Setelah pesawat mendarat di tanah kelahiran, Wahda mencari tempat ibadah untuk melaksanakan tiga rakaat wajib. Ia lalu memesan taksi online yang akan mengantarnya membeli kado tambahan untuk sang adik sekaligus mengantar ke rumah. Di dalam mobil, Wahda terdiam. Sesekali ia mengecek ponsel, barangkali ucapan terima kasihnya pada Kenrich tadi siang sudah dibaca. Nyatanya belum. Ingin mengirim pesan lagi izin pulang, tetapi tidak berani. Wahda sebenarnya tidak ingin menjadi istri durhaka yang pergi sesukanya seperti ini. Namun, keadaan yang membuatnya bersikap demikian. Kenrich yang abai, dingin, dan tidak mau jujur menjadikannya merasa tidak dihargai. Ia hanya butuh penjelasan. Suatu hal sepele. Namun, sang suami justru diam hingga masalah berlarut-larut. “Bu, kita sampai,” ujar driver s