Air Mata Sahda - Chapter 10

1102 Kata
Acara Khitbah antara Fathur dan Sahda berjalan lancar, walaupun sebenarnya Sahda sendiri merasa kebingungan dengan keadaan ini. di hadapan mereka Fathur bersikap sangat baik, bahkan Fathur membuat Sahda semakin bingung dengan ungkapan cintanya. "Sahda, Hari ini Ahad pukul 16 lebih 30 menit, Kau sudah resmi aku Khitbah. semoga apa yang menjadi tujuan di dalam hidup kita di restui Tuhan yang maha kuasa dan semoga Acara nya lancar sampai kita menjadi sepasang suami istri, Aku menginginkan mu!" Ujar Fathur di hadapan semua keluarga. Sahda menunduk saat mendengar itu semua, Sahda tak habis pikir dengan kalimat manis yang Fathur ucapkan. bualan itu pun seakan di terima dengan baik oleh semua Anggota keluarga kecuali Mbak Citra. Citra Hasna namanya, seorang wanita yang menjadi sahabat Sahda. Citra ini juga Kakak Ipar dari Fathur, dia menikah dengan Kakak angkat dari Fathur. Citra tahu bagaimana sosok adik iparnya, sehari sebelum acara khitbah ini, Citra melihat Fathur membonceng Sahra yang tak lain adalah adik dari Sahda. dalam hatinya bergumam, "Munafik! suatu hari Abi pasti tahu bagaimana sikap kamu di luar sana!" matanya tak henti memancarkan aura kekesalan, Citra juga memberikan tatapan sarkas pada Sahra yang duduk di belakang kakaknya itu. "manusia-manusia munafik! perasaan baru kemarin mereka berboncengan, apalagi Sahra tak memakai kerudung! ya Tuhan bagaimana lagi aku harus memberitahu Abi dan Umi juga Mas Andi! kasihan Sahda!" ujarnya dalam hati, hatinya seakan menahan kesal kala melihat raut wajah Fathur. "sayang, " bisik Andi. "mmm" Deheman Citra menandakan bahwa dirinya sedang menahan kesal. "Kamu kenapa?" bisik Andi, Andi menyolek tangan Citra. "enggak ada! aku ingin pulang!" ucap Citra. "loh kok ingin pulang! ini hari bersejarah untuk kamu, dimana adik Ipar kamu sedang melamar pujaan hatinya dan pujaan hatinya itu adalah sahabat kamu, kamu pasti bahagia kan saat mengetahui bahwa Sahda dan kamu akan lebih erat!" Sahut Andi pelan. "Tidak!" "maksud mu?" "maksudku, aku tidak enak badan!" bisiknya kembali. "kamu mual? apa kamu hamil lagi?" tanya Andi. "Mual karena lihat dia!" matanya tertuju pada sosok Sahra yang terlihat menundukkan kepalanya. "Sssh! bagaimana pun Sahra adalah adik Sahda dan yang aku tahu Sahra itu sempat menyukai Fathur! ya Wajarlah sayang kalau dia merasa kecewa!" Ujar Andi, kalimat yang sedang Andi bicarakan membuat Citra semakin kesal dan merasa tak betah. Tak berselang lama, Acara khitbah sudah selesai di lakukan. disana, Sahda terlihat sedang berbincang dengan calon mertuanya yaitu ibu dari Fathur. Sahda terlihat sangat akrab dengan sosok Umi Una ini, jelas saja, Sahda adalah salah satu guru cabutan yang berada di pesantren milik Daud. Banyak sekali para santri yang sangat mengagumi sosok Sahda, bagi mereka kelembutan Sahda saat mengajari mereka membuat mereka selalu bersemangat untuk belajar dan tak hanya itu, Sahda sosok guru yang selalu tersenyum. kapanpun, dimanapun dan sebagaimana ia terlihat sibuk, ia selalu menyapa terlebih dahulu siapapun yang bertemu dengannya. "Nanti kalau Sahda sama Fathur menikah gak apa ya kalau harus tinggal di Bandung?" Tanya Una. "Mmm, Iya gak apa Umi. lagian kata Baba, mau kemanapun dan bagaimana pun kondisi nya kita harus nurut apa kata suami!" Kalimat yang membuat Una semakin menyayanginya. "Umi udah gak sabar loh jadiin Sahda menantu Umi, Di Bandung itu Abi sama Umi udah siapin rumah. ya lumayan besar lah kalau untuk kalian tinggali berdua," "kenapa di Bandung Umi?" Tanya Sahda pelan. "Emang nya Baba gak cerita kenapa harus pindah ke Bandung?" Tanya Una, Sahda tersenyum sembari menggelengkan kepalanya pelan. Una pun menarik tangan Sahda di iringi senyuman nya yang sangat manis, "Jadi Nanti Fathur mulai kelola bisnisnya di sana, sebenernya sih Udah. tapi masih suka bolak balik Jakarta Bandung! kasihan kan kalau Fathur emang netep di sini tapi usaha nya di bandung!" Ujar Una. "Mmm, Iya juga Sih Umi!" "Umi jelasin ya, Usahanya Fathur di sana apaan?" ucap Una sembari tersenyum, "Boleh Umi!" jawab Sahda. "di sana Fathur buka usaha Kerajinan tangan, Bandung kan suka banyak oleh-oleh ya kalau kata orang Bandung mah. nah sebenarnya sih Usahanya punya Umi Una, tapi 3 tahun ke belakang Umi kasih buat Fathur. soalnya pesantrean mah di pinta sama Mas Andi!" "Oh gitu Umi, Kerajinan tangannya apaan Umi?" "Ya kaya semacam Dompet, kalung Accesoris. nanti deh Umi kasih lihat sama Sahda ya Pabriknya" "Iya Umi, Sahda sih ikut saja." "Eh tapi nanti Sahda gimana kerjaan di Klinik?" Tanya nya kembali. "Nanti Sahda bisa cari klinik, Sahda bisa minta surat-surat kepindahannya. itu masalah gampang Umi" Sahutnya sembari tersenyum, Una sangat menyukai cara berbincang Sahda. bagi Una, Sahda adalah sosok menantu ideal baginya. Setelah berbincang cukup lama dan Acara khitbah itu sudah selesai mereka semua berpamitan, Sahda dan Abqori juga Risna mengantarkan mereka sampai ke gerbang rumah. walaupun rumah Fathur dan Sahda hanya berbeda Komplek, tapi tetap mereka datang dan pulang memakai kendaraan beroda empat. "Sahda, nanti telpon ya!" ucap Citra. "Ya, Nanti aku ke pondok kok Citra!" ujar Sahda. "Ya harus dong, nanti kalau udah nikah mah kan susah ya!" pekik Citra. "Mmm Iya Cit!" Sahut Sahda. Pondok pesantren milik Daud ini memanglah di kelola oleh Andi dan Citra dan Pondok ini tersimpan di daerah bogor, untuk kesana saja terkadang Sahda selalu di antar oleh Babanya. "Assalamualaikum!" ucap mereka sembari tersenyum, mobil pun melaju dengan pelan. Sahda masih setia berdiri di dekat gerbang sampai mobil milik keluarga Fathur ini hilang dari pandangan, Sahda melihat cincin yang melingkar di jari manisnya. saat Umi dari Fathur itu memasangkan cincin tersebut, hati Sahda seakan luluh. sedari dulu, Una memang selalu memanggilnya dengan sebutan menantu dan bagi Sahda itu hanyalah penggilan semata, namun panggilan itu kini menjadi doa yang di kabulkan oleh Tuhan yang maha kuasa. Sahda tersenyum sembari berjalan untuk masuk kedalam rumah, "Anak Umma emang cantik ya, apalagi sekarang udah mau punya Jodoh!" Goda Risna, Sahda tersipu saat mendengar godaan dari Umma nya. "Umma jangan buat Sahda malu!" Ucapnya pelan, Abqori datang dan kembali memberikan godaan pada Sahda dan tanpa di sadari kedua bola mata yang sarkas sedang menatap kearah mereka. Sahra terlihat kesal, apalagi sedari tadi hubungan Fathur dan Sahda selalu di gadang-gadangkan oleh Daud dan Abqori. Tak hanya itu, Sahra pun melihat betapa spesialnya Sahda di mata mereka semua dan hal itu membuat Sahra merasa iri. "Kisah cinta mu sedang berada di tahap normal Sahda! lihatlah apa yang akan aku lakukan padamu! Kau akan mendapatkan akibatnya!!!" sembari mengunyah sebuah permen karet Sahra menatap wajah Sahda dengan sarkas, tak lama kemudian ia menghampiri mereka. ia meminta ijin untuk pergi sebentar, "Baba, Umma! Sahra mau minta ijin, Mau kerumah putri!" ucap Sahra. "Sayang, tapi jangan sampai gak pulang ya! gak baik anak perempuan nginep di rumah orang, walaupun Putri sahabatmu tapi tetap itu tidak baik Nak!" Nasihat Risna ditanggapi dengan senyuman oleh Sahra, namun itu hanya senyuman palsu biasa.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN