Bab 13

1350 Kata
Khayra sangat terkejut. Ketika melihat siapa pria yang duduk di sampingnya. Ternyata pria itu adalah pria yang tidak ia harapkan kehadirannya. Karena merasa tidak nyaman, wanita itu langsung membuang muka lalu menghela nafas panjang. "Jangan bersikap seperti itu, Nona Khayra. Seharusnya kamu merasa senang. Karena perjalanan dinas kamu ke keluar kota, didampingi oleh CEO langsung," ucap pria itu yang tidak lain adalah Arrion. Sementara Khaira wanita itu berusaha menahan emosinya. Supaya tidak berkata kasar kepada pria yang ada di sampingnya. Mengingat ia adalah atasannya sekarang. "Hmm, terima kasih sebelumnya. Anda sudah repot-repot menemani saya melakukan perjalanan dinas ini. Padahal sebenarnya Anda tidak perlu ikut. Karena Insya Allah saya bisa mengatasinya sendiri," jawab Khayra tanpa menatap pria itu. Mendengar perkataan Khayra, seulas senyum terbit di wajah Arrion. Pria itu menatap lekat ke arah wanita, yang saat ini membuang muka. Seakan tidak ingin menatapnya. "Hehe, Saya ini adalah CEO di perusahaan Jaya Lie Group. Jadi ya, terserah saya dong, mau pergi atau tidak," jawab Arion dengan nada santainya. Mendengar jawaban dari pria itu, membuat Khayra menjadi kesal dan memilih untuk diam. Ia pikir, jika terus meladeni perkataan Arion, itu sama saja mencari celah bagi pria itu untuk mengusik ketenangannya. "Kenapa dari tadi Anda diam saja, Nona Khayra? Apa Anda tidak ingin menikmati perjalanan ini dengan mengobrol santai bersamaku. Lagi pula, jangan membuang muka seperti itu. Apa kamu tidak ingin menatap wajah tampanku?" Arrion sengaja bertanya seperti itu, karena dia berniat menggoda Khayra. Mendengarkan perkataan Arrion, membuat wanita itu langsung menatap ke arahnya. Rasanya Khayra sudah tidak tahan lagi ingin meluapkan apa yang ia rasakan saat ini. "Percaya diri sekali Anda. Sebaiknya Anda diam. Karena kepala saya pusing, jika terus mendengar kicauan dari Anda." Khayra sengaja mengatakan itu, untuk meluapkan rasa kesalnya. Ia pun langsung membalikkan tubuh membelakangi Arrion, lalu menutupi wajahnya dengan hijab yang ia kenakan. "Khayra, aku —" "Tolong jangan ganggu saya. Saya butuh ketenangan." Mendengar Khayra mengatakan kalimat itu, akhirnya Arrion memilih untuk diam dan tidak mengusik wanita itu lagi. Butuh waktu hampir satu setengah jam, untuk mereka tiba di Bandar Udara Juanda Surabaya. Sementara Khayra, wanita itu masih tertidur pulas. Saat pesawat yang ia tumpangi mendarat di bandara tersebut. Melihat Khayra yang masih tertidur, Arrion berusaha untuk membangunkan wanita itu. Ia menarik-narik hijab berwarna salem, yang dikenakan oleh Khaira. Membuat wanita itu akhirnya tersadar, lalu membuka kedua matanya. "Apa yang sedang Anda lakukan?" Khayra menanyakan itu, ketika melihat tangan Arion masih menarik-narik hijabnya. "Aku hanya ingin membangunkan mu Khayra. Soalnya kita sudah sampai di bandara Juanda sekarang," jawab Arrion. Mendengar perkataan dari pria itu, Khaira langsung melihat ke sekelilingnya. Ternyata perkataan Arrion benar. Mengetahui hal itu, ia langsung mengambil tasnya berniat untuk segera turun. Melihat Arrion yang dari tadi hanya diam saja tidak melakukan pergerakan sedikit pun, membuat Khayra merasa geram menatap pria itu. "Apa Anda tidak melihat, jika saya hendak keluar dari pesawat ini. Tidak bisakah Anda berdiri memberi jalan, supaya saya bisa lewat," pinta Khayra sambil menahan rasa kesalnya. "Oh, kamu mau lewat, bilang dong. Saya pikir tadi kamu masih mau tetap berada di dalam pesawat ini." Lagi-lagi Arion menggoda wanita itu. Namun, kali ini Khayra tidak ingin terpancing. Ia sama sekali tidak memperdulikan perkataan Arrion. Ketika melihat pria itu sudah berdiri memberikannya jalan, ia langsung pergi meninggalkannya. Arrion memilih untuk mengikuti wanita itu dari belakang. Hingga ada seorang pria yang datang menghampirinya. Lalu mengambil koper pria itu dan juga Khayra. "Terima kasih ya, Gas," ucap Arrion kepada Bagas, orang suruhannya selama berada di Surabaya. Saat ini mereka berdua sudah berada di dalam mobil yang dikendarai oleh Bagas. Khayra memilih diam. Karena ia terlalu malas untuk berbicara dengan pria, yang berada di sampingnya. Hingga Arrion menyuruh Bagas untuk memarkirkan mobil di depan restoran mewah, yang ada di kota tersebut. Khayra mengerutkan dahinya. Karena ia tahu ini bukan hotel tempat mereka menginap. "Kenapa kita berhenti di sini?" tanya khayra kepada pria itu. "Ini sudah jam makan siang, Nona. Kita perlu makan untuk menambah energi. Bagaimana kita bisa menyelesaikan masalah hotel ..., kalau badan kita lemas?" Setelah mengatakan itu, Arrion berniat ingin membuka pintu mobilnya. Ia segera turun, berencana untuk masuk ke dalam restoran tersebut. Saat ini perutnya benar-benar lapar. Karena sejak pagi tadi, ia lupa untuk sarapan. "Hmm, silakan Kalau Anda ingin makan siang. Biar saya menunggu di dalam mobil saja," jawab Khayra. Arrion merasa heran. Melihat Khayra yang menolak tawarannya untuk makan siang bersama. Padahal saat ini sudah menunjukkan pukul satu siang. "Kamu tidak boleh menolak tawaran ku, Khayra. Apa kamu mau aku gendong? Supaya kamu mau turun dari mobil, lalu makan siang bersama ku." Mendengar pertanyaan seperti itu, membuat Khayra bergidik ngeri. Akhirnya ia pun memutuskan untuk masuk ke dalam restoran, mengikuti langkah pria itu dari belakang. Setibanya di salah satu meja VIP yang Arrion tempati. Pria itu memberi tahukan kepada pramusaji. Menu makanan yang akan ia pesan, lalu Arrion pun menawarkan kepada Khayra. Supaya mencatat makanan apa yang ia inginkan. "Terima kasih. Hmm maaf, bukannya tadi sudah saya katakan. Kalau saya tidak makan. Karena saat ini saya sedang berpuasa. Lagi pula saya berada di restoran ini, karena Anda tadi yang memaksanya." Khayra mengatakan itu, supaya Arrion mengerti dan tidak memaksanya lagi. Mendengar perkataan dari Khayra, Arrion pun segera mengatakan kepada pramusaji tersebut, jika ia hanya memesan makanan yang ia sebutkan tadi. Tidak ada tambahan lainnya. Saat ini tinggallah Arrion berdua bersama Khayra. Pria itu menatap lekat ke arah wanita yang ada dihadapannya. Ketika mata mereka saling bertemu, Khayra dengan cepat memutuskan pandangan, lalu menyibukkan diri sambil menatap layar ponselnya. Melihat wanita itu biasa-biasa saja, tidak merasa lemas atau ada keluhan lainnya. Padahal saat ini ia sedang berpuasa, membuat Arrion merasa penasaran. "Apa perut kamu tidak merasakan lapar ..., akibat berpuasa?" tanya Arrion dengan mata langsung tertuju kepada Khayra. "Ya, saya lapar. Namun, iman saya masih kuat, untuk menahan rasa lapar itu. Jadi sebaiknya Anda diam saja, jangan mengajak saya untuk berbicara." Arrion mengerutkan dahi sambil menatap wanita itu. "Jadi untuk apa kamu berpuasa? Kalau itu hanya bisa menyiksa diri kamu, dengan menahan rasa lapar." Arrion berkata seperti itu, karena ia seorang Ateis, yang tidak tahu apa arti puasa. "Siapa bilang puasa menyiksa diri. Justru dengan berpuasa, kita bisa membersihkan diri. Lagi pula berpuasa bukan hanya menahan rasa haus dan lapar, tapi juga menahan rasa hawa nafsu serta amarah." Arrion pun terdiam, ketika mendengar perkataan Khayra barusan. Hingga pramusaji datang, sambil membawa pesanannya. "Ini pesanan Anda, Tuan. Semoga Anda suka dengan menu yang ada di restoran kami," ucap pramusaji tersebut. "Terima kasih," jawab Arrion singkat. "Kalau begitu saya permisi dulu, Tuan, Nona. Selamat menikmati hidangan dari restoran kami." Setelah kepergian pramusaji tersebut. Arrion masih menatap Khayra, yang saat ini hanya diam sambil berselancar di media sosial. "Maaf, aku tidak tahu jika kamu sedang berpuasa," ucap Arrion sedikit menyesal. "Tidak apa-apa. Sebaiknya cepat Anda habiskan makanan itu. Karena saya ingin segera tiba di hotel. Masih banyak pekerjaan yang harus saya selesaikan," pinta wanita itu. Arrion pun mengangguk mengerti, dengan perkataan Khayra, lalu ia memanggil pramusaji untuk mendekat ke mejanya. "Ada yang bisa saya bantu, Tuan?" tanya pramusaji tersebut, dengan senyum ramahnya. "Makanan yang saya pesan ini buat kamu saja. Ini uangnya, ambil saja kembaliannya nanti." Arrion segera mengeluarkan beberapa lembar uang ratusan ribu di dalam dompetnya, lalu ia serahkan kepada pramusaji tersebut. Khayra yang melihat apa yang dilakukan oleh Arrion merasa heran. Karena pria itu sama sekali belum menyentuh makanannya. "Ayo, kita kembali ke mobil," ajak pria itu. "Kenapa? Bukannya Anda belum menyentuh makan Anda sama sekali?" Khayra menanyakan itu, karena merasa heran. Melihat sikap pria yang ada di hadapannya. "Saya tidak enak, jika harus makan di hadapan orang yang sedang berpuasa. Jadi sebaiknya nanti saja, saya makan siangnya." Setelah mengatakan itu, Arrion melangkahkan kakinya untuk pergi. Membuat Khayra sedikit kaget, melihat perubahan sikap dari Arrion. "Ada apa dengan pria itu? Sikapnya selalu berubah-rubah. Dasar pria aneh." Setelah mengatakan kalimat itu dalam hati, Khayra langsung bergegas pergi menyusul pria itu dari belakang. Sementara Arrion yang berjalan terlebih dahulu meninggalkan Khayra, merasa sangat senang. Hingga senyum pun terukir di wajah tampannya. "Aku yakin ..., pasti wanita itu merasa kagum. Atas sikap yang aku tunjukkan tadi, hehehe." Bersambung.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN