Tak terasa satu minggu telah berlalu. Selama itu juga Khayra masih berada di Surabaya, tanpa kehadiran Arrion. Karena merasa urusannya di kota tersebut hampir selesai, wanita itu memutuskan untuk pulang ke Jakarta. Walau begitu, ia tetap mengontrol hotel tersebut dari kejauhan.
Kepulangan Khayra pun disambut hangat oleh orang tua serta adiknya. Saat ini mereka berlima pun sedang makan malam bersama. Dengan hidangan spesial yang sengaja disajikan Salma, untuk menyambut kedatangan putri sulungnya.
"Wah, kelihatannya enak nih."
Mata Khayra langsung tergoda, ketika melihat makanan kesukaannya kini terhidang tapi di meja makan.
"Terima kasih ya, Umi. Masakan Umi memang enak, tidak ada duanya," ucap wanita itu lalu menguyah makanan tersebut dengan berlahan-lahan, sambil menikmati makanan yang selalu ia rindukan.
"Iya, masakan Umi memang juara." Kamila pun ikut menimpali perkataan kakaknya.
Sementara Akmal, ia terus saja makan dengan begitu lahap. Menikmati masakan uminya yang selalu mampu memanjakan lidahnya.
"Masakan Umi kalian memang enak, bikin Abi selalu ketagihan. Ayo, kita habiskan makanannya sekarang." Ridwan pun ikut angkat bicara, saat mendengar anak-anaknya memuji masakan istri tercintanya.
Salma yang mendengar perkataan suami serta anak-anak merasa terharu. Ia sangat bahagia, melihat keluarganya menyukai masakan sederhana yang ia buat dengan cinta kasih.
***
Saat ini di apartemen yang ditempati Arrion, pria itu sedang bersiap-siap untuk pergi ke kantor. Karena sudah dua minggu sejak kematian Sandra kakaknya, Arrion hanya berdiam diri di dalam apartemen. Ia sama sekali tidak masuk kantor, karena pikirannya benar-benar kacau. Membuat pria itu tidak konsentrasi dalam bekerja.
Hari ini Arrion sudah memutuskan untuk pergi bekerja. Walau bagaimanapun, ia seorang CEO yang memiliki tanggung jawab besar, terhadap kemajuan perusahaan Jaya Lie Group.
"Aku harus bisa bersikap profesional. Aku tidak boleh membiarkan perusahaan Lie mengalami kemunduran, karena masalah ini. Cece San, cece yang tenang ya, di sana. Rion akan selalu mendengarkan nasehat cece. Tidak akan Rion izinkan siapa pun mengatur kehidupan Rion, termasuk papi."
Setelah mengatakan kalimat itu dan merasa penampilannya sudah cukup rapi, Arrion segera bergegas pergi ke kantor. Mengabaikan sarapan yang biasa ia lakukan. Karena semenjak kematian Sandra, pria itu seakan tidak berselera makan.
***
Sementara di kediaman keluarga Khayra, setelah selesai sarapan bersama keluarganya, wanita itu sudah bersiap-siap untuk pergi bekerja. Ketika ia hendak mengambil kunci motor miliknya, terdengar suara seorang pria yang datang ke rumahnya sambil mengucapkan salam.
Khayra mendengar, jika Akmal adiknya yang menyambut kedatangan pria tersebut. Hingga saat ia hendak keluar, baru ia ketahui jika itu adalah Qidam.
"Eh, ada Kak Qidam rupanya," ucap wanita itu ketika melihat Qidam sedang berbincang-bincang dengan Akmal adiknya.
"Assalamu'alaikum, Khay." Qidam pun tersenyum, sambil memandang wanita yang sudah sejak lama bersemayam dihatinya.
"Wa'alaikumsalam, Kak," jawab wanita itu.
Melihat kehadiran kakaknya, Akmal berniat pamit. Karena ia harus segera berangkat ke sekolah.
"Ya sudah, Kak Qidam, Kak Khay, Akmal pamit dulu ya, mau berangkat ke sekolah, takut telat."
"Oh iya, Mal. Hati-hati di jalan ya," pesan Qidam sambil menepuk pundak adik dari wanita yang dicintainya.
"Iya, Mal. Jangan ngebut-ngebut bawa motornya." Khayra pun ikut menimpali perkataan Qidam, memberikan pesan kepada Akmal adiknya.
"Iya Kak Khay, Kak Qidam. Kalau begitu Akmal pergi dulu, ya. Assalamu'alaikum."
Setelah mencium tangan kakaknya serta Qidam, Akmal langsung pergi meninggalkan mereka dengan mengendarai sepeda motor miliknya. Semua itu tidak luput dari pandangan Khayra, yang begitu menyayangi adik laki-lakinya itu.
Melihat Khayra yang masih menatap kepergian Akmal, Qidam berusaha mengalihkan perhatian wanita itu.
"Oh ya, Khay. Kamu mau berangkat kerja, ya?" tanya Qidam, membuat Khayra langsung menatap ke arah pria, yang berdiri tidak jauh darinya.
"Iya, Kak," jawab wanita itu.
Mendengar perkataan Khayra, Qidam langsung menyampaikan niatnya. Alasan dia datang ke rumah Ustaz Ridwan.
"Yu sudah, Khay. Kamu pergi bareng Kakak saja. Kakak juga mau pergi ke kampus," tawar pria itu.
Seketika Khayra terdiam, mencari cara supaya bisa menolak tawaran yang Qidam berikan. Karena ia merasa tidak enak, jika harus pergi bersama pria itu. Khayra tahu, jika Qidam menaruh hati kepadanya.
"Sebaiknya Khay pergi sendiri saja, Kak. Soalnya Khay tidak enak, jika harus merepotkan Kak Qidam," tolak Khayra secara halus.
"Kakak tidak merasa direpotkan kok, Khay. Kebetulan kampus Kakak lewat kantor kamu. Jadi bisa sekalian jalan."
Ketika Qidam mengatakan kalimat itu, Ustaz Ridwan dan Salma istrinya datang menghampiri mereka berdua.
"Anak Nak Qidam rupanya," ucap Salma yang menginginkan pria seperti Qidam, yang akan menjadi menantunya kelak.
Qidam pun langsung mengalihkan pandangan ke arah kedua orang tua Khayra lalu menyapanya.
"Selamat pagi Ustaz Ridwan, Bu Salma," sapa pria itu dengan sopan.
"Selamat pagi, Nak Qidam. Ada apa nih, pagi-pagi ke rumah Ibu? Mau bertemu Khayra, ya," lirik Salma ke arah putrinya.
Sebenarnya, Khayra tidak begitu suka, saat uminya mengatakan kalimat itu. Namun, ia memilih diam. Karena tidak ingin menyangga perkataan wanita yang sangat ia hormati.
"Hehe, iya Bu. Kalau Bu Salma dan Ustaz Ridwan tidak keberatan, Qidam mau mengantarkan Khayra pergi kerja. Kebetulan kampus Qidam, melewati kantornya Khayra."
Mendengar perkataan Qidam, Khayra yakin jika uminya akan menyetujui permintaan pria tersebut.
"Ya sudah, Khay. Kalau satu arah, mendingan kamu berangkat kerjanya sama Nak Qidam saja. Iyakan, Bi?"
Ridwan hanya mengangguk menjawab pertanyaan dari istrinya.
"Terima kasih Ustaz Ridwan, Bu Salma."
"Iya, saya titip Khayra. Hati-hati bawa kendaraannya, saya titip putri saya," pesan Ridwan kepada pria itu.
Sementara Khayra, ia hanya diam. Tidak berani membantah perkataan kedua orang tuanya.
Setelah berpamitan, Qidam langsung membuka pintu mobilnya. Supaya mempermudahkan Khayra untuk masuk ke dalam mobil tersebut.
***
Tak terasa, 30 menit telah berlalu. Saat ini, mobil yang Qidam kendarai telah tiba di depan kantor Jaya Lie Group.
Ketika Khayra hendak turun dari mobil Qidam pun menyusul. Ikut keluar dari
"Terima kasih ya, Kak Qidam. Sudah mengantarkan Khay ketempat kerja," ucap wanita itu, bersiap untuk turun dari mobil pria tersebut.
Namun, dengan cepat Qidam menghalanginya.
"Kamu tetap di situ, Khay," ucap Qidam, membuat Khayra mengerutkan keningnya. Karena tidak mengerti maksud dari perkataan pria tersebut.
Sementara Qidam, ia segera turun dari mobil, lalu dengan cepat membuka pintu untuk wanita pujaan hatinya. Diperlakukan seperti itu oleh Qidam, membuat Khayra menjadi tidak enak.
"Kak Qidam tidak perlu repot-repot. Biar Khay saja yang buka pintu mobilnya," ucap Khayra lalu turun dari mobil pria tersebut m
"Kakak sama sekali tidak merasa direpotkan kok, Khay. Lagi pula seorang wanita itu memang harus diperlakukan spesial, ditambah lagi tadi Abi kamu berpesan, supaya Kakak menjaga putri kesayangannya."
Mendengar perkataan Qidam, Khayra hanya bisa tersenyum. Karena ia tidak tahu, harus menjawab apa.
"Oh ya, Khay. Nanti kamu pulang jam berapa? Biar Kakak jemput," tawar Qidam. Karena dengan mereka sering bertemu, ia bisa melakukan pendekatan terhadap wanita itu.
"Terima kasih Kak, tapi tidak usah. Nanti Khay pulang sendiri saja." Khayra menolak, karena tidak ingin merepotkan pria itu lagi.
"Hmm, tapi Khay. Karena Kakak yang sudah mengantarkan kamu ke kantor, itu artinya Kakak juga yang harus menjemput kamu pulang kerja nanti. Soalnya Kakak tidak enak sama kedua orang tua kamu, jika seandainya kamu pulang sendiri."
Karena tidak ingin lagi berdebat dengan pria itu, Khayra pun akhirnya menyetujui usul yang Qidam berikan.
"Ya sudah, Kak. Nanti Khay akan menghubungi Kakak, jika nanti Khay mau pulang kerja." Khayra akhirnya mengalah dan menuruti keinginan pria tersebut.
"Oke, Khay. Kalau begitu Kakak pergi dulu, ya. Assalammu'alaikum."
"Wa'alaikumsalam."
Tanpa Qidam dan Khayra ketahui, ternyata diam-diam ada seorang pria yang menyaksikan interaksi antara mereka berdua. Pria tersebut sangat kesal, ketika melihat Khayra begitu akrab dengan pria lain.
Kerena ingin meluapkan rasa kesalnya. Ia langsung turun dari mobil, lalu dengan cepat berjalan menuju ke arah wanita itu dan menyambar pergelangan tangannya.
"Ayo, ikut denganku!"
Bersambung.