Di luar, langit Jakarta mulai menggelap. Tapi bagi Cantik, sore ini tak seburuk yang ia bayangkan. Karena di tengah proyek besar, galian, kabel, dan tekanan masih ada Ezra yang bisa ia andalkan. Meski menyebalkan. Dan justru karena itu—mungkin hatinya sedikit lebih tenang hari ini. Saat semua laporan itu tiba di tablet Cantik—lengkap dengan lampiran dokumen dan hasil update—Cantik mematung di meja kerja. Trina yang masuk membawa kopi baru berbisik pelan, “Bu … pak Ezra barusan turun ke basement. Kayaknya dia lagi ngebantu tim logistik susun ulang jadwal drop material.” Cantik mengangguk pelan. “Dia … kerjakan semua itu?” “Yup. Santai banget. Sambil becanda sama teknisi juga.” Cantik menghela napas. Bukan karena lelah. Tapi karena takjub. Ezra tidak hanya hadir—dia berhasil menyelesa

