14

896 Kata
"Saya terima nikahnya Clara Dirgantara binti Darian Dirgantara dengan mas kawin tersebut dibayar, tunai." "Ulangi, Mas! Jangan lemah gitu nadanya, harus mantap. Sekali lagi, ya!" Pinta penghulu membuat Justine dalam hati mengeram marah, tapi kepalanya mengangguk meski malas. Mengiyakan apa yang penghulu di depannya mau. Jujur saja, Justine muak. Jalan satu-satunya ya hanya patuh tanpa banyak protes. "Justine Darmawan saya nikahkan engkau...." Justine mengeratkan jabatan tangannya, ia tidak perduli apakah jari-jari itu akan remuk atau tidak. Justine hanya menginginkan prosesi ini cepat selesai dan terbebas dari keterpuraan. "Saya terima nikahnya Clara Dirgantara binti Darian Dirgantara dengan mas kawin tersebut dibayar, Tunai." ucapan lantang Justine itu dibalas dengan satu kalimat pertanyaan yang disusul dengan pernyataan setelahnya. "Sah?" "Sah." "Alhamdulillah, sah!" Darian tersenyum melihat Clara yang menatap dirinya cemas. Putrinya itu duduk di atas kursi roda dengan kedua mata memerah menahan tangis. "Papa." lirih Clara membuat, Michell Darmawan mendorong kursi roda Clara ke samping ranjang dimana Darian terbaring. Darian menangis dalam senyumnya, tangan laki-laki itu menggenggam erat jemari sang putri. Satu-satunya alasan yang membuatnya tak mengakhiri hidup setelah kepergian wanita yang sangat ia cintai. "Cla Sayang, jadilah wanita yang kuat seperti Mamah, Papa sangat mencintai kamu Sayang. Kamu harus bahagia apapun caranya ya. Jangan biarkan siapapun menyakiti kamu. Papa sudah menyiapkan semua hal untuk kamu dan cucu Papa nanti. Tolong sampaikan padanya, bahwa Opa sangat mencintai dia meski tak pernah bertemu sekalipun, Nak.." lirih Darian membuat air mata Clara terus saja menetes. Clara menggelengkan kepala berulang kali. Rasa takut saat kehilangan sang Mama, kembali hadir menyergap pada sosok yang berbeda. Harta satu-satunya dalam hidup, laki-laki yang paling dicintainya. Clara tidak akan sanggup jika harus kehilangan sang Papah. "Michell." Darian mengangkat tangannya ke udara, memanggil sang besan untuk mendekat ke tubuhnya yang semakin terasa lemah. Darian tahu, masanya akan tiba. Untuk itu ia harus menitipkan satu-satunya permatanya pada sosok yang tepat. "Aku melihatmu dari atas, tolong tepati janjimu. Clara satu-satunya milikku. Tolong jaga dia, dan lindungi dia. Aku memohon padamu Michell." mendengar suara Papanya yang mulai terbata, Clara semakin terisak. Hatinya terus merapalkan doa, meminta Izrail tidak datang mendekat. Terlebih melaksanakan tugasnya. "Aku pasti akan menepati semua janjiku padamu Mas. Aku akan menjadikan dia anak perempuanku, sama seperti kamu merawat dan melindunginya selama ini." Darian menganggukkan kepala lemah. Tatapnnya kembali kepada sang putri yang terus saja menangis. Tangannya mengusap air mata Clara, "Papa mencintaimu Sayang. Sangat! Hiduplah dengan bahagia. Papa sangat mencintamu." suara itu semakin melemah membuat Clara menjerit saat mata sang Papa tertutup. Tangan yang tadi menghapus air matanya terkulai lemas tak berdaya, jatuh begitu saja ke atas brankar. "Papah." teriak Clara saat melihat wajah sang Papa semakin memucat. "Papaaaah! Papaaah." Shella memeluk tubuh menantunya yang tengah hamil. Kondisi Clara begitu lemah di atas kursi roda. Sedangkan Justine memilih untuk bermain games diponsel, tak tertarik dengan sajian bodoh yang sekarang sedang berlangsung. "Papah, Papah! Papah bangun, Papah." "Papah jangan tinggalin Clara, Pah.. Papah!" jerit itu semakin pilu melihat tangan-tangan Clara mencoba menggapai tubuh kaku Darian. Lelaki hebat itu telah berpulang setelah melihat kehancuran sang putri. Lelaki itu tak lagi mampu melawan takdirnya, hingga meninggalkan ruang hampa dihati gadis kecil yang selalu ia jaga sepenuh hati. "Papah... Papah janji akan hidup.. Papah janji buat jaga , Cla. Papah, ayo bangun. Cla sendirian di dunia ini. Papah, Cla sakit. Ayo obatin Cla, Papah. Papaaa..." "Sttt, Sayang, ada Mami di sini,Nak. Ada Mami Clara, ada Papi Mich di sini. Jangan nangis Sayang, kasihan anak kamu." "Papah!" lirih Clara menggapai jemari sang Papa yang terkulai, "Papah." Brakkk... pintu terbuka menampilkan sosok Axel dengan nafas terengahnya. Axel menatap sendu wanita yang kini menangis di samping ranjang calon mertuanya. Kakinya melangkah lemas ke arah Clara yang terduduk di kursi roda. "Mi Amor.." "Ax.." tangis Clara kembali pecah saat melihat sosok Axel. Sedangkan Justine mendengus, menatap malas pada pemeran sampah yang kini sedang berakting di hadapannya. "Ax.. Papah.." "Sssttt.. Ada aku Cla, ada aku." ucap Axel membawa kepala Clara ke dadanya. Justine yang melihat itu jelas terkekeh. Pasangan menjijikan itu kenapa tak bersatu saja, kenapa harus dirinya yang menikahi jalang macam Clara, kenapa bukan Axel si penjahat wanita yang mampu membuat Adriana hampir bunuh diri karena ditinggalkan hanya demi seorang jalang. "Om, bisakah saya membawa Clara?" tanya Axel. "Axel, Clara adalah istri Justine. Om harap kamu bisa menerima itu." Axel mengepalkan tangannya. Benarkah itu? Benarkah ia telah kalah dalam pertarungan memperebutkan Clara? Kenapa Clara harus hamil anak Justine? Kenapa perjanjian itu harus ada dan disetujui oleh ke dua orang tuanya hanya karena ingin menjaga kekerabatan belaka? Axel menggelengkan kepala. Ia memeluk erat tubuh Clara meski harus membungkukkan tubuh, "Aku nggak perduli kamu istri Justine. Kalau Justine nyakitin kamu, aku satu-satunya laki-laki yang akan merampas kamu dari dia. Please, jangan menangis Cla. Demi anak dalam kandungan kamu.." bisik Axel. Ia kalah pada takdir. Cintanya kalah pada ketentuan langit. Meski begitu Axel tak akan pernah menyerah. Sekalipun, neraka harus kacau balau karena keinginannya untuk terus bersama istri orang lain. Te amaré, siempre! ujar Axel dalam hati. Air mata Axel jatuh tak terbendung. Saya janji Om, saya adalah orang pertama yang akan merebut Clara dari sahabat saya jika laki-laki itu menyakiti permata kita. Janji Axel sembari menatap tubuh Damian yang terpejam. to be continued
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN