Bab 15. Kejutan Untuk Sean

1221 Kata
“Selamat pagi Pak Sean,” sapa ramah Lisa sambil memamerkan senyum terindahnya pagi ini untuk sang atasan. Namun sayangnya lagi-lagi Lisa mendapatkan ekspresi dingin dari pria tampan itu. Sean hanya berjalan melintasinya tanpa melihat atau sekedar melirik ke arah Lisa pria itu berjalan seolah tidak ada seorangpun di sekelilingnya kecuali dia dan Bima. Lisa memonyongkan bibirnya ketika melihat Sean melewatinya begitu saja. Pria itu terus saja bersikap dingin meskipun dia selalu bekerja di dekatnya. Tapi Lisa berusaha untuk tetap tersenyum karena dia memiliki sebuah kejutan untuk Sean yang sudah dia letakkan di dalam ruang kerja sang atasan tampan. Sean masuk ke dalam ruang kerjanya bersama Bima sambil mendengarkan rentetan jadwal yang harus dia hadiri hari ini. Mata Sean terhenti pada sebuah paper bag berukuran cukup besar yang ada di atas meja kerjanya. “Apa itu?” tanya Sean. “Saya tidak tahu, Pak. Saya akan periksa,” jawab Bima yang kemudian segera mengambil paper bag itu untuk dia periksa isinya. “Pak, ini .... Bima memilih untuk tidak melanjutkan kalimatnya namun dia malah mengeluarkan isi dari paper bag itu. Mata Sean menatap tajam ke arah jaket yang kini ada di tangan asisten pribadinya Dia sangat mengenali jaket itu karena jaket itu yang sedang dia cari saat ini. “Dari siapa itu?” tanya Sean dengan tegas. “Tidak ada nama pengirimnya, Pak. Saya akan tanya ke Lisa. Bima meletakkan jaket itu lagi ke dalam paper bag lalu segera pergi meninggalkan Sean yang masih berdiri di depan meja kerjanya dia akan memanggil Lisa untuk mencari tahu siapa orang yang mengirimkan jaket tersebut. Sean belum berkeinginan untuk berpindah dari posisinya saat ini. Dia masih tetap berdiri di tempatnya sambil melihat ke arah paper bag tempat jaket miliknya yang di bawah oleh wanita malamnya. “Siapa dia? Aku harus tahu siapa wanita malam itu,” gumam Sean sambil terus menatap tajam ke arah benda tak berdosa yang tergeletak di atas meja kerjanya. “Pak, Lisa sudah datang,” lapor Bima yang masuk bersama dengan Lisa. “Siapa yang bawa paper bag ini ke sini?” tanya Sean yang masih berdiri membelakangi Lisa. Lisa tersenyum tipis secara diam-diam, karena sebentar lagi sikap Sean pasti akan berubah kepadanya. Pria yang dia idam-idamkan selama ini akan segera jatuh ke pelukannya, karena dia sangat tahu kalau Sean sedang mencari wanita yang berani menghabiskan malam dengan sang Cassanova. “Saya yang bawa, Pak,” jawab Lisa pelan sambil menunduk. Tentu saja Lisa harus bersandiwara agar Sean percaya kepadanya. Sean berbalik arah, “Kamu? Dari mana kamu dapat jaket ini?” tanya Sean menuntut penjelasan dari sekretarisnya. Lisa masih menunduk. Dia takut kalau aktingnya nanti akan diketahui oleh Sean. Bagaimanapun juga dia sangat paham bagaimana karakter Sean yang sangat teliti. Jadi dia tidak boleh bertindak sembarangan agar rencananya bisa sukses. “Maaf Pak, malam itu saya ambil jaket Bapak tanpa permisi,” jawab Lisa sambil memberanikan diri menatap Sean meskipun hanya sebentar. “Malam itu? Apa maksud kamu dengan malam itu.” Bima ikut mengintrogasi Lisa. Lisa menoleh ke arah Bima, “Maaf Pak. Malam itu saya ....” Lisa tidak meneruskan ucapannya berharap dua pria itu mengerti apa yang dia maksud. Sean menatap tajam ke arah Lisa. Dia mencoba memindai lekuk tubuh sekretarisnya itu dan menyamakannya dengan lekuk tubuh wanita yang sudah memberinya surga semalam itu. Ada sedikit keraguan di diri Sean karena dia sama sekali tidak merasakan kalau Lisa adalah orang yang dia cari. Tapi dia juga tidak bisa memungkiri fakta kalau Lisa yang membawa jaketnya kembali. Sean memilih untuk duduk di singgasana kerjanya sambil mengamati apakah keterangan yang diberikan oleh Lisa. Namun sayangnya keterangan itu terasa janggal untuk dirinya, meskipun malam itu Sean tidak terlalu ingat kejadian yang menimpanya. Tapi setidaknya, dia masih bisa menilai cerita itu hanya sebuah karangan saja atau benar terjadi. “Apa yang terjadi malam itu? Kenapa kamu ada di ruangan saya?” tanya Sean sambil menatap lurus ke arah Lisa yang berdiri di depannya bersama Bima. “Malam itu Bapak sangat mabuk dan meminta saya untuk membukakan kamar untuk Bapak. Awalnya saya kira Bapak akan beristirahat sendiri di sana, tapi Bapak malah menarik saya untuk ikut masuk ke dalam kamar.” Lisa memulai ceritanya. “Kenapa kamu nggak tinggalin saya sendiri.” “Saya nggak bisa nolak, Pak. Meskipun Bapak mabuk, tapi tenaga Bapak tetap tidak bisa saya lawan. Saya sudah mencoba untuk memberontak dan menyadarkan Bapak, tapi ....” Lisa menjeda ucapannya sambil menundukkan kepalanya, “Hal itu tidak bisa saya cegah. Maafkan saya, Pak.” Lisa mulai terisak. “Kenapa kamu nggak bilang sama saya kalau kamu lagi sama Pak Sean pagi itu. Kamu telepon saya seperti tidak terjadi sesuatu.” Bima ikut bertanya. Lisa menoleh ke arah Bima yang berdiri di sampingnya, “Apakah saya harus cerita kalau saya baru saja mendapatkan pelecehan dari atasan saya sendiri? Saya melakukan panggilan ke Pak Bima itu aja sambil nahan nangis, Pak. Makanya saya pergi dari kamar Pak Sean karena saya benar-benar terpukul dengan kejadian malam itu.” Bima menatap ke arah Sean. Tampak atasannya itu masih menatap ke arah Lisa tanpa bicara sedikitpun. Bima tahu kalau saat ini Sean pasti sedang menilai tentang cerita yang baru saja dipaparkan oleh sekretaris atasannya itu. “Beri dia uang, lalu Lupakan semua ini,” titah Sean pada dua orang yang ada di depannya. “Uang? Maksud Bapak, Bapak mau kasih saya uang terus Bapak mau lepas tanggung jawab?” protes Lisa. “Jangan ngelunjak kamu Lisa!” tegur Bima. “Saya nggak ngelunjak, Pak. Tapi saya lagi memperjuangkan hak saya. Bapak pikir saya bawa jaket ini lagi ke Pak Sean itu cuma buat uang? Lalu gimana sama masa depan saya? Belum lagi kalau saya hamil, siapa yang harus bertanggung jawab?!” Lisa protes dengan solusi sederhana yang diberikan oleh Sean untuk dia. “Belum tentu juga Kamu hamil. Dan kalau hamil gugurkan saja. Saya akan biayai semuanya.” Sean tidak mau mengikat hidupnya dengan wanita seperti Lisa. “Pak Sean! Bapak sudah melakukan pelecehan pada saya, lalu cuma menawarkan uang, apa itu masuk akal, Pak? Saya nggak mau. Bapak harus bertanggung jawab atas masa depan saya.” Sean menyandarkan tubuhnya di sandaran singgasana agungnya, “Apa kamu nuntut saya untuk nikahin kamu?” “Ya harus dong, Pak. Bapak harus tanggung jawab.” “Buktikan aja. Tapi saat ini, saya gak punya pikiran untuk nikah sama kamu! Pilihan ada di kamu!” Sean menatap tajam ke arah Lisa untuk mengintimidasi wanita itu. ‘b******k! Kayaknya ni orang gak percaya kalo aku yang tidur sama dia malam itu. Tapi ya udahlah, aku terina aja dulu. Langkah selanjutnya bakalan aku pikirin lagi,’ gerutu geram Lisa dalam hati. “Jangan ingkar janji, Pak. Pokoknya, Bapak harus tanggung jawab!” bentak Lisa. Lisa yang kesal dengan keputusan Sean yang di luar dugaannya memilih untuk keluar dari ruangan itu daripada nanti sandiwaranya akan terbongkar. Yang penting dia akan mendapatkan transferan dari Sean yang pasti jumlahnya tidak akan sedikit. Sean duduk sambil sedikit menggoyangkan kursi kerjanya. Tatapannya lurus ke depan tanpa arah sambil sedikit menyipitkan mata. Bima masih berdiri di sana sambil memperhatikan atasannya itu. Dia menunggu perintah apa yang harus dia lakukan saat ini. “Transfer uang ke Lisa, manjakan dia, penuhi semua kebutuhannya,” ucap Sean. “Selidik Lisa. Dia akan mengantarkan kita ke pemilik jaket ini yang sebenarnya,” lanjut Sean sambil melihat ke arah Bima.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN