Bab 17

2084 Kata
Keesokan harinya, Khayra sudah bersiap-siap untuk pergi menghadiri rapat, dengan para petinggi hotel yang ada di Surabaya. Awalnya ia merasa sedikit malas menghadiri rapat tersebut. Karena wanita itu tidak ingin bertemu dengan Arrion. Namun, setibanya di ruangan rapat Khayra tidak melihat kehadiran pria itu di sana. Tadinya Khayra pikir, jika Arrion datang terlambat, tapi ternyata ia salah. Karena sejak rapat itu dimulai, hingga rapat tersebut berakhir. Wanita itu tetap tidak melihat keberadaan Arrion. "Sebenarnya pergi ke mana pria itu? Kenapa dia tidak menghadiri rapat?" Khayra bertanya dalam hati, karena sejak tadi ia tidak melihat keberadaan Arrion. Khayra yang merasa penasaran, akhirnya memutuskan untuk menanyakan keberadaan pria itu kepada Diko, salah satu orang kepercayaan Arrion. "Pak Diko!" panggil wanita itu. Seketika Diko menghentikan langkahnya, lalu membalikkan tubuh menghadap Khayra. "Iya Bu Khayra, ada apa?" tanya pria itu. Sejenak Khayra berpikir, untuk mencari jawaban yang pas. Supaya Diko tidak menaruh curiga terhadap. "Hmm, begini Pak Diko. Saya ingin menanyakan tentang Pak Arion. Kira-kira dia pergi kemana ya? Soalnya ada yang ingin saya bahas dengan beliau, tentang pekerjaan," ucap Khayra beralasan. "Oh, Pak Arrion. Pagi-pagi sekali beliau sudah berangkat, Bu. Apa sebelumnya dia tidak mengatakan sesuatu kepada Anda?" Diko pun balik bertanya kepada Khayra. Pria itu teringat, jika malam tadi Arrion meminta kunci cadangan kepadanya, untuk membuka kamar wanita itu. Makanya Diko pikir, jika Khayra sudah mengetahui kepergian bos mereka. Khayra pun menggeleng, ketika mendengar perkataan dari pria itu. "Tidak, Pak Diko. Pak Arrion tidak memberitahukan apa-apa kepada saya. Kalau boleh saya tahu, memangnya Pak Arrion berangkat kemana, Pak?" Khayra pun semakin penasaran setelah mendengar jawaban Diko barusan. "Tadi pagi, Pak Arrion berangkat ke Jakarta, Bu." Mendengar perkataan Diko, membuat Khayra mengerutkan dahinya. "Ha, kenapa kepergian Pak Arrion mendadak sekali, Pak?" tanya Kayra meminta penjelasan. "Malam tadi, Pak Arrion mendapatkan telepon dari Jakarta, yang mengabarkan jika kakak perempuannya sedang kritis. Rencananya, malam itu ia ingin pulang ke Jakarta. Karena tidak mendapatkan tiket pesawat, jadinya Pak Arrion menunda penerbangannya. Namun, saat subuh tadi, ia mendapatkan kabar yang kurang mengenakkan. Kabar jika kakaknya sudah meninggal." Deg! Khayra sangat terkejut, ketika mendengarkan penjelasan dari Diko barusan. Pikirannya saat ini langsung tertuju kepada Arrion. Ia tahu, pasti pria itu sangat sedih, ditambah lagi dengan penolakan yang ia berikan semalam. "Astaghfirullah! Inna lillahi wa inna ilaihi raji'un. Kalau saya boleh tahu, apa penyebab kakak perempuan Pak Arrion meninggal, Pak?" Khayra menanyakan hal itu, karena ia juga merasa turut prihatin atas musibah yang menimpa Arion saat ini. Walau, ia tidak menyukai pria itu. Namun, ada perasaan iba, yang ia rasakan. Ketika membayangkan kesedihan yang dialami oleh Arrion. "Kakak perempuan Pak Arrion mengalami kecelakaan mobil, Bu Khayra," jawab Diko memberikan penjelasan. Seketika Khayra menampilkan raut wajah sedih. Ketika mendengar kabar yang disampaikan oleh pria itu. "Kalau begitu saya turut prihatin Pak, atas musibah yang menimpa keluarga Pak Arrion. Terima kasih atas informasinya." "Iya, Bu Khayra ..., sama-sama. Kalau begitu, saya permisi dulu ya. Assalammu'alaikum." "Wa'alaikumsalam." Khayra pun menatap pria itu dari kejauhan. Entah kenapa, bayang-bayang Arrion kini terlintas di benaknya. Khayra pun langsung menatap ke arah ponselnya. Ingin sekali ia menelepon Arrion, untuk mengucapkan belasungkawa. Namun, ia urungkan niatnya itu. Karena wanita itu terlalu sungkan untuk menelepon pria itu langsung. Akhirnya, Khayra pun memilih untuk melanjutkan pekerjaannya. *** Saat ini di kediaman keluarga Lie, terlihat begitu ramai. Mulai dari keluarga, sahabat serta kolega mereka datang untuk mengucapkan belasungkawa. Sementara Arrion, ia mengasingkan dirinya di taman belakang. Pria itu teringat dengan percakapan bersama mendiang kakaknya Sandra, satu minggu yang lalu. Flashback satu minggu yang lalu. Ceklek! "Tumben Cece ada di sini. Kenapa, Ce? Lagi ada masalah ya?" Arrion menanyakan itu, ketika melihat kakak perempuannya Sandra, sedang berada di dalam apartemen pribadinya. "Sok tahu lo, Yon," jawab Sandra yang saat ini sedang asyik memainkan ponselnya. "Bilang saja tebakan gue benar. Iya kan, Ce? Sebaiknya lo ngomong sama gue. Lo lagi ada masalah apa?" Sejenak Sandra terdiam. Ketika mendengar perkataan dari adiknya. Ia pun menghidupkan sebatang rokok, lalu menghisapnya. Hingga asap pun mengepul, keluar dari mulut wanita itu. "Gue hamil Yon." Deg! Arrion sangat terkejut. Ketika mendengar perkataan dari kakaknya. Ia pun berjalan mendekat ke arah Sandra. "Ha, lo hamil! Arrion seakan tidak percaya. Ketika mendengar perkataan dari kakaknya. Sementara Sandra, ia hanya bisa mengangguk. Membenarkan perkataan Arrion. Melihat kakaknya yang terus saja menghisap sebatang rokok, membuat Arrion langsung merebut secara paksa dan mematikan rokok tersebut. "Lo sekarang lagi hamil, Ce. Asal lo tahu, rokok ini bisa berdampak buruk untuk janin yang lo kandung? Apa lo tidak sayang, dengan darah daging lo sendiri?" Arrion menanyakan itu, karena ia tidak hanya khawatir kepada kakaknya, tapi ia juga merasa khawatir dengan keadaan janin, yang di kandung kakaknya saat ini. Mendengar perkataan adiknya, membuat Sandra menghela nafas. Ia pun menatap lekat, ke arah Arrion. "Gue bingung, Yon. Papi tahu masalah ini dan papi minta gue untuk segera menggugurkan janin yang gue kandung. Lo tahu sendiri kan, papi itu orangnya seperti apa." Sandra menumpahkan apa yang ia rasakan saat ini. Wanita itu benar-benar bingung. Karena papi mereka Ahyong Lie adalah orang yang sangat otoriter. Arrion tahu betul akan hal itu. Makanya dia memilih untuk tinggal di apartemen. Karena jika ia dan papinya bertemu, hanya akan menimbulkan perdebatan di antara mereka. "Terus, siapa laki-laki itu Ce?" tanya Arrion penasaran. "Ko Asun, Yon. Sebenarnya Ko Asun mau bertanggung jawab. Dia mau nikahin gue. Masalahnya sekarang, papi tidak setuju kalau gue nikah sama dia." Sandra pun mengacak rambutnya karena frustasi, dengan masalah yang ia hadapi sekarang. "Ya sudah, Ce. Lo kawin lari saja sama Ko Asun. Nanti gue yang akan bantu kalian." Arrion menawarkan bantuan kepada Sandra, karena cuma itu yang bisa ia lakukan untuk kebahagiaan kakak perempuannya. "Tidak segampang itu, Yon. Karena papi sudah memperingatkan gue. Seandainya gue dan Ko Asun kabur, papi mengancam akan membuat perusahaan keluarga Ko Asun bangkrut dan gue tidak mau itu terjadi." Alasan Sandra tidak mau itu terjadi, karena ia tidak ingin melibatkan orang lain dalam masalahnya termasuk keluarga kekasihnya. Arrion yang mendengar perkataan Sandra menjadi sangat geram kepada papinya. "Papi memang keterlaluan, sangat otoriter. Selalu memaksakan keinginan kepada anak-anaknya, tanpa mau mendengarkan pendapat kita. Jadi sekarang apa rencana lo, Ce?" tanya Arrion sambil menahan rasa kesalnya. Sementara Sandra hanya bisa menggelengkan kepala, ketika mendengar perkataan dari adiknya. "Entahlah, Yon. Gue juga tidak tahu. Apalagi besok papi menyuruh gue, untuk bertemu dengan orang yang akan menggugurkan janin tidak berdosa ini. Papi juga sudah menjodohkan gue dengan pria lain. Bulan depan kami akan menikah. Padahal gue sama sekali tidak pernah melihat batang hidung pria tersebut." Sandra mengusap mukanya dengan kasar. Memikirkan nasib buruk, yang sebentar lagi akan menimpanya. Sementara Arrion, ia juga bingung memikirkan cara untuk membantu kakaknya. Hingga ia berniat ingin menemui papi mereka. "Sekarang lo tenangkan diri lo dulu, Ce. Besok gue akan coba ngomong ke papi tentang masalah ini." Arrion menatap lekat ke arah kakaknya. Ia merasa iba, melihat masalah yang dihadapi oleh wanita, yang memiliki pertalian darah dengannya. Berkali-kali Sandra menghela nafas. Membuang rasa sesak yang terus saja menjalar ke seluruh tubuhnya. Membuat ia seakan sulit untuk bernafas. "Terima kasih, Yon. Lo sudah berniat ingin membantu gue. Sebaiknya tidak usah. Karena gue tahu, pasti uung-ujungnya lo akan ribut dengan papi dan gue tidak mau semua itu terjadi." "Itu artinya, lo akan turuti semua keinginan papi, Ce?" Sandra menatap lekat ke arah Arrion. Ia berusaha menahan air matanya yang hendak mengalir. Karena Sandra tidak ingin adiknya itu merasa khawatir dengan keadaannya sekarang. "Gue juga tidak tahu, Yon. Terkadang gue ingin sekali melarikan diri. Pergi sejauh mungkin dari keluarga Lie. Hidup bergelimang harta tidak menjamin hidup gue bahagia. Karena yang ada, dari dulu hingga sekarang gue merasa sangat terkekang. Hiks-hiks." Air mata Sandra pun tumpah. Padahal ia sudah berusaha sekuat tenaga untuk menahan air mata itu. Namun, apalah daya dirinya. Seorang wanita lemah yang hanya bisa menumpahkan kesedihan, lewat air mata. "Lo yang sabar, Ce. Gue yakin semua masalah pasti ada jalan keluarnya. Jangan putus asa seperti ini." Arrion pun mendekap kakaknya dengan begitu erat. Berusaha menyalurkan kekuatan. Supaya Sandra bisa melalui semua masalah, yang sedang dihadapinya. Sandra pun menyenderkan kepalanya ke tubuh Arrion. Mencari kenyamanan, agar hatinya sedikit lebih tenang. "Lo harus janji sama gue, Yon. Jangan biarkan hidup lo dikendalikan orang lain, apalagi papi. Lo harus bahagia, hidup bersama wanita yang lo cintai, pertahankan dia. Cukup sudah dulu lo melepaskan Celin karena papi. Jangan sampai itu terulang kembali Yon. Hiks-hiks." Bayang-bayang masa lalu pun terlintas di pikiran pria itu. Mengingat ia terpaksa melepaskan Celin, wanita yang sangat dicintainya. Karena paksaan dari papi mereka. Ahyong cemburu kepada Liam, yang merupakan papi dari wanita yang dicintai Arrion. Mengingat dulu Liam adalah mantan kekasih istrinya. "Lo tenang saja, Ce. Gue juga tidak akan membiarkan orang lain mengganggu hidup gue. Mendingan sekarang lo istirahat saja. Supaya bisa sedikit lebih tenang," punta Arrion sambil tersenyum, memperlihatkan dua lesung pipi yang tercetak jelas. Seakan mampu menghipnotis para kaum wanita yang melihatnya. *** Kembali ke kediaman keluarga Lie. Saat ini ada seorang pria yang mengamuk. Pria itu merasa tidak terima, karena wanita yang ia cintai serta calon anaknya pergi untuk selama-lamanya. Ya, pria itu adalah Asun, yang merupakan kekasih Sandra. Asun sangat terpukul. Hingga ia meluapkan amarahnya ke pada Ahyong. Pria egois yang hanya memberikan penderitaan kepada anak-anaknya. "Semua ini salah Om! Karena Anda menyebabkan Sandra dan anak kami meninggal dunia. Om orang tua yang sangat egois! Om juga yang sudah menghancurkan hidup putri Om Sendiri!" Asus melampiaskan emosinya, kepada pria yang tidak pantas disebut sebagai orang tua. Arrion yang masih duduk di teras belakang, sayup-sayup mendengar keributan yang terjadi di antara keluarganya. Karena rasa penasaran, ia pun segera berdiri, untuk mencari tahu. "Cepat seret pria tidak tahu diri itu, keluar dari rumah saya!" perintah Ahyong kepada orang-orang suruhannya. "Baik Tuan." Orang suruhan Ahyong pun, dengan setia mengikuti perintah bos mereka. Lalu kedua orang tersebut menyeret Asun hingga ke luar. Semua itu pun tidak luput dari pandangan Arrion. "Selamat ya, Pi. Akibat keegoisan Papi, menyebabkan Sandra serta janin yang tidak bersalah itu, harus menjadi korbannya. Puas Papi sekarang! Karena Papi sudah menyebabkan mereka meninggal!" Arrion pun meluapkan amarahnya. Akibat perbuatan Ahyong, ia harus kehilangan kakak yang sangat dekat dengannya. Tempat ia saling bertukar pikiran. Menceritakan masalah mereka masing-masing. Namun, semua itu hanya akan menjadi kenangan yang sangat menyakitkan. "Rion! Jaga perkataan kamu! Jangan memancing emosi, Papi." Ahyong memperingati Arrion, karena merasa tidak terima dengan perkataan putranya itu. Liana yang melihat pertengkaran antara anak dan suaminya, berusaha untuk menjadi penengah. "Sudahlah, Pi. Kendalikan emosimu. Kamu juga Arrion, tolong tenangkan dirimu, Nak. Kalian harus ingat, saat ini adalah hari berkabung atas kematian Sandra. Mami mohon, jangan membuat keributan. Arrion pun berusaha membela diri, untuk menjawab perkataan maminya. "Apa yang Rion katakan itu, memang kenyataan yang sebenarnya, Mi. Iya kan, Pi. Jangan mengelak lagi." "Rion, sudah Nak. Jangan lawan Papi kamu. Bukannya sudah Mami bilang Keluarga Lie baru saja berduka. Mami mohon, kamu mengalah ya, Sayang," pinta wanita paruh baya itu. "Rion hanya kecewa, Mi. Satu minggu yang lalu, Cece San datang menemui Rion. Cece sangat frustasi dengan keegoisan Papi," jelas Rion yang sudah menitikkan air mata. Sementara kakak tertuanya Meylin, hanya bisa menatap iba ke arah adik bungsunya itu. Sama seperti Arrion, hati Meylin juga sakit, saat mengetahui masalah yang menimpa Sandra adiknya. Namun, ia tidak bisa berbuat apa-apa. Karena Meylin juga merupakan salah satu korban dari keegoisan papi mereka. Wanita itu dijodohkan dengan pria yang tidak dicintainya, hanya demi kepentingan bisnis. Membuat Meylin tidak pernah merasakan kebahagiaan dengan pernikahannya. "Mami tahu, Rion. Sebaiknya kita ikhlaskan saja Cece kamu. Biar dia tenang di sana. Asal kamu tahu, Mami juga sangat terpukul atas musibah ini, Nak. Hiks-hiks." Liana menangis dengan tersedu-sedu. Memikirkan tentang nasib keluarganya. Rion pun mengangguk mengerti. Ia memutuskan untuk menyudahi pertengkaran ini. Karena Arrion tidak ingin membuat maminya merasa sedih. "Mami yang sabar ya, Rion pulang dulu," ucap pria itu, hendak berpamitan. Liana pun menatap iba ke arah putranya. "Yon, apa tidak sebaiknya kamu menginap di rumah saja, Nak," pinta Liana, tapi Arrion hanya menggeleng menjawab pertanyaan maminya. "Sudahlah Mi, biarkan saja anak itu pergi. Ayo, sekarang kita masuk ke dalam!" perintah Ahyong dengan tegas. Karena tidak ingin menambah kekacauan, Liana mengikuti perintah dari suaminya. Sementara Arrion, ia hanya bisa menatap maminya dari kejauhan. "Apakah ini yang dinamakan keluarga? Terlihat damai, tapi sebenarnya hanya ingin menutupi topeng kebusukan. Di depan terlihat baik-baik saja, tapi Rion tahu. Terlalu banyak luka yang mami simpan. Rion bangga memiliki mami. Karena mami wanita hebat, yang mampu bertahan di tengah keluarga yang sama sekali tidak memiliki kehangatan. Keluarga yang hanya mementingkan ego dan melupakan kasih sayang. Bersambung.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN