sakit lain. Terlebih jika itu karena masa lalu.
"Papa yang minta. Gue.."
"Jordan, gue nggak setuju Cla.", sela Axel memotong ucapan Clara, "Cla, gue nggak tahu apa yang akan dilakuin Om ke gue kalau dia tahu gue bawa putrinya dalam keadaan sekarat gini. Tapi.."
"Please, Ax. Cukup bawa gue ke Justine. Setelah itu gue janji, gue janji ke lo, Clara yang lo kenal akan balik lagi ke hadapan mata lo."
Axel menghembuskan nafasnya. Berdebat dengan Clara tidak akan pernah menemukan ujung yang menyenangkan di akhir pertengkara. Ia tak apa jika harus mengalah demi gadis disampingnya ini. Axel rela.
"Biar tangan gue... Kali ini biarin tangan gue yang pegang luka ditubuh lo. Luka hati lo, gue nggak bisa pegang Cla." ujar Axel mengulurkan tangannya memegangi bagian dimana noda darah tercetak jelas dibaju Clara.
"Ax.." lirih Clara tak mampu menahan lagi air matanya.
"Ya, gue disini, Cla. Jangan terlalu banyak bicara karena itu akan buat gue semakin gila."
*
"Pak, Saya korbannya. Tapi Saya sendiri juga pelakunya." eram Clara pada penyidik yang menangani kasus pelaoran Justine. Lelaki tua berseragam Kepolisian Indonesi itu begitu memuakkan. Pasalnya sudah setengah jam Clara berbicara, urat-urat dilehernya nampak begitu jelas karena menahan geram tapi tetap aja ia tak digubris.
Sebenarnya harus berapa kali Clara jelaskan, bahwa Justine tidak bersalah. Dirinya sendirilah yang telah menusuk perut. Kemana juga hilangnya barang bukti yang bisa melepaskan Justine dari tuduhan.
"Maaf Mbak, tapi para saksi ditempat kejadian mengatakan hal lain."
Itu mulu dari tadi, sialan, umpat Clara dalam hati karena kesal.
"Mbak Clara!" Clara menghembuskan nafas lega saat Prawoto; Pengacara keluarganya datang.
"Pak Prawoto, tolong tarik tuntutan Justine. Saya yang akan bicara hal ini pada Papa Saya." pinta Clara. Prawoto menatap Clara dengan pandangan tidak percaya, bagaimana bisa anak dari kliennya itu menarik tuntutan yang jelas-jelas akan merugikan dirinya sendiri.
"Tapi, Mbak. Apa tidak sebaiknya menunggu Papah Mbak Clara memberi perintah terlebih dahulu, Mas Ax?" sapa Prawoto pada Axel yang ditanggapi dengan segaris senyum.
"Lama Pak, terlalu lama. Saya tidak bisa menungu lagi." perintah Clara yang bangkit dari duduknya, ia tidak mau ada sanggahan lain yang berujung pada penolakan dari keinginannya
"Baik Mbak. Saya akan menarik sesuai permintaan Mbak Clara."
"Claaaaa! Stop! Diem ditempat lo! Lo udah janji setelah urusan Justine kelar, lo akan balik Cla!" teriak Axel. Tahu emosinya justru akan memperkeruh, Axel kembali berteriak, "kenapa gue selalu kurang dimata lo Cla?! Kenapa?!" setelahnya Axel pergi begitu saja.
Satu masalah sudah terselesaikan. Hanya tinggal Justine. Laki-laki itu pasti semakin membencinya setelah kejadian ini. Kenapa dia tidak mati saja. Kenapa luka ditubuhnya harus tidak serius. Clara tidak akan sanggup lagi menerima kebencian yang lebih dalam dari Justine. Tidak akan pernah bisa meski cintanya sangatlah besaruntuk laki-laki itu.
Dan Axel..
Bagaimana Clara menjawab pertanyaan laki-laki itu sebelum laki-laki itu meninggalkan dirinya dengan teriakan amarah yang kental tadi.
"Ax..." lirih, Clara memejamkan matanya mengingat pertanyaan Axel.
"Ax.."
'Sorry...'
to be continued...