Bab 12

1615 Kata
Keesokan hari tiba. Saat ini Khaira sedang bersama umi, abi serta kedua adiknya di meja makan. Sebelum melakukan aktifitas masing-masing, sudah menjadi rutinitas bagi mereka untuk sarapan bersama. Sesekali mereka bercanda dan tertawa. Namun, Khaira hanya tersenyum tipis, tidak begitu menanggapi candaan orang tua serta adiknya. Salma yang dari tadi memperhatikan gerak-gerik putri sulungnya merasa heran. Tidak biasanya Khaira lebih pendiam, seperti saat ini. "Khaira, Umi perhatikan dari tadi kamu diam saja, Nak. Memangnya kamu sedang memikirkan apa?" tanya Salma penasaran. "Iya, Kak Khay. Memangnya kakak lagi ada masalah ya?" tanya Akmal menimpali perkataan uminya. Khaira jadi salah tingkah. Ketika mendengar pertanyaan dari umi serta adiknya. Namun, ia berusaha bersikap tenang. Supaya mereka tidak menaruh curiga kepadanya. "Tidak apa-apa kok Umi, Akmal. Khaira hanya sedikit memikirkan tentang pekerjaan saja," jawab wanita itu beralasan. Ustaz Ridwan mengerutkan kening, ketika mendengarkan perkataan dari putrinya. "Memangnya ada apa dengan pekerjaanmu, Nak? Apakah kamu merasa terbebani dengan pekerjaanmu sekarang?" Ridwan menanyakan soal itu, karena ia merasa khawatir dengan putrinya. "Tidak Abi. Khay tidak merasa terbebani kok, dengan pekerjaan Khay sekarang. Hanya saja, Khay merasa tertantang. Memikirkan cara, supaya Khay bisa menunjukkan prestasi di perusahaan tersebut." Khaira tidak mau menceritakan alasan yang sebenarnya, karena ia tidak ingin membebani pikiran kedua orangtuanya. Ridwan dan Salma pun akhirnya merasa lega. Ketika mendengar perkataan dari putrinya. Setelah selesai sarapan, mereka pun berpamitan untuk melanjutkan aktifitas masing-masing. *** Saat ini Khaira sedang berada di kantornya, lalu menuju ruang kerja yang ia tempati. Ketika ia sedang memeriksa beberapa berkas di atas meja kerja, Gea yang merupakan sekretarisnya muncul dari balik pintu. "Assalamu'alaikum, Bu. Boleh saya masuk," pinta Gea dengan sopan. "Wa'alaikumsalam, silakan masuk Mbak Gea," tawar Khayra dengan ramah kepada wanita itu. Gea segera berjalan mendekat kearah Khaira, bermaksud ingin menyampaikan informasi penting. "Begini, Bu. Saya ingin mengatakan kalau sebentar lagi rapat bersama para petinggi perusahaan, akan segera dimulai. Saya harap Anda bisa segera hadir ke ruangan rapat sekarang," pinta Gea sambil menundukkan kepala. Khaira langsung menghentikan aktifitasnya dan menghadap kearah Gea yang saat ini berdiri di hadapannya. "Terima kasih infonya Mbak Gea. Kalau begitu saya siap-siap dulu. Nanti saya akan segera pergi ke ruangan rapat," jawab Khayra. "Sama-sama Bu Khaira, kalau begitu saya permisi dulu." Setelah kepergian Gea sekretarisnya, Khaira sejenak terdiam. Memikirkan rapat yang akan segera ia hadiri. "Kalau aku pergi menghadiri rapat tersebut, itu artinya aku akan bertemu dengan pria itu lagi. Hmm, jika aku tetap bekerja di perusahaan ini, sepertinya susah jika harus menghindarinya." Khayra berkata dalam hati. Sebenarnya ia sangat malas untuk menghadiri rapat tersebut, tapi ia juga harus bersikap profesional. Mengingat ia mendapatkan jabatan ini karena prestasinya. Setelah menyelesaikan berkas-berkas yang berserakan dilantai, wanita itu tidak punya pilihan lain untuk segera pergi ke ruangan rapat. Khaira pun segera menduduki kursi yang disediakan untuknya, sambil menetralkan denyut jantungnya yang tidak beraturan. Ia berusaha menghirup udara dalam-dalam. Supaya pikirannya sedikit tenang. Tak lama kemudian, dengan langkah tegap Arrion terlihat berjalan memasuki ruangan rapat. Diikuti dengan Alia sekretarisnya dari belakang. Saat memasuki ruangan rapat hingga ia duduk di kursi kebesarannya, mata Arrion tidak lepas menatap wanita berhijab itu, yang duduk tidak begitu jauh darinya. Satu-persatu kepala divisi, direktur serta Khaira yang menjabat sebagai GM, menyampaikan laporan hasil pekerjaan mereka. Saat wanita itu melakukan presentasi, Arrion menatap kagum serta puas. Dengan laporan hasil pekerjaan yang disampaikan oleh Khayra. "Selain cantik, ternyata dia memang wanita yang cerdas. Pantas saja Pak Salman merekomendasikannya untuk dipindahkan ke kantor pusat." Arrion berkata dalam hati, dengan pandangan yang tidak lepas dari wanita itu. Sementara Khaira yang tahu jika Arrion menatapnya, langsung membuang muka. Seolah-olah mereka tidak saling mengenal sebelumnya. Sementara Mayang, salah satu direktur di perusahaan Arrion memberikan pertanyaan. Membuat pria itu tersadar, lalu memutuskan pandangannya terhadap Khayra. "Iya, Bu Mayang. Anda ingin menanyakan apa?" tanya Arrion kepada wanita yang mengenakan jas berwarna hitam dan dipadukan dengan blus berwarna merah muda. "Begini Pak Arrion. Saya ingin meminta pendapat Anda. Bagaimana dengan tindakan yang akan kita ambil, terhadap hotel yang ada di Surabaya? Karena kalau kita biarkan defisit ini berlanjut, tanpa ada tindakan yang kongkrit. Saya khawatir hotel itu berlahan-lahan akan bangkrut," ucap Mayang kepada Arion. Sejenak Arrion berfikir, untuk mengatasi masalah yang ada di hotel tersebut. Hingga sebuah ide muncul di benaknya. "Hmm, saya akan menyerahkan tugas ini kepada GM baru kita. Bagaimana pendapat Anda, Nona Khayra?" tanya Arrion secara formal kepada wanita itu. Seketika Khayra menegang. Ketika Arrion menyebutkan namanya. Namun, ia berusaha untuk bersikap tenang, menjawab pertanyaan yang diajukan oleh pria, yang matanya kini tidak lepas menatapnya. "Baik, Pak. Terlebih dahulu saya akan mempelajari, masalah yang dialami hotel tersebut. Hingga mengalami defisit yang sangat signifikan. Setelah saya mengetahui sebabnya, barulah akan mengambil tindakan. Supaya bisa mengatasi terjadinya defisit pendapatan tersebut. Dengan melakukan inovasi baru, untuk menarik minat para pengunjung. Supaya mereka tertarik dan mau menginap di sana." Mendengar jawaban Khaira, seulas senyum terbit di wajah pria itu. Ia merasa pilihannya tepat. Karena Khaira memiliki kecerdasan dalam bekerja. Arrion pikir, wanita itu pasti mampu mengatasi masalah tersebut. "Baik, saya setuju dengan pendapat Anda, Nona Khayra. Kalau begitu, kapan Anda akan berangkat ke Surabaya?" tanya Arrion memastikan. "Insya Allah lusa saya akan berangkat ke Surabaya, Pak. Karena saya harus mempersiapkan data-data serta informasi yang dibutuhkan dari hotel tersebut," jawab Khayra dengan profesional. Arrion pun mengangguk mendengar jawaban dari wanita itu. "Oke, kalau begitu saya akan ikut dengan Anda, Nona Khaira. Karena saya juga ingin mengecek hotel itu secara langsung." Deg! Perkataan Arrion berhasil membuat Khayra serta para peserta rapat yang lain terkejut. Karena tidak seperti biasanya seorang CEO yang memiliki kesibukan cukup padat. Mau turun tangan langsung mengurusi hotel yang tidak seberapa baginya. Rapat pun selesai. Sebenarnya Khaira sangat keberatan dengan keputusan Arrion, yang memilih ikut bersamanya pergi ke Surabaya, untuk mengecek hotel mereka. Ingin rasanya wanita itu menyampaikan keberatan tersebut. Namun, ia urungkan niatnya itu. Karena tidak ingin pegawai lain merasa curiga, dengan tindakan yang ia lakukan. Ketika Khaira hendak berjalan keluar menuju ruangannya, tiba-tiba Arrion berjalan mendekat dan kini sudah berada tepat di belakang wanita itu. Khaira sempat kaget. Namun, ia berusaha bersikap biasa-biasa saja. Supaya tidak mendapatkan kecurigaan dari orang-orang, yang berada tidak jauh dari mereka. "Sungguh aku sangat menantikan saat itu. Saat kita berdua akan pergi bersama ke Surabaya," bisik Arrion tepat ditelinga wanita itu. Karena perkataannya berhasil membuat tubuh Khaira seketika menegang. Wanita itu terdiam sambil menatap tajam kearah pria, yang kini sudah berjalan mendahuluinya. Seolah-olah tidak ada masalah. "Dia memang sangat keterlaluan. Aku tahu dia sengaja mengatakan itu. Karena ingin memancing emosiku." Khaira pun berjalan menuju ruangannya, sambil menahan rasa kesal serta amarah. *** Pagi berganti siang, siang pun berganti malam. Begitulah perputaran waktu yang seakan tidak pernah lelah, terus berputar dari hari ke hari. Sehabis makan malam bersama keluarganya, Khaira segera masuk ke dalam kamar, sambil memikirkan tentang keberangkatannya bersama Arrion ke Surabaya. "Aku tahu dia sengaja melakukan itu untuk bermain-main denganku. Lihat saja nanti, jika dia pikir aku adalah wanita lemah yang bisa disakitinya seperti dulu, dia salah. Karena sekarang aku harus kuat. Menangkis semua serangan-serangan yang pria itu berikan." Setelah mengatakan kalimat itu, Khaira segera memejamkan kedua matanya. Ia berharap setelah bangun, tubuhnya akan kembali segar. Demi menyambut hari esok yang lebih baik. *** Sementara di tempat lain, Arrion sedang asyik memainkan gelas yang berisikan minuman beralkohol. Sambil memikirkan wanita yang sudah berapa hari ini mengusik pikirannya. "Khaira Hafizah. Sepertinya wanita itu sulit untuk ditaklukkan. Entah kenapa aku merasa senang, jika melihat wanita itu marah kepadaku, hehehe." Awalnya niat Arrion mencari Khaira adalah ingin meminta maaf kepada wanita itu. Namun, setelah mereka bertemu. Arrion seakan melupakan niatnya. Karena ia merasa, menggoda Khaira dan membuat wanita itu marah adalah kesenangan tersendiri untuknya. *** Tak terasa hari keberangkatan Arrion dan Khaira pun tiba. Setelah berpamitan dengan umi serta kedua adiknya, Khaira segera melangkahkan kaki masuk ke dalam mobil. Diantar oleh abinya ke bandara. Tidak membutuhkan waktu lama, buat mereka tiba di bandara. Khaira segera bergegas turun dari mobil, diikuti oleh Ustaz Ridwan, yang membawa koper milik putrinya. "Terima kasih ya, Abi. Sudah repot-repot mengantarkan Khay ke bandara," ucap Khaira sebelum berpamitan. Sebenarnya Ustaz Ridwan merasa terharu. Hampir saja ia menitikkan air mata, jika tidak cepat menghapusnya. "Iya, Nak. Karena kamu masih tanggung jawab Abi. Jadi Abi tidak merasa direpotkan sama kamu." Ridwan pun membelai hijab yang dikenakan oleh putrinya. Sebagai rasa kasih sayang serta perhatian. "Oh iya, Bi. Sepertinya pesawat yang akan Khay tumpangi akan segera berangkat. Kalau begitu Khay pamit dulu ya. Assalamu'alaikum." Khaira segera mencium tangan abinya. Sebelum masuk ke dalam pesawat. "Wa'alaikumsalam. Iya, Khay. Jaga diri kamu dan jangan lupa telepon Abi dan umi, jika kamu sudah sampai di Surabaya," pesan pria itu. "Siap, Bi. Khay pergi dulu." Setelah berpamitan dengan abinya, Khaira segera membalikkan tubuh untuk melangkah pergi. Sementara Ustaz Ridwan, ia hanya bisa memandangi putrinya dari kejauhan. Setibanya di kursi penumpang. Khaira merasa sangat senang. Karena ia tidak melihat keberadaan Arrion, disalah satu kursi yang ada di pesawat tersebut. "Sepertinya pria itu tidak jadi pergi. Alhamdulillah, kalau dia berubah pikiran. Setidaknya aku bisa merasa lebih tenang dan fokus menyelesaikan pekerjaan." Khayra berkata dalam hati sambil menjatuhkan tubuhnya di kursi penumpang. Berlahan wanita itu memejamkan mata. Karena terlena dengan musik yang ia dengar lewat earphone. Musik tersebut mampu menimbulkan rasa kantuk. Hingga membuat ia seakan terhipnotis, lalu memejamkan kedua mata. Namun, tiba-tiba aroma maskulin menyeruak di penciumannya. Aroma yang begitu kuat. Membuat Khayra sangat yakin, jika itu adalah aroma parfum dari salah satu penumpang pesawat, yang berada tidak jauh darinya. Karena merasa penasaran, dengan berlahan wanita itu membuka mata. Memastikan siapa pemilik aroma maskulin tersebut. Namun, seketika ia terkejut. Ketika melihat ada seorang pria yang duduk di sampingnya, sambil menyilang kan kedua tangan dan tersenyum kearah dirinya. "Hai, Nona Khayra, senang bisa bertemu denganmu lagi." Deg! Bersambung.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN