Bab 16

1128 Kata
Sementara Arrion, pria itu langsung membalikkan tubuhnya. Karena ia tidak ingin menatap aurat wanita itu. Arrion tahu, jika perbuatannya ini salah. Hanya saja ia merasa tidak terima, saat Khayra mengabaikan dirinya. "Saya tidak menyangka, jika sikap Anda dari dulu tidak pernah berubah. Selalu bersikap dengan seenaknya saja." Khayra sangat marah, karena apa yang dilakukan oleh pria itu, mengingatkannya dengan kejadian tujuh tahun silam. Sementara Arrion, ia langsung membalikkan tubuh menghadap ke arah Khayra, yang sudah mengenakan hijab. Arrion sama sekali tidak memperdulikan ucapan wanita itu. Tanpa meminta izin terlebih dahulu, ia langsung duduk di sofa, yang ada di kamar hotel tersebut. Melihat tingkah Arrion, membuat tubuh Khayra seketika menegang. "Pak Arrion. Apa yang Anda lakukan?" tanya Khaira yang meminta penjelasan. "Memangnya kenapa?" Arrion pun balik bertanya dengan nada santainya. Mendengar perkataan pria itu, membuat emosi Khayra sedikit terpancing "Anda yang kenapa? Kenapa Anda tiba-tiba masuk ke dalam kamar saya? Kita bukan muhrim, Pak? Saya mohon pergilah," pinta Khayra kepada pria tersebut. Arrion pun menghela napas, sambil memasang tampang serius. Menatap wajah wanita itu. "Ya sudah, kalau begitu aku ingin menjadi muhrim mu, jika itu bisa membuat kamu memaafkan ku." Deg! Khayra sangat terkejut. Ketika mendengar perkataan yang diucapkan oleh pria itu. Ia menganggap Arrion hanya main-main saja, karena terpancing emosi. "Sebaiknya Anda segera pergi. Tolong jangan ganggu saya, karena masih banyak pekerjaan yang harus saya selesaikan," jawab Khayra sambil membuang muka, tidak berani menatap wajah pria itu" Sesuai dugaan Arrion, jika Khayra akan menolak dirinya. Ia tahu, tidak mudah bagi wanita itu untuk melupakan kejadian buruk dimasa silam. "Aku tahu, kamu sengaja menghindari ku, Khayra. Aku yakin, kamu juga pasti sangat membenciku. Dengan perbuatan ku di masa lalu, yang membuka hijab mu secara paksa. Padahal kamu bukan muhrim ku. Makanya aku ingin meminta maaf dan aku mohon, hilangkan lah rasa kebencianmu itu. Tolong terima aku untuk menjadi muhrim mu." Arrion, seorang CEO yang sangat disegani, kini memohon kepada seorang wanita untuk menerima dirinya. Padahal di luar sana, banyak wanita yang berlomba-lomba untuk mendapatkan cinta serta perhatian darinya. Namun, Khayra bukanlah wanita yang silau akan harta dan juga ketampanan, dari seorang pria. "Semudah itu Anda berucap? Hmm, tapi maaf, saya menolaknya." Khayra berkata dengan tegas. Karena ia ingin melindungi hatinya, agar tidak tersakiti lagi. Arrion pun sangat kecewa. Setelah mendengar jawaban dari wanita itu. Karena sebelumnya, ia tidak pernah ditolak oleh seorang wanita. Sebab, ia lah yang selalu menolak wanita, yang suka mencari-cari perhatiannya. "Apa alasan kamu menolak aku Khayra? Aku bisa memberikan apa pun yang kamu mau? Seharusnya kamu juga merasa senang. Karena banyak wanita di luar sana, yang menginginkan aku menjadi pendamping hidup mereka." Arrion sengaja mengatakan itu, supaya Khayra mengerti lalu menerima alasan yang ia berikan. "Anda mau tahu alasan saya menolak Anda?" tanya Khayra sambil menahan rasa kesalnya. Arrion pun mengangguk, lalu segera berdiri dari sofa yang ia duduki. Karena pria itu merasa penasaran, dengan alasan yang akan Khayra berikan. "Saya tidak peduli dengan harta yang kamu miliki. Saya juga bukan wanita yang tergila-gila, untuk menjadi pendamping hidup seorang CEO seperti Anda. Asal kamu tahu, kamu bukanlah pria yang selama ini saya cari, untuk mendampingi hidup saya." Deg! Mendengar perkataan Khayra, Arrion berusaha menenangkan dirinya. Karena ia tidak ingin emosinya terpancing, saat menghadapi wanita itu. "Lalu, apa yang kamu inginkan khayra? Pria seperti apa yang kamu cari di dunia ini. Hingga kamu berani-beraninya menolak ku?" tanya Arrion meminta penjelasan. Sementara Khaira, ia menarik napas panjang. Sebelum menjawab pertanyaan yang Arrion berikan. "Asal Anda tahu, saya mencari seorang imam yang bisa menuntun saya. Membawa saya menjadi wanita yang lebih baik, sebagai muhrimnya." Deg! Sejenak Arrion terdiam. Sambil mencari jawaban yang tepat, Setelah mendengar perkataan dari wanita itu. "Ya sudah, kalau begitu tuntun aku menjadi imammu." Arrion berkata seperti itu, supaya Khayra mengetahui kesungguhan hatinya, untuk meminang wanita itu. Sementara Khayra, ia hanya bisa menggelengkan kepala. Saat mendengar perkataan dari pria itu. "Hmm, tidak semudah itu, Pak Arrion. Sebaiknya Anda urungkan saja, niat Anda." Khayra berusaha mencegah keinginan Arrion, yang berniat meminangnya. Karena ia tahu, tidak mudah menyatukan perbedaan yang terbentang di antara mereka. "Apanya yang tidak mudah, Khayra? Kamu tinggal menerimaku menjadi imammu, dan semua masalah di antara kita selesai." Khayra tidak suka, ketika mendengar perkataan Arrion barusan. Karena pria itu menganggap mudah, apa yang ia katakan. "Ini bukan bisnis yang bisa di negoisasi, Pak Arrion. Saya tidak mungkin menerima Anda menjadi imam saya, karena kita tidak seiman." Khayra pun memperjelas perkataannya, supaya pria itu mengerti. "Maksud kamu apa, Khayra? Banyak orang yang menikah beda agama, dan itu bukan masalah besar. Mereka bisa hidup bahagia dengan pasangan mereka," jawab Arrion yang memberikan perumpamaan. "Hmm, apa saya bisa mempercayai ucapan Anda, sedangkan Anda sendiri tidak mempercayai adanya Tuhan?" Deg! Sejenak Arrion terdiam, saat mendengar perkataan yang terlontar dari mulut Khayra. Dengan tenang ia menjawab pertanyaan wanita itu. Karena seorang Arrion Lee tidak pernah kalah berdebat, dengan siapa pun. "Saya berpikir berdasarkan logika Khayra. Sekarang saya tanya. Kamu mempercayai adanya Tuhan, apakah kamu pernah melihat Tuhan?" Khayra terdiam mendengar pernyataan Arrion. Namun, ia berusaha tetap tenang, untuk menjawab pertanyaan itu. "Bagi agama saya, Tuhan memang tidak terlihat, Pak. Namun, kehadiran-Nya dan nikmat-Nya bisa kita rasakan. Seperti udara, air, tumbuh-tumbuhan serta hewan yang kita makan, semuanya berasal dari ciptaan Tuhan. Bahkan kita sendiri, diciptakan Tuhan dari tanah. Kalau Anda ingin menguji kebenarannya berdasarkan logika Anda. Silahkan Anda teliti unsur tanah dan abu manusia. Maka hasilnya akan sama. Jadi tidak ada alasan untuk kita tidak percaya adanya Tuhan selain Allah SWT." Perkataan Khayra benar-benar membuat seorang ateis seperti Arrion tersudut. Pria itu hanya diam saja, tidak mampu menyangkal apa yang diucapkan oleh Khayra. Melihat Arrion yang hanya diam, wanita itu pun segera memintanya untuk keluar. "Maaf, Pak. Sebaiknya Anda keluar sekarang juga dari kamar saya. Masih banyak pekerjaan yang harus saya selesaikan. Seperti yang saya bilang, kita ke sini bukan untuk liburan, tapi untuk bekerja. Saya harap Anda bisa mengerti." Khayra merasa jengah, melihat kedatangan Arrion, yang mengusik ketenangannya. "Baik, aku akan pergi. Namun, aku pastikan, jika kelak aku adalah pria yang akan mendampingi hidup kamu Khayra." Arrion mengatakan kalimat tersebut, karena ia merasa tertantang untuk mendapatkan cinta dari wanita berhijab itu. "Jangan terlalu yakin, Bapak Arrion yang terhormat. Karena jodoh, rejeki, maut, itu adalah takdir Tuhan. Kita tidak pernah tahu, karena cuma Tuhan yang bisa menentukannya." Arrion pun tersenyum lalu membalas perkataan wanita yang sudah berhasil menyita pikirannya. "Tapi selagi Tuhan kamu menentukan, aku rasa tidak ada salahnya aku berusaha. Karena seperti yang kamu katakan, kita tidak pernah tahu tentang takdir kita dan aku rasa, takdir kamu adalah aku. Permisi!" Akhirnya Arrion memilih pergi meninggalkan kamar wanita itu. Dia mengatakan kalimat tersebut, karena tidak ingin terlihat kalah dalam berdebat. Arrion seorang ateis yang tidak mengenal adanya Tuhan, hingga sebuah pertanyaan singgah di benaknya. "Apa benar Tuhan itu ada?" Bersambung.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN