121.Dihukum Mati

1261 Kata

Wahda berderap menuju toilet, menumpahkan tangis di sana. Ia merasa orang tuanya benar-benar tidak adil. Wirda juga masih sama saja, iri dengan semua yang dimiliki padahal adiknya itu memiliki hal yang lebih baik dari semua isi dunia ini, yakni kasih sayang orang tua yang tumpah-tumpah. Ponsel Wahda berdering. Suaminya menelepon. Ia langsung mengangkatnya. “Ken ....” Suara Wahda bergetar hebat. “Kamu nangis? Apa yang terjadi? Damar ngapain kamu?” Wahda terus tersedu-sedu. “Saya ke sana.” “Nggak usah. Aku aja yang ke kantor kamu. Boleh? Aku muak berada di sini.” “Ya, kemarilah. Saya suruh sopir jemput kamu.” “Hm.” “Kamu tunggu, ya. Keluar wisata sekarang biar sopir enak pas nyari.” “Hm.” “Sudah, jangan nangis lagi. Saya tunggu di kantor. Kalau sudah sampai, kamu telepon. Saya j

Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN