Clara menghentikan gerakan tangannya di atas piring saat merasakan dagu seseorang bertumpu dikepalanya. 'Papa pulang,' ucap Clara dalam hati. Padahal ia sama sekali tidak mendengar deru mobil Justine memasuki pekarangan rumah, tapi laki-laki itu tiba-tiba saja muncul dibelakangnya.
"Makan apa? Kenapa nggak nungguin?" tanya Justine setelah mengecup puncak kepala Clara dari belakang. Setelah itu Justine memanggil Asih untuk meletakkan tas ranselnya ke dalam kamar mereka. Kamarnya dengan Clara.
"Makasih Mbok." ujar Justine.
Dua bulan yang lalu, setelah mengamuk hebat dan mengata-ngatai Clara nyatanya pada akhir pertengkaran hebat mereka Justine memilih merendahkan harga dirinya. Memohon dibawah kaki sang istri untuk tidak meminta hal bodoh yang akan membuat anak mereka kelak menderita.
Justine bukan tidak mengerti apa itu arti dari talak tiga yang Clara inginkan. Talak dimana ia tidak akan bisa lagi bersama Clara, bagaimana bisa ia mengabulkan permintaan itu sedangkan hatinya sudah dipenuhi dengan rasa bungah akan menjadi seorang ayah dikemudian hari.
Membujuk Clara, akhirnya Justine menawarkan semua kesepakatan dimana laki-laki itu menetapkan pilihan. Demi calon anak mereka, ia akan belajar mencintai Clara dan membuang perasaannya pada putri kerajaan bisnis Husodo, Valery dan itu cukup untuk Clara. Meski bukan untuk dirinya Justine memilih, setidaknya itu untuk anak mereka.
Justine memilih mereka, itu sudah menjadi hal paling cukup. Clara tidak ingin menjadi manusia tamak dengan menginginkan hati Justine juga. Terlalu tidak tahu diri sekali dirinya, jika menginginkan hal itu sekaligus meski rasanya ia ingin berteriak agar laki-laki itu mencintainya.
Semua berjalan baik, pernikahan mereka maksudnya. Membuat Clara merasa benar-benar memiliki keluarga setelah kepergian sang Papa beberapa bulan yang lalu. Ia memiliki Justine yang siaga untuk menuruti keinginannya. Laki-laki itu berlaku layaknya sebenarnya suami, begitu juga dengan dirinya yang berlaku layaknya istri sesungguhnya bagi Justine. Tanpa Valery di dalamnya. Gadis itu, seakan mengerti dengan ketidak mungkinan hubungannya dengan Justine. Terbukti dengan gadis itu yang saat ini sudah memiliki kekasih. Meski merasa bersalah, Clara bahagia adik sepupu Axel itu telah mendapatkan tambatan hati diusianya yang masih muda.
Axel?
Clara tak tahu bagaimana kabar lelaki itu setelah bertengkaran hebat yang nyatanya menyeret laki-laki itu untuk ikut campur. Ia tahu Axel tak ingin melihatnya tersakiti lagi, tapi apa yang laki-laki itu lakukan adalah kesalahan. Dimana tak ada porsi yang seharusnya ada untuk laki-laki itu ikut campur dirumah tangganya.
Ke dua orang tua Justine memperlakukan dirinya sangat baik. Setiap hari Mama mertuanya akan datang berkunjung untuk melihat kondisi kehamilan Clara yang sudah memasuki bulan ke delapan. Seperti Mamanya, Mama Justine memperlakukan dirinya layaknya anak kandungnya. Wanita itu benar-benar membuat Clara bahagia ditengah rasa rindunya pada sang Mama. Tidak terkecuali juga Papa mertuanya, laki-laki tampan itu selalu memprioritaskan dirinya setelah sang Mama mertua. Tidak ada kata menantu di dalam kamus mereka untuk Clara, dan Clara bahagia. Dia tidak akan meminta kebahagiaan lebih setelah ini. Ini semua terasa cukup baginya.
"Mau makan apa? Aku ambilin piring." kata Clara melepaskan sendok dan garpu dari tangannya. Sebelum ia bangkit dari kursi, Justine lebih dulu menggemgam tangannya, "satu piring aja, suapin aku. Aku capek abis kuliah." ujar Justine. Clara mengangguk patuh sebagai istri, kata Papi mertuanya seburuk apapun Justine surganya berada ditangan Justine yang notabennya adalah suaminya.
"Mau pake apa?" tanya Clara pelan. Justine menggelengkan kepala, "yang dipiring kamu aja, aku males makan." Clara diam, meski kepalanya mengangguk tanpa sepatah kata apapun guna merespon permintaan Justine.
Justine melirik Clara dalam diamnya. Sesekali wanita itu mengeram karena dirinya lama mengunyah makanan dalam mulut. "Jangan pasang tampang kaya gitu, nanti cantiknya lenyap." kekeh Justine mencolek dagu Clara.
"Kamu lama makannya, punggung aku udah pegel." omel Clara. Ah, lagi-lagi Clara mengomel. Itu adalah hal yang selalu Justine dapatkan, omelan Clara seperti layaknya jadwal minum obat baginya. Ada saja yang wanita hamil itu omelkan padanya.
"Kalau dicium pasti nggak akan pegel." goda Justine, membuat Clara justru menjatuhkan sendoknya membuat Justine segera berdiri dari kursi makan.
"Kenapa-kenapa? Mana yang sakit?" panik Justine memegang punggung Clara.
"Otak kamu yang sakit, udah ah. Cepetan bawa aku ke atas. Kamu lama aku ngantuk."
"Siap Komandan!" ujar Justine mengecup puncak kelapa Clara lagi.
Semua hal masih berlaku. Clara tidak akan turun dari lantai dua tanpa Justine, begitupula sebaliknya. Wanita hamil itu akan menunggu kedatangan Justine dari kampus untuk berada dikamar mereka.
Ruang keluarga yang Justine sulap menjadi tempat beristiraha Clara kala siang, membuat Clara cukup betah menghabiskan waktunya dilantai satu. Semua hal yang Clara butuhkan Justine sediakan disana. Dari salon untuk tetap menjaga kecantikkannya, hingga area pijat kecil semua Justine sediakan, Asih hanya perlu memanggil terapis untuknya.
"Pegangan leher aku, kita ke atas." bisik Justine ditelinga Clara. Justine membawa tubuh Clara dalam gendongannya. Meski berat, Justine tidak akan pernah mengeluh karena itu tugasnya untuk menjamin keselamatan Clara dan calon buah hati mereka.
"Kamu tadi ngapain aja?" tanya Justine saat melangkahkan kaki di anak tangga. Bukan hal yang mengejutkan jika Justine menanyakan kegiatan Clara dirumah saat laki-laki itu berada diluar, karena begitulah dirinya saat sudah pulang. Ia akan menanyakan semua hal, secara detail tentang kegiatan sang istri.
"Maraton film." ujar Clara sembari mengeratkan lengannya dileher Justine.
"Dasar males." kekeh Justine lalu mengecup pipi Clara, membuat wanita hamil itu memberenggut kesal.
"Tidur ya, aku mandi dulu." kata Justine setelah meletakkan Clara diranjang mereka. Clara mengangguk patuh. Dilihatnya Justine yang tengah mengelurkan ponsel, laki-laki itu meletakkan ponsel ke nakas.
"Em." sahut Clara. Setelah Justine masuk ke dalam kamar mandi, Clara bangkit dan mendudukan dirinya diranjang. Diraihnya ponsel Justine yang tergeletak. Selama ini, ia tidak pernah lancang membongkar isi ponsel Justine. Entah mengapa kali ini ia begitu tertarik dengan isi ponsel suaminya itu. Beruntung, Justine tidak memberikan sandi untuk ponselnya sehingga Clara bisa leluasa nantinya.
Bukan tanpa alasan Clara melakukan semua ini. Siang tadi, Vero sahabat laki-laki itu membuat story di Instagramnya. Sekilas tidak ada yang aneh dalam postingan milik Vero, hingga kedua bola matanya menangkap sosok yang tengah memangku seorang wanita di belakang Vero. Keduanya nampak berpelukan mesra.
Ya,
Laki-laki itu adalah Justine. Clara hapal betul wajah suaminya. Suaminya tidak memiliki saudara kembar, jadi tidak mungkin laki-laki itu saudara lain dari suaminya.
Clara meremas ponsel Justine, saat matanya melihat sebuah pesan teratas milik Justine. Meski terkekeh, raut kecewa jelas tidak bisa Clara sembunyikan.
Aku tunggu besok ya Sayang. Nggak sabar kamu nginep ditempat aku.
Mendengar pintu yang sepertinya akan dibuka, Clara buru-buru meletakkan ponsel Justine ke tempat semula. Tangannya meraih ponselnya sendiri, berpura-pura melakukan aktifitasnya pada ponsel tipis miliknya.
Kok nggak tidur?" tanya Justine heran, saat menemukan Clara yang ternyata belum tidur. Kakinya melangkah mendekati Clara yang terduduk diranjang.
"Nunggu kamu." jawab Clara.
"Pasti pengen dipeluk kan?" tanya Justine sembari duduk disamping Clara. Clara menggeser sedikit tubuhnya agar Justine bisa ikut bergabung diatas ranjang.
"Peluk." ujar Clara membuat Justine terkekeh. Ia merebahkan dirinya, meminta Clara juga ikut untuk membaringkan dirinya disamping laki-laki itu.
"Perut kamu udah gede banget." ujar Justine membelai perut Clara.
"Iya, sebentar lagi dia lahir." sebentar lagi, kamu bebas. imbuh Clara dalam hati.
"Nggak sabar." bisik Justine ditelinga Clara, "besok kamu ditempat Mama ya. Aku ada study diluar."
"Dimana?' tanya Clara pura-pura tidak tahu. Ia ingin tahu sejauh mana Justine akan terus membohongi dirinya.
"Bogor Cla. Kamu ditempat Mama ya. Aku nggak mau pas aku nggak ada kamu kenapa-napa." kata Justine.
"Oke."
"Besok aku an..."
"Nggak usah, aku sama mbok aja dianter supir." potong Clara. Lagipula ia tidak berniat untuk menuruti ucapan Justine. Ia bisa sendiri dirumah, untuk apa menuruti kata suami yang jelas-jelas saat ini membohonginya demi selingkuhannya.
"I love you Cla." bisik Justine memeluk tubuh Clara.
Pembohong, jerit Clara dalam hati saat untuk pertama kalinya Justine mengucapkan kata cinta untuknya.
"Hey, I love you Sayang." ujar Justine lagi saat tidak mendapatkan respon dari Clara. Bukankah kata cinta darinya adalah kata yang selama ini Clara tunggu. Tapi mengapa Clara justu biasa saja.
"Cla, I.."
"Matiin lampu, aku mau tidur." ujar Clara dingin membuat Justine menghembuskan nafasnya.
to be continued...