Bab 9

1402 Kata
Karena merasa penasaran dengan perkataan adiknya, Khaira segera turun ke bawah, lalu melangkahkan kakinya menuju ruang tamu. Ia berniat ingin menemui pria, yang dimaksud oleh Mila barusan. Seketika senyum di bibir Khaira mengembang. Ketika ia melihat siapa pria, yang ingin bertemu dengannya. Wanita itu pun bergegas, segera menghampiri pria tersebut. "Assalammu'alaikum, Khay," sapa pria itu, ketika melihat wanita yang sangat ia rindukan, kini berada dihadapannya. "Wa'alaikumsalam, Kak Qidam. Kakak apa kabar?" tanya Khayra dengan senyuman hangatnya. Ya, pria itu adalah Qidam. Sosok pria yang dulu sempat menaruh hati kepada Khaira dan kini memiliki profesi sebagai seorang dosen, di salah satu universitas ternama. "Alhamdulillah, seperti yang kamu lihat. Kabar Kakak baik, Khay. Sudah lama ya, kita tidak bertemu. Kamu sendiri, bagaimana dengan kabarmu?" Qidam balik bertanya, sambil tersenyum memandang wanita itu. "Alhamdulillah, kabar Khay juga baik, Kak," jawab Khayra sambil menundukkan kepala. "Kakak lihat, sepertinya kamu sangat betah tinggal di Kairo. Sampai-sampai, selama tujuh tahun kamu tidak pernah pulang ke Indonesia. Memangnya kamu tidak rindu Khay, dengan negara kelahiran mu?" Qidam menanyakan itu, karena ada satu rindu yang masih tersimpan rapat di dalam hatinya. Rindu pada seseorang yang merupakan cinta pertamanya, yaitu Khaira Hafizah. Mendengar perkataan Qidam, membuat Khayra merasa tidak enak. Karena dulu ia sempat menolak perasaan pria itu. Namun, Khayra berusaha bersikap setenang mungkin. Karena selama ini ia hanya menganggap Qidam, sebagai senior yang dihormatinya. "Maaf, Kak. Itu semua karena Khay ingin fokus dengan pekerjaan Khay di Kairo. Kalau Khay pulang ke Indonesia, Khay takut tidak bisa meninggalkan negara ini," jawab Khaira beralasan. Karena tidak ingin Qidam tahu alasan yang sebenarnya. Akhirnya mereka berdua larut dalam perbincangan. Mengenang saat mereka masih sama-sama duduk di bangku pesantren. Jam makan siang tiba. Umi Salma menyuruh Khaira untuk mengajak Qidam, makan siang bersama mereka. Sebenarnya Khaira agak sedikit kurang nyaman, saat pria itu berada di tengah-tengah keluarganya. Namun, ia juga tidak mungkin menolak permintaan uminya. Hingga mereka pun larut dalam perbincangan di meja makan. *** Di Tokyo, disela-sela waktu senggangnya. Arrion menelepon seorang detektif kepercayaannya, untuk menyelidiki keberadaan Khayra. Ia pun segera mengirimkan foto wanita itu. Karena sampai detik ini, Arrion tidak mengetahui siapa namanya. "Baik, Pak Arrion. Anda tenang saja. Saya akan segera mencari tahu keberadaan wanita yang ada di dalam foto ini," ucap detektif yang bernama David tersebut. "Oke, saya tunggu kabar baik dari kamu secepatnya," jawab Arion, lalu menutup panggilan telepon tersebut. "Semoga saja David bisa membantuku, untuk mencari tahu keberadaan wanita itu. Karena selama ini, aku sudah mencarinya hampir ke seluruh daerah yang ada di Indonesia. Namun, wanita itu seakan menghilang tanpa jejak dan sekarang aku yakin, dia masih berada di Indonesia." Saat Arrion sedang melamun memikirkan Khaira, tiba-tiba Alia datang membuyarkan lamunannya. Wanita itu mengatakan, jika sebentar lagi rapat dengan klien mereka Tuan Takeshi, akan segera dilangsungkan. *** Malam pun tiba. Saat ini Khaira sedang duduk melamun di atas tempat tidur, sambil merebahkan tubuhnya. Dari tadi ia asyik memikirkan pria yang ingin dihindarinya. Namun, takdir berkata lain. Karena tanpa sengaja, pertemuan tak terduga terjadi diantara mereka. "Alasan aku hijrah ke Kairo, karena aku ingin meninggalkan semua kenangan buruk, yang ditorehkan oleh pria tersebut. Namun, di saat aku pertama kali melangkahkan kaki di negara ini. Kenapa aku harus dipertemukan dengan pria itu lagi? Apa ini yang dikatakan takdir?" Tanpa wanita itu sadari, air matanya mengalir begitu saja. Walau kemarin sudah takdirnya untuk bertemu dengan Arion. Kali ini ia berharap, jika itu adalah pertemuan terakhir mereka. Hingga ketukan pintu membuyarkan lamunan Khaira. Dengan cepat wanita itu menghapus air matanya, saat melihat Mila masuk ke dalam kamar dan duduk disampingnya. "Kak Khay, malam ini Mila tidur bersama Kakak, ya. Soalnya Mila masih kangen sama kakak," pinta Mila dengan nada manja. Membuat Khaira langsung menganggukan kepala. Namun, tanpa sengaja Mila melihat, mata kakaknya yang memerah. Seperti habis menangis. Karena rasa penasaran, ia langsung menanyakan perihal itu kepada kakaknya. "Mata Kakak kenapa merah?Memangnya ada apa? Kakak habis menangis, ya?" tanya Mila polos, membuat Khaira berusaha mencari alasan yang tepat. Supaya adiknya tidak menaruh rasa curiga. "Oh, ini. Kamu tenang saja, Kakak tidak menangis kok, Mil. Mungkin ini hanya kelilipan saja." Khaira sengaja beralasan kepada adiknya. Karena ia tidak keluarganya tahu, atas apa yang terjadi. Kaira langsung mematikan lampu kamarnya, lalu mengajak Mila untuk segera tidur. Supaya adiknya itu tidak lagi menanyakan hal yang macam-macam. Tentang matanya yang memerah, akibat menangis. *** Satu minggu telah berlalu. Selama itu Khaira sudah bekerja di perusahaan Jaya Lie Group. Menduduki jabatan sebagai GM di perusahaan tersebut. Selama bekerja di sana, Khaira belum pernah bertemu dengan CEO di perusahaan itu. Karena yang wanita itu tahu, Ceo tersebut sedang melakukan perjalanan bisnis ke luar negeri. Saat ini, Khaira sedang bersiap-siap berangkat ke kantor, dengan menggunakan sepeda motor miliknya. Tak lupa juga ia berpamitan kepada abi serta uminya. Ketika hendak melajukan motor tersebut, menuju kantor terbarunya. "Abi, Umi, Khay pergi dulu, ya. Assalammua'alaikum," pamit wanita itu, sambil mencium kedua tangan abi serta uminya. "Wa'alaikumsalam. Hati-hati di jalan ya, Sayang. Jangan ngebut-ngebut bawa motornya." Salma merasa khawatir. Karena ini merupakan pertama kalinya, Khaira membawa sepeda motor. Selama berada di Indonesia. "Iya Umi ..., nanti Khay akan hati-hati bawa motornya. Umi tenang saja, selama di Kairo, Khay sudah terbiasa mengendarai sepeda motor. Ya sudah, Khay pergi dulu, ya." Setelah mengatakan itu, Khaira segera melajukan motornya. Meninggalkan Ridwan dan Salam, yang masih menatap putri mereka dari kejauhan. Karena merasa dirinya hampir telat. Khayra segera mengeluarkan kelihaiannya mengendarai sepeda motor. Dengan cepat ia menyalip mobil yang ada di depannya. Membuat pengendara mobil itu, langsung mengerem secara mendadak. Ciiiiit! Pria yang berada di dalam kursi penumpang merasa kaget. Dengan tindakan yang dilakukan oleh supirnya. "Ada apa, Pak?" tanya pria itu yang tidak lain adalah Arrion. Saat itu Arrion sedang melamun. Masih memikirkan tentang wanita berhijab, yang tanpa sengaja ia temui di bandara, satu minggu yang lalu. "Ada seorang wanita berhijab, Pak. Dia mengendarai sepeda motor secara ugal-ugalan. Untung saja tidak terjadi tabrakan," jawab Deni, yang berprofesi sebagai supir pribadi Arrion. "Wanita berhijab? Ya sudah, kalau begitu cepat kejar motornya, Den," perintah Arrion kepada Deni supirnya. Namun, sangat disayangkan, mereka kehilangan jejak wanita itu." "Kemana perginya wanita ugal-ugalan tadi? Sepertinya kita kehilangan jejak, Pak Arrion, tapi Anda tenang saja. Saya sudah hafal flat motor wanita tersebut." Arrion merasa antusias. Ketika mendengar Deni mengatakan hal itu. Karena ia berniat ingin memberikan pelajaran kepada wanita, yang seenaknya saja mengendarai sepeda motor tanpa aturan. *** Tak lama kemudian. Mobil yang dikendarai oleh Deni, telah tiba di depan kantor. Arrion pun segera membuka pintu mobil tersebut. Bermaksud ingin secepatnya tiba, diruang kerjanya. Namun, ketika ia hendak keluar dari mobil, tiba-tiba ponselnya berdering. Saat mengetahui jika itu panggilan telepon dari David, dengan cepat Arrion langsung mengangkat panggilan telepon tersebut. "Halo, David. Ada apa kamu menelpon saya? Apa kamu ingin menyampaikan kabar baik kepada saya?" tanya Arrion yang mulai penasaran. "Ia, Pak. Saya menelepon karena ingin memberi kabar. Kalau saya sudah menemukan di mana keberadaan wanita itu. Nanti saya akan mengirimkan data-datanya kepada Anda. Mendengar perkataan David, membuat Arrion bertambah penasaran, lalu meminta pria itu secepatnya mengirimkan data-data wanita tersebut. Setelah mendapatkan kiriman file dari Davin, dengan perlahan-lahan Arrion membaca serta mencermatinya. Seketika matanya terbelalak. Ketika membaca data-data pribadi wanita itu. "Jadi, namanya Khayra Hafizah ..., nama yang bagus. Hmm, tapi tunggu dulu. Ia pernah bekerja di Kairo, lalu dipindahtugaskan ke Indonesia. Dengan jabatan baru sebagai GM. Apa jangan-jangan ─" Untuk mengusir rasa penasarannya. Karena detektif tersebut tidak mencantumkan nama perusahaan, tempat Khayra bekerja. Membuat Arrion memutuskan untuk menelepon Alia sekretarisnya. Pria itu hanya ingin memastikan, jika dugaannya itu benar atau salah. Drrt! Drrt! Melihat panggilan telepon dari bosnya, dengan cepat Alia langsung mengangkat panggilan telepon tersebut. "Halo, Pak Arion. Apa ada yang bisa saya bantu?" tanya Alia dengan sopan, kepada bosnya itu. "Begini Alia, ada yang ingin saya tanyakan sama kamu. Siapa nama GM yang di rekomendasikan oleh Pak Salman, untuk dipindahkan ke kantor pusat?" tanya Arion dengan harap-harap cemas. Alia pun mengerutkan keningnya. Karena ia tidak begitu mengingat nama GM tersebut. Saat membaca track record-nya. "Sebentar ya, Pak. Saya cek dulu, untuk memastikan siapa namanya," jawab Alia. "Ya sudah, cepat. Saya tunggu sekarang juga," perintah Arrion yang sudah tidak sabar lagi. Mendengar perintah dari bosnya itu, dengan cepat Alia langsung membuka file yang ada di laptopnya. Setelah mengetahui siapa nama GM tersebut, wanita itu langsung memberitahukannya kepada Arion. "Halo, Pak. Saya ingin memberitahukan, jika nama GM yang direkomendasikan Pak Salman, untuk dipindahkan ke kantor pusat ..., adalah Khayra Hafizah." Deg! Bersambung.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN