"Huft..." menghembuskan nafas, Clara coba untuk menenangkan pikiran. Axel dan jordan, dua lelaki itu memang tak akan pernah lepas dari kehidupan Clara. Mereka memiliki catatan tersendiri dalam buku sejarah yang tak mungkin bisa gadis itu hilangkan.
"Justine..", satu nama yang akhirnya keluar dari bibir Clara membuat ia kembali ingat tujuan dari kedatangannya ke kantor polisi. Dengan tertatih Clara melangkahkan kaki menuju sel Justine.
Sel?! Demi Tuhan, laki-laki yang dicintainya itu bermalam dibalik jeruji besi sedangkan ia yang berulah justru tidur nyenyak diranjang rumah sakit. Betapa bodohdirinya menyebabkan Justine merasakan hal yang menyedihkan ini.
"Justine." lirih Clara saat melihat Justine yang terduduk bersandarkan tempok penjara. Ia tak perduli dengan rasa sakit akibat darah yang kembali merembes keluar dari lukanya.
"Justine...", panggil Clara membuat Justine mengadahkan kepala menatap gadis itu dengan tatapan tak bersahabat yang sukses membuat hati Clara teriris.
"Just, ka.."
"Ngapain lo di sini, hah!?", bentak Justine memotong ucapan Clara, "PERGI!", usirnya dengan nada tinggi.
Clara tidak bisa lagi menahan tangis. Ia sadar telah bersalah, tapi haruskah Justine sekeras ini?
"Just, Just, aku bakal bebasin kamu. Jangan kayak gini." Clara menggelengkan kepalanya berulang kali. Jari-jari gadis itu menggenggam erat jeruji besi yang memisahkannya dengan Justine.
"Emang harusnya lo keluarin gue, t***l!"
"Aku emang t***l Just, aku emang t***l. Kamu bener. Maafin aku Just, maaf." isak Clara tergugu akibat rasa bersalahnya pada Justine.
Justine terkekeh seraya bangkit dari lantai, berjalan mendekati Clara, "Gue benci sama lo, banget!" kepala Clara kembali menggeleng, "Enggak Just, lo nggak boleh benci gue. Gue Sayang sama lo. Gue cinta sama lo Just." lirih Clara dengan air mata yang mengalir.
"Cih, gue nggak sudi sama lo." jawab Justine tajam, "beliin gue kacang, gue pengen kacang. Kacang kulit." Clara mengangguk cepat. Wanita itu harus mendapatkan apa yang Justine inginkan saat ini. Ia tak mau Jutine semakin membenci dirinya.
"Kacang ya, oke! Oke.. Kacang." ujar Clara mengulang permintaan Justine. Kakinya melangkah cepat sembari menahan sakit diperut. Dia harus membelikan pesanan Justine, meski darah dalam tubuhnya habis menetes.
"Bodoh!"
*
"Just.. Hiks, maafin aku. Please!"
"Ak.. Aku.. Aku Sayang sama kamu, please maafin aku."
Michell; Papi Justine, ternganga saat gadis yang katanya korban dari penusukan anaknya itu justru menangis dengan luka yang masih mengeluarkan darah diperut. Mana nangisnya di depan jeruji besi lagi.
Sebenarnya Michell kesal. Jemarinya mengepal saat melihat Justine dengan santai memakan kacang kulit, menghiraukan permohonan pilu seorang gadis. Apalagi anak perempuan itu tengah terluka.
"Just..." panggil Michell.
"Papi, udah pulang?! Pi, Jus digigitin nyamuk." adu Justine, masih enggan menganggap keberadaan Clara yang menyedihkan.
"Pi, Oma udah tahu?"
"Udah, katanya kamu disuruh pulang." desah Michell mengingat titah sang Mamah di rumah.
"Masa Pi?! Yaudah pulang Pi. Just bentol-bentol."
"Huaaaa Justine." isak Clara tambah kencang. Clara menyembunyikan rasa sakitnya di depan Papi Justine. Dia harus kuat, batinnya.
Michell melirik gadis yang kini ada disampingnya. Kok justru tambah kejer nangis Nggak ngilu apa ya, perutnya aja merembes gitu darahnya.
"Kamu pucet, ke rumah sakit aja. Saya biayain nanti." kata Michell enteng.
Clara menggelengkan kepala, "nggak mau Om, Justine enggak tengokin Saya kalau Saya dirumah sakit."
Saya harus mendapatkan maaf Justine Om.
"Lah, kamu sableng apa si Wironya? Gimana anak saya mau jengukin. Anak Saya aja ditahan." kesal Michell. Kok ada ya korban kaya begini. Belum lagi tadi katanya, itu cewek nangis-nangis minta Justine dikeluarin dari sel. Ada korban kok begini? Kasihan sekali gadis itu, batin Michell. Anaknya memang keterlaluan!
"Om, tolong Om. Saya mau Justine nikahin Saya."
"Nggak usah di denger Pi. Cewek gila!" sahut Justine mendelik tajam ke arah Clara.
"Lah, iya gila! Sabar ya seminggu lagi kamu keluar." mata Justine beralih menatap Michell. "Apaaaaaa? Nggak ada yang lebih lama lagi Pi?! Justine nggak tusuk dia, dia tusuk dirinya sendiri loh. Lagian tadi dia udah buat kesaksian Pi ke petugas. Justine udah semaleman ini, pengen berendem sama bola-bola ajaib penuh busa." gerutu Justine.
Aku pengen kamu maafin aku Just, maafin aku.
"Harusnya sih malem ini keluar, cuman Papi minta dipanjangin dikit. Biar kamu mikir pake otak, nggak pake pantat." ujar Michell enteng membuat tubuh Justine terhuyung kebelakang.
"Kamu! Ngapain alay, jangan nangis lagi." sentak Michell. Sakit kupingnya denger orang nangis mulu dari kemarin malem. Istrinya, Mamahnya, ketambahan Icha yang katanya ponakan kesayangan, perasaan dulu muda dia enggak disayang.
"Om, Saya bisa kok cuci baju, cuci piring. Saya udah latihan. Jadiin Saya mantu ya Om."
Ini cewek gila mana lagi ini, batin Michell. Dari pada menjadikan gadis tersebut menantu, saat ini Michell lebih ingin menggendong paksa gadis itu dan membawanya ke rumah sakit terdekat agar darah diperutnya berhenti mengalir.
"Kamu dihamilin anak Saya?" Clara menggeleng cepat.
"Saya masih perawan ting-ting Om, enggak janda kaya Ayu Ting-Ting." sebetulnya Clara ingin sekali beranjak dari tempatnya. 'Sebentar lagi, sebentar lagi,', rapalnya dalam hati.
"Astaga." desah Michell. Sekali aja yang naksir anaknya otaknya bener. Nggak bisa apa?
"Kamu daftar ART Saya aja, rencana Saya mau buatin Justine adek. Sapa tahu istri Saya mau nerima kamu." ujar Michell. Justine menepuk jidatnya. Kalau begini kapan dia keluarnya. Justine sudah muak melihat wajah Clara.
"Om, Saya daftar jadi mantu Om."
"Pi, jangan ikutan gila. Justine enggak kuat!" Apalagi kalau liat muka dia terlalu lama Pi, rasanya Justine pengen bunuh aja!
"Kamu anak siapa?" tanya Michell.
"Mama Papa Saya Om."
"Astaga, Saya suka gaya kamu. Kirim CV ke kantor Saya ya." ujar Michell.
"Paaaaaapiiiiiiii!" jerit Justine frustasi.
Tahan Clara, tahan sebentar lagi. Jangan disini.
"Om, Saya permisi." akhirnya Clara menyerah. Tidak mungkin dia kehilangan kesadarannya di hadapan Justine dan Papinya. Jangan, jangan sampai!
"Kamu tunggu sini, Papi siapin berkasnya."
Mata Michell membulat saat gadis yang namanya saja belum ia ketahui berjalan tertatih hingga akhirnya lunglai dan terjatuh di atas lantai.
"Om." lirih Clara sebelum menutup matanya di pangkuan Michell.
"Saya janji akan menjadikan kamu menantu dikeluarga Saya." ujar Michell, sebelum ke dua netranya menangkap sosok sahabat sang putra.
"Axel.."
"Berikan Clara pada Axel Om. Axel akan membawa Clara pulang ke tempatnya." ucap Axel sembari menatap sendu Clara yang tak sadarkan diri. Sedari tadi ia terus bersama Clara, menyembunyikan dirinya sendiri agar gadis itu tak tahu jika Axel tetap menjaga, meski dari jauh.
To be continued....