9

1062 Kata
Seminggu berlalu setelah kelabu itu datang dalam kehidupan Clara. Kejadiaan naas yang terjadi antara dirinya dan Justine tentu saja menjadi hal paling mengerikan bagi Clara. Menjadi momok menakutkan disetiap Clara membuka mata pada pagi harinya, karena adegan itu terus saja berputar seakan menarik ia kembali merasakan sakit tak terperi akibat perlakuan keji Justine. Clara sejujurnya tak pernah setuju dengan permintaan Michell Darmawan untuk membuat konferensi pers dan aksi meminta pertanggungjawaban yang harus Papahnya lalukan waktu itu. Andai dia tidak menuruti kesepakatan dua laki-laki dewasa itu, mungkin kejadiannya tak akan seperti sekarang ini. Salahnya memang terlalu mencintai Justine hingga menjadi buta. "Sayang, mengenai kamu dan Justine Darmawan, apa ini yang kamu inginkan?" tanya sang papah. Clara menghentikan sendok lalu meletakkan kembali ke atas piring. Selera makannya tiba-tiba saja lenyap saat sang papa membahas mengenai laki-laki itu. "Papah mau kan, batalin pernikahan itu?! Lagipula untuk apa papah menyetujui permainan konyol Papi Justine? Papah bukan orang yang suka diperintah, kenapa papa mau?" Clara menundukkan kepala. Satu hal yang baru ia sadari, papahnya juga bahkan merendahkan diri hanya untuk kebahagiannya. "Karena kamu. Apapun mau kamu, Sayang, Papah pasti akan lakukan. Kamu satu-satunya milik Papah. Apapun yang kamu mau, pasti Papah akan turuti. Kamu mau papa memutuskan pertunangan kamu seperti keluarga Jordan kemarin? Oke, papah akan lepaskan Justine Darmawan. Janji sama papah, setelah ini Claranya Papah harus kembali. Papah merindukan anak Papah yang ceria." Clara meremas ujung dresnya. Andai sangpapah tahu, laki-laki itu pasti akan mendapatkan hukuman yang setimpal atas apa yang telah ia perbuat kemarin. Clara menggelengkan kepala. Papahnya tidak boleh tahu, ia tidak akan rela melihat air mata sang papah mengalir karena kejadian buruk yang menimpa dirinya. "Kamu kenapa, Sayang? Sakit?" "Enggak Pah. Clara udah telat. Clara berangkat ya Pah." pamit Clara pada sang Papah. Jika dulu Clara selalu berangkat dengan Pak Unang menggunakan mobil keluarga, mulai hari ini akan berbeda. Ia akan kembali pada dirinya yang dulu, wanita baru, berbeda jauh dari sebelum ia pertama kali menginjakkan kaki di kampus terkutuk itu. Ah, wanita- pikir Clara. Tentu saja, dirinya bukan lagi gadis setelah malam kelam itu. "Mbak, Clara." Clara membalikkan tubuh saat salah seorang asisten rumah tangga memanggil namanya, "gimana, Mbak?" tanya, Clara ramah. "Kunci mobilnya Mbak Clara." "Ah- Iya. Makasih ya Mbak." ucap Clara menerima uluran kunci mobil miliknya. Jika dulu saat sekolah menengah Clara selalu menjadi pusat perhatian, kali ini ia akan mengembalikkan hal itu. Harga dirinya yang terinjak karena cinta, Clara ingin mengembalikkan itu ketempat semula. Sang Mamah juga pasti akan berduka jika melihat dirinya menjadi bodoh hanya karena seorang laki-laki. Terlebih laki-laki itu sama sekali tidak pantas mendapatkan cintanya. "Weh, weh.. Weh.. Itu punya siapa? Gue baru liat." Justine yang mendengar Vero heboh sendiri mengalihkan matanya pada mobil sport yang melewati mereka. "Gue juga baru liat." ujar Justine tertarik pada mobil tersebut. Sedangkan Axel tersenyum saat mobil berwarna kuning itu melewati mobilnya yang dijadikan tempat duduk Axel dan Vero. 'Claraku, kembali,' batin Axel. "Punya mahasiswa baru kali Just." "Wedeh, kalau ganteng bisa kali kita tarik ikutan kita." kekeh justine, "Xel, mau ke mana?" tanya Justine saat melihat Axel justru berjalan ke arah mobil yang sedang mereka bicarakan. "Kenal kali Abang gue. Keren ya kuning, mau gue ganti ah. Bosen gue warna merah." kata Vero yang mendapatkan toyoran keras dari Justine di kepalanya. Mata Justine dan Vero terbelalak saat melihat pemilik mobil sport itu turun. Mereka pikir pengemudi mobil berkecepatan tinggi itu berjenis kelamin laki-laki, ternyata dugaan mereka salah. Salah sekali! "Si Clara." pekik Vero langsung bangkit dari duduknya. "Kok dia beda?" tanya Vero heran. Justine hanya memandang datar Clara dengan penampilan barunya itu. Mengabaikan decakan kekaguman yang Vero berikan pada sosok yang baginya tetap saja menjijikan. "Mi Amor." sapa Axel langsung melingkarkan lengan dipinggang Clara. Laki-laki itu tak lupa memberikan kecupan di dahi Clara, sebagai tanda bahwa apa yang dikatakan bebeberapa lalu dirumahnya bukanlah sebuah kalimat tanpa tindakan. "Ax.. Jangan begini." risih, Clara mencoba melepaskan tangan Axel yang melingkar. "Why? Kamu nggak lupa kan Cla?! Sekarang aku akan kembali berjuang. Aku akan jadi segala hal dalam hidup kamu. Termasuk jagain kamu dari laki-laki b******k itu." ujar Axel semakin mengeratkan lengannya ditubuh Clara. "Ax.. Nggak gini caranya. Aku males ribut sama pacar kamu. Awas, nanti Adriana liat, Ax..." usir Clara. "Aku sudah putus, Cla. Jadi biasakan dengan ini semua. Cobalah membuka hati untukku, seperti keinginan Martin." Tubuh Clara menegang saat Axel menyebutkan nama laki-laki yang sanggup membuat nyawanya menghilang selama tiga bulan lamanya. "Sorry, Cla. Aku hanya menjalankan amanat Martin untuk menjaga kamu." Axel membawa tubuh Clara ke dalam pelukkannya, megecup kening Clara berulang kali, memberikan penguatan atas rasa sakit yang mungkin saja masih Clara rasakan setelah kepergian mendadak Martin dulu. "Jadilah Clara Dirgantara yang dulu. Please, jadilah angel ku yang dulu. Bawa kembali dia dalam tubuh kamu.." Plakk... Clara memegangi bagian tubuhnya yang terasa panas karena seseorang mendaratkan tamparan di pipi wanita itu. Sedangkan Axel mengeraskan rahang saat melihat siapa yang berani menampar wajah Clara. Axel tidak akan membiarkan Clara kembali disakiti, cukup selama ini dia berdiam diri melihat wanita yang ia cintai diperlakukan secara tak manusiawi. "Jadi ini yang buat kamu mutusin aku?" tanya Adriana. Wanita itu memberikan tatapan tajamnya pada Clara yang saat ini berdiri tepat disamping tubuh Axel. "Adri.." geram Axel marah. "Ax.. Please, go away." lirih Clara. Axel menggelengkan kepala, "nggak, dimanapun kamu, aku akan berdiri tepat disamping kamu, Cla." "Cih... Drama murahan. Sekali jalang tetap jalang." dengus Justine. Clara memejamkan mata saat Justine justru ikut memanasi keadaan yang sudah panas. "Ayo Dri, gue pastiin kalau Axel pasti balik ke lo setelah tahu kalau cewe disampingnya ini jalang. Gue yang akan bawa kewarasan Axel balik." Justine menarik lengan Adriana, membawa wanita itu meninggalkan Clara dan Axel yang sama-sama mengeraskan rahang karena ucapan Justine. "Lo akan nyesel, Just. Lo akan nyesel karena beraninya nyebut wanita yang gue cintai sebagai Jalang. Gue pastiin lo akan nangis darah saat Clara udah nggak butuh lo lagi." teriak Axel murka. Vero terperangah kala melihat perbedaan yang cukup kentara dalam diri kakak sepupunya. Ia sama sekali belum pernah melihat sosok Axel yang seperti ini. Apakah ini alasan kenapa beberapa hari lalu dua laki-laki itu saling beradu argumen, bahkan beradu kepalan tangan? "Vero nggak habis thinking ya Allah.. Enggak habis-habis thinking nya." to be continued.....
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN