Sebenarnya Arrion sangat kecewa. Ketika mendengar jawaban dari Khayra. Namun, ia berusaha bersikap tenang. Supaya tidak terpancing emosinya.
"Makanlah, bukannya ini sudah memasuki waktu berbuka puasa. Kamu perlu energi, jika mau protes." Arion pun segera duduk di kursinya, setelah mengatakan kalimat itu.
Mendengar perkataan Arrion, Khayra hanya diam, lalu memilih duduk di hadapan pria itu.
"Bismillah," ucap wanita itu pelan, sebelum membatalkan puasanya, dengan menghirup segelas teh hangat.
Setelah meminum teh tersebut hingga habis dan memakan dua biji kurma, Khaira memutuskan untuk meninggalkan meja makan tersebut. Karena Iya berniat ingin menunaikan, ibadah shalat Maghrib.
"Permisi, Pak. Saya mau pergi shalat dulu, takut waktu Magrib-nya habis." Khayra berusaha sopan meminta izin kepada Arrion. Membuat pria itu langsung menatapnya lekat.
"Bukankah kamu belum menghabiskan makananmu? Apa tidak sebaiknya kamu makan dulu?" Arrion menanyakan itu, karena ia merasa khawatir. Mengingat saat berbuka puasa tadi, Khayra hanya meminum segelas teh hangat dan memakan beberapa buah kurma.
Sejenak Khayra berpikir, untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan pria yang ada di hadapannya saat ini.
"Saya takut waktu sholat Maghrib akan segera habis, atau saya bungkus saya makanannya. Biar nanti saya makan di kamar setelah Sholat," pinta wanita itu, karena tidak ingin mengecewakan orang yang sudah mengajaknya untuk berbuka puasa.
"Terserah kamu saja." Setelah mengatakan kalimat, Arrion meneruskan makannya tanpa melihat kearah Khayra.
Sementara wanita itu, ia langsung memanggil pramusaji untuk membungkus makanan yang akan ia bawa. Arrion yang melihat hal itu hanya diam saja, sambil meneruskan makanannya.
"Terima kasih, atas makanannya. Saran saya, jika makanan ini belum habis dan tidak tersentuh. Sebaiknya Anda berikan saja kepada pegawai dapur. Biar tidak mubasir." Khayra mengatakan kalimat tersebut dengan lemah lembut. Ia takut jika pria yang ada di hadapannya tersinggung, dengan apa yang ia ucapkan.
"Hmm," jawab Arrion yang seakan malas untuk berucap. Melihat hal itu, Khayra langsung saja berpamitan dan pergi meninggalkan Arrion.
"Sepertinya tidak mudah, untuk menaklukkan hati wanita itu. Dia masih saja bersikap dingin dan seakan ingin menghindari ku." Arrion berkata dalam hati, sambil menatap kepergian Khayra. Sosok wanita yang dulu pernah ia sakiti.
Namun, saat ini pria itu sangat menyesal. Ia tahu, jika Khayra belum bisa memaafkannya. Arrion pun tidak ingin menyerah. Pelan-pelan ia akan mendekati wanita itu. Karena saat bersama Khayra, Arrion merasakan perasaan bahagia, yang tidak bisa ia ungkap.
***
Keesokan hari tiba. Khayra yang merasa kurang nyaman, jika harus berdekatan dengan Arrion. Memilih untuk menghindari pria itu. Ia hanya fokus dengan pekerjaannya. Tanpa memperdulikan Arrion sama sekali.
Melihat sikap Khayra yang terus saja menghindarinya, membuat Arrion tidak suka. Apalagi wanita itu terlihat sangat dekat dengan Tomi, yang merupakan kepala manajer hotel tersebut.
"Wanita itu sengaja ingin menghindari ku. Tidak, aku tidak boleh membiarkan ini terjadi."
Setelah mengatakan kalimat itu, Arrion pun berusaha ikut masuk ke dalam perbincangan yang terjadi antara Khayra dan Tomi.
"Oke, Bu Khayra. Kalau begitu saya akan menyuruh para pegawai, untuk menyebarkan kuesioner yang sudah Anda buat, kepada para pengunjung. Dengan mendapatkan kritikan dan saran dari pengunjung, saya harap hotel ini bisa bangkit lagi." Tomi mengatakan kalimat itu, dengan sangat optimis.
"Iya, Pak Tomi. Saya berharap juga demikian. Semoga dengan gebrakan yang kita lakukan, dapat menarik minat para pengunjung, untuk menginap di hotel ini lagi."
Setelah berbincang-bincang cukup panjang dengan Khayra. Disaksikan oleh Arrion yang memilih untuk diam, sambil memperhatikan gerak-gerik mereka berdua. Tomi pun berniat pamit. Karena ia ingin segera melaksanakan apa yang diperintahkan oleh Khayra.
Sementara Khayra, ia merasa tidak nyaman jika harus berdua bersama Arrion. Ia pun memutuskan untuk pamit. Namun, ketika Khayra hendak bangkit dari duduknya. Pria itu menghela nafas sambil mengatakan sesuatu kepada Khayra.
"Kenapa kamu selalu menghindari ku, Khayra? Apakah kamu pikir aku adalah virus, yang hanya akan menyakitimu?" tanya Arrion yang ingin meminta penjelasan dari wanita itu.
Sejenak Khayra terdiam, mencari jawaban yang pas untuk menjawab pertanyaan, yang diajukan oleh Arrion.
"Saya hanya ingin bersikap profesional saja, Pak Arrion. Lagi pula, saya datang ke hotel ini bukan untuk liburan, tapi untuk bekerja." Khayra memberanikan diri mengatakan kalimat itu, supaya Arrion mengerti dan tidak salah paham, atas sikap yang ia tunjukkan.
Sementara Arrion, ia ingin sekali membantah jawaban dari wanita itu. Namun, ia segera urungkan. Karena Arrion tahu, jika itu hanya akan menimbulkan perdebatan yang terjadi diantara mereka.
***
Tak terasa tiga hari sudah berlalu. Selama itu juga Arrion dan Khayra berada di Surabaya. Mereka saling diam, berbicara hanya untuk hal yang penting saja.
Malam itu tercetak jelas, Raut wajah kesal yang ditunjukkan oleh Arrion. Itu semua, karena Khayra menolak ajakannya untuk makan malam bersama.
Hingga Arrion mengirimkan pesan dengan nada perintah. Meminta Khayra menurutinya, untuk makan malam bersama.
Khayra yang saat ini sedang asyik dengan layar laptopnya, sejenak menghentikan aktifitas. Ia langsung membuka pesan dari Arrion, lalu membacanya.
From: Pria menyebalkan.
"Saya tunggu kamu sekarang juga di restoran yang ada di hotel. Tidak ada penolakan ibu Khayra Hafizah."
Khayra yang melihat notifikasi pesan Arrion hanya membacanya sekilas, tanpa membuka isi pesan itu secara langsung. Membuat Arrion, makin bertambah kesal. Dengan sikap yang ditunjukkan oleh wanita itu.
Tiga puluh menit berlalu. Arrion masih berusaha sabar menanti kedatangan Khayra. Namun, wanita yang dinantinya itu tetap tidak kunjung datang. Hingga jarum jam menunjukkan pukul 20.30. Itu artinya sudah hampir satu jam Arrion menunggu.
Melihat hal itu, seorang pramusaji datang menghampiri Arrion, untuk menanyakan apakah Arrion jadi memesan makanan atau tidak
"Bagaimana, Pak? Apa Anda jadi memesan makanan, menu andalan di hotel ini? Jika iya, saya akan menyuruh chef terbaik di hotel ini, untuk menyiapkannya," tanya seorang pramusaji dengan sopan kepada Arrion.
Mendengar kalimat dari pramusaji tersebut, membuat Arrion semakin merasa kesal. Mengingat sampai detik ini, Khayra tidak membalas pesannya.
"Maaf, tidak jadi. Karena tiba-tiba saja selera makan saya menghilang. Permisi!"
Setelah mengatakan kalimat itu, dengan perasaan kesal Arrion berdiri, meninggalkan meja restoran yang ia tempati.
Pramusaji yang sedang bersamanya langsung menunduk. Iya tahu pasti, jika ada masalah yang menimpa bos besarnya itu. Namun, ia memilih untuk tetap diam.
Sementara Arrion, ia mendatangi Diko orang kepercayaannya, yang sedang bertugas di hotel itu.
"Pak Arrion, apa ada yang bisa saya bantu?" tanya Diko, ketika melihat Arrion yang datang menghampirinya.
"Bisa berikan saya kunci cadangan kamar 303 sekarang," pinta Arrion.
Diko mengerutkan kening, saat mendengar permintaan yang diucapkan oleh bosnya itu.
"Hmm, bukankah itu kamar yang ditempati ibu Khayra, Pak?" tanya Diko memberanikan diri.
"Iya saya tahu dan saya minta kunci cadangan itu sekarang!"
Diko yang melihat aura menyeramkan dari bosnya itu, akhirnya tidak punya pilihan lain. Ia langsung berjalan dengan tergesa-gesa, untuk mengambil kunci cadangan kamar hotel yang ditempati oleh Khayra.
Tidak membutuhkan waktu lama untuk Diko mengambil kunci tersebut. Ia pun langsung menyerahkannya kepada Arrion.
"Ini Pak, kuncinya."
Dengan cepat, Arrion langsung mengambil kunci tersebut dari tangan Diko.
"Terima kasih, Ko. Saya harap kamu bisa tutup mulut," perintah Arrion lalu memberikan beberapa lembar uang berwarna merah, kepada orang kepercayaannya itu.
"Baik, Pak. Soal itu, Anda tenang saja," jawab Diko, sambil mengambil uang yang diserahkan oleh Arrion, lalu menatap kepergian bosnya itu dari kejauhan.
"Sebenarnya Pak Arrion punya masalah apa dengan Ibu Khayra? Kenapa dia meminta kunci cadangan wanita itu? Hmm, ya sudahlah. Sebaiknya aku jangan ikut campur."
Setelah mengatakan itu, Diko pun pergi untuk melanjutkan pekerjaannya yang sempat tertunda.
***
Sementara Arrion, ia bergegas berjalan menuju kamar hotel yang ditempati Khayra. Tidak lama kemudian, pria itu sudah berdiri didepan pintu kamar hotel tersebut. Tanpa pikir panjang lagi, ia langsung membuka pintu itu
Ceklek!
Khayra yang saat ini sedang fokus menatap layar laptop, untuk menyelesaikan beberapa pekerjaan, merasa terkejut. Ketika melihat siapa yang membuka pintu kamar hotelnya secara tiba-tiba. Dengan cepat, wanita itu langsung mengambil hijab yang ia letakkan di atas bantal, lalu mengenakannya.
"Pak Arrion! Apa yang sedang Anda lakukan!"
Deg!
Bersambung.