Belum Move On

1444 Kata
“Flight attendant prepare for arrival.” Suara berat Abinawa yang mengalun merdu itu membuat Elza, Anya dan Ayara mengembuskan napas lega. Kurang lebih mereka mengudara selama lima belas jam, long haul flight yang melelahkan. Akhirnya mereka tiba di sebuah pulau pribadi milik Lazuardy yang masih terletak di Asia Tenggara. Pulau yang cukup luas itu memiliki landasan pesawat terbang sendiri karena di sana terdapat resort mewah yang memiliki fasilitas di atas hotel bintang lima, hanya mampu di sewa oleh artis terkenal, pengusaha sukses dan para pemimpin Negara juga para Sultan di Dunia. Flight attendant segera mengecek keadaan penumpang. Toilet beserta kamar di kabin belakang tidak luput dari pengecekan. Malvino dan Sera keluar dari kabin kamar setelah Anya mengetuk pintunya. Malvino keluar sambil mengancingkan kemejanya dan raut wajah pria itu tampak kesal karena kegiatan bercintanya harus terganggu turbulance. “Flight attendant landing station.” Informasi dari Abinawa tersebut mengharuskan flight attendant memastikan seluruh penumpang dalam posisi duduk. “Maaf, Pak ... sabuk pengamannya.” Anya mengingatkan Malvino. “Pakein donk,” pinta Malvino kurangajar sambil merentangkan kedua tangan ke samping dan mengangkat sedikit panggulnya. Demi apapun, wajah Anya memerah karena junior Malvino masih berdiri mungkin belum puas bercinta dengan Sera yang saat ini sudah duduk di seat belakang, ekspresi perempuan itu terlihat biasa saja tanpa dosa. Terpaksa Anya membungkuk untuk memasangkan sabuk di pinggang Malvino. Kemudian segera pergi dari depan Malvino tidak lupa memberikan senyum setengah terpaksa. Tanpa Anya ketahui jika Nicholas si tuan dari privat jet ini memberikan tatapan tidak suka kepada Malvino karena telah menggoda air crew-nya. “Lo tuh enggak asyik jadi orang, enggak bisa bersenang-senang ... gue aja yang punya bini masih pengen merasakan nikmat dunia.” Malvino berceloteh meledek adiknya. Tapi seperti biasa, Nicholas akan mengabaikan ucapan sang kakak yang akhlaknya seperti dajjal itu. “Flight attendant, door may be opened.” Lagi, suara merdu Abinawa terdengar, suara yang bisa membuat kaum hawa merinding dibuatnya apalagi jika sudah melihat sosok pria itu yang memiliki tubuh atletis dengan kemampuan menggoda yang luar biasa. Abinawa adalah raja dari segala buaya terlebih setelah didapuk menjadi the best Pilot tahun ini dengan kemampuannya yang mumpuni dan setara Pilot yang memiliki jam terbang jauh lebih banyak dari pria itu. Ketiga pramugari cantik lantas membuka pintu dan berdiri untuk mengantarkan sang tuan menuruni pesawat. Menurut informasi yang diberikan Revan, mereka akan stay di pulau pribadi ini selama dua hari. Akan diadakan pesta besar untuk merayakan ulang tahun Bagaskara Lazuardy, pengusaha yang kesuksesannya telah diakui oleh banyak Negara di Asia Tenggara. Hal di luar kebiasaan karena tim dari awak pesawat diundang pada acara ulang tahun Bagaskara Lazuardy dan diberi fasilitas mewah di resort tersebut. *** “Ra, kok belum siap-siap? Acaranya sebentar lagi.” Elza memberitau. Wanita yang sudah matang dan siap menikah tapi belum ketemu jodoh itu paling hobby mengatur juniornya. “Males ah, aku di kamar aja ... lagian aku enggak datang juga enggak ada yang ngeh.” Ayara menjawab sambil membolak bakikan majalah yang ia temukan di cottage tempat dirinya menginap bersama dua teman satu timnya. “Ya emang enggak akan ada yang ngeh tapi apa lo enggak pengen menghadiri acara pesta orang kaya? Siapa tau ketemu jodoh ... lagian yang diundang itu bukan cuma para pengusaha dari Indonesia tapi Asia Tenggara sampe anak-anak Sultan yang ganteng-ganteng itu juga diundang loh, Ra ... ah, gue mah dijadiin istri kedua juga enggak apa-apa deh dari pada harus jadi Pramugari mempertaruhkan nyawa kaya gini mah.” Anya yang sedang mengaplikasikan makeup pada wajahnya, berceloteh. Ucapan Anya itu membuat Elza dan Ayara merotasi bola mata jengah. “Anak Sultan mana yang mau sama kita, Nya ... kamu ada-ada aja.” Ayara mengingatkan agar Anya tidak terlalu tinggi dalam berekspektasi. “Eiiit, mantan istri anak Presiden kedua kita ‘kan dulunya Pramugari, yaaa ... ini mah kalau dikabulkan sama Yang Maha Kuasa, kalau enggak juga ya gue berdoanya mau maksa.” Anya si aneh selalu memiliki jawaban yang membuat dua sahabatnya pening. Elza melempar tissue bekas ke arah Anya disusul Ayara yang melempar bantal sofa pada gadis halu itu. Anya mencebikan bibirnya. “Kalian itu punya beban hidup berat kayanya sampe enggak mau ngehalu gitu sekali-sekali,” tukas Anya mencibir. “Trus Mbak Elza mau jadi istri kedua juga? Apa mau sama pak Revan?” Gantian Ayara menggoda seniornya. “Apaan sih.” Elza mengerucutkan bibir tapi pipinya merona. “Anget enggak dipeluk pak Revan pas turbulance tadi?” “Mbak Elza di peluk pak Revan? Waaa ... kalian di belakang kayanya menang banyak ya, gue ketakutan di kabin depan sendirian.” Anya tidak terima. “Pak Revan kenceng banget meluknya, aku heran di sana ada aku sama Mbak Elza tapi cuma Mbak Elza yang dipeluk.” “Ck ... ck ... ck ... Mbaaak, boleh tuh ... pak Revan ‘kan belum nikah.” “Tau dari mana?” Elza dan Ayara kompak bertanya. “Enggak ada cincin di jarinya.” Anya menjawab santai. “Sok tau, lo!” Elza melempar bantal sofa dan kini mengenai punggung Anya, dibalas gadis itu dengan memburu Elza sambil menodongkan lipstik untuk mewarnai wajahnya. Sempat terjadi kejar-kejaran dan gelak tawa tercetus membuat gaduh cottage mereka selama beberapa saat, lalu kembali berdandan untuk pesta yang sebentar lagi akan berlangsung. Kedua sahabatnya itu juga memaksa Ayara untuk menghadiri pesta. Dengan penuh keterpaksaan akhirnya Ayara mengikuti keinginan dua sahabatnya. Menggunakan makeup on point hasil karya Elza dan minidress bodyfit hitam lengan panjang yang memetakan tubuhnya secara sempurna—Ayara melenggang bersama kedua sahabatnya memasuki venue. Mereka tidak perlu berbasa-basi ataupun menyapa si pemilik pesta, cukup menikmati pestanya saja. Anya dan Elza meninggalkan Ayara sebentar untuk mengambil beberapa kudapan yang telah disajikan. Makanan mewah yang jarang mereka temui, bahkan katanya ada ice cream coklat berlapis emas. Luar Biasa. “Hai.” Demi apapun suara berat itu masih mampu membuat Ayara meremang. Ingatan tentang masa indah ketika keduanya masih merajut kasih terlintas begitu saja dalam benak Ayara. Bagaimana cara Abinawa menciumnya, menyentuh hingga mengecup sekejur tubuhnya dengan bibir tebal pria itu yang menawan. Hanya saja Ayara belum sempat merasakan milik Abinawa yang berada di dalam celananya, yang kata banyak perempuan memiliki ukuran di luar normal—mereka mengetahuinya meski baru pertama bertemu Abinawa. Entah sejak kapan para wanita melihat sesuatu yang bersarang di dalam celana seorang pria sebagai first impression,bukan tampang juga akhlaknya. Sentuhan di pundak membuat Ayara menghela kasar tangan Abinawa yang kini telah duduk di barstool di sampingnya. “Jangan sentuh,” kata Ayara dengan tatapan tajam. “Galak banget sih, Ay.” Ayara benci panggilan itu. Sang gadis tidak menanggapi, menghadapkan tubuhnya lurus ke depan menyaksikan pertunjukan musik yang dipersembahkan untuk si pemilik acara dan tamu undangan. “Kamu belum dapet pengganti aku, Ay?” Abinawa bertanya dengan santainya seakan meledek Ayara yang mungkin masih belum move on darinya. “Udah,” jawab Ayara berbohong membuat Abinawa tergelak. “Siapa? Jangan bohong, aku tau kamu belum punya pacar ....” Abinawa tersenyum serupa senyum penuh harap atas kalimatnya barusan. Mengembuskan napas, Abinawa menghadapkan tubuhnya ke samping Ayara yang seperti tidak sudi menatapnya. “Aku minta maaf, Ay ... aku memang b******k, apa yang aku lakukan sama Melisa adalah kesalahan besar ... aku udah enggak pernah berhubungan sama dia lagi ... apa kamu bisa memaafkan aku dan kita mulai semuanya dari awal?” Abinawa mengatakannya dengan nada rendah penuh kehati-hatian. Ayara menoleh memberi perhatian kepada Abinawa lantas tertawa sinis. “Kamu mabuk ya, Mas?” Ayara menyindir. “Apa kepala kamu kepentok pas turbulance tadi? Ngomongnya ngaco,” sambung Ayara ketus. Abinawa menanggapi kesewotan Ayara dengan sebuah senyum. “Aku sama Melisa enggak pake hati, Ay ... hanya hubungan badan aja, kamu tau ‘kan aku ini pria dewasa yang normal dan memiliki kebutuhan ... tapi hati aku cuma buat kamu.” Oke, jadi si buaya ini tidak sadar jika tidak semua mangsanya itu bodoh. Ayara adalah anak perempuan pertama yang pundaknya kokoh dan sudah merasakan pahit getir kehidupan. Sorry, Bro! Ayara tidak akan terpedaya. Yang ada di otaknya saat ini adalah bagaimana cara melunasi hutang mendiang sang papi dan membiaya hidup mami juga adiknya. Ayara tidak memiliki waktu untuk urusan percintaan yang akan membuat hatinya terluka lagi. “Kamu lucu ya, Mas ... pake hati atau enggak, aku enggak peduli ... hati aku mati rasa setelah aku melihat Melisa dengan mata kepala aku sendiri ada di atas ranjang kamu dalam keadaan telanjang bulat sementara kamu baru aja keluar dari sana tanpa memakai atasan.” Setelah berkata demikian Ayara turun dari barstool. “Kalian menjijikan!” Ayara berseru lantang dengan tatapan penuh kebencian kemudian pergi meninggalkan Abinawa yang hatinya mulai dilanda resah karena menyadari jika ternyata bukan Ayara yang belum move on melainkan dirinya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN