Valora berjalan dengan langkah gemetar menuju markas tempat Ares, kekasihnya, dan teman-teman lelaki itu berkumpul. Markas yang sering kali hanya dia dengar dari cerita Ares ini selalu membuatnya penasaran. Namun, kali ini, dia datang dengan perasaan gelisah yang membayangi. Di depan pintu, tangan Valora sudah terangkat, siap mengetuk, namun ragu-ragu. Sesuatu dalam hatinya membuatnya ingin mendengar dulu percakapan di dalam, seolah-olah nalurinya menyuruhnya untuk berhati-hati. Valora mendekatkan telinganya ke pintu, dan suara tawa Ares serta teman-temannya terdengar begitu jelas. “Apa kau belum bosan dengan Valora, Res?” Suara Revando, salah satu teman Ares, terdengar menohok di telinga Valora. Ares tertawa kecil, yang membuat hati Valora langsung mencelos. “Bosan? Tentu saja. Aku sud