Pagi itu, kantor Ethan terasa lebih tegang dari biasanya. Lift terbuka, dan Lily melangkah masuk, tas kerja tergantung di bahu, senyum tipis berusaha menenangkan gugup yang menggelayuti hatinya. Setiap langkahnya terasa berat, bukan karena jarak atau beban dokumen, tapi karena mata-mata yang seolah menunggu kesalahan kecilnya. Hari-hari sebelumnya, ia sudah merasakan sedikit tatapan aneh dari beberapa kolega—senyum yang terlalu panjang, bisik-bisik yang segera berhenti begitu ia mendekat. Namun hari ini, ia tahu, lingkungan kantor berubah menjadi lebih intens, seperti udara yang sarat ketegangan, menunggu satu percikan untuk memicu api gosip yang lebih besar. Sambil berjalan menuju mejanya, Lily mendengar bisik-bisik samar: “Apakah kamu lihat Tuan Ethan tadi dengan Aspri baru itu?” “Ak