Zehra kembali duduk di gazebo tempat Marinka mengajaknya duduk untuk mengerjakan tugas bersama. Baiklah, mungkin ini saatnya Zehra kembali pada kenyataan. Dia tidak boleh lagi mendekati Marinka apapun alasannya.
Mungkin tidak akan secara drastis dia menjauh, tapi dia akan membuat jarak antara mereka secara perlahan sampai kemudian suatu saat nanti ia dan Marinka sama sekali tidak bisa menggapai satu sama lain.
Zehra masih tersenyum saat Marinka kembali. Ekspresi wajah gadis itu jelas terlihat kesal saat ia duduk di hadapan Zehra dan mulai membuka bukunya dengan kasar. “Kenapa?” tanya Zehra hanya untuk sekedar berbasa-basi. Marinka memandangnya dan memberengut.
“Kak Kean itu seolah hidupnya paling benar saja. Hanya karena dia pernah dikhianati sahabatnya sendiri dia menganggap semua orang itu sama. Padahal…” Marinka mendengus kesal. “Dia saja yang bodoh.” Lanjutnya yang hanya ditanggapi Zehra dengan senyum datarnya.
Itukah alasannya kenapa Keanu tak menyukainya? Karena keadaan di masa lalunya yang menyamaratakan Zehra dengan sosok seseorang yang pernah melukai perasaannya di masa lalu. Pantaskah Zehra disamaratakan dengan orang itu? tanya Zehra pada dirinya sendiri. tapi kemudian ia menggelengkan kepala. Apapun kesalahan yang dilakukan orang itu pada Keanu. Keanu tak pantas menyamakan Zehra dengan orang itu.
Lagi, perkenalan antara Zehra dengan Keanu, gagal meskipun kini mereka sudah berada di atap yang sama.
***
Keesokan harinya,
“Ayolah,” bujuk Marinka dengan manjanya. Tangan gadis itu bergelayut manja di tangan Zehra. Zehra sudah mendapatkan pandangan penuh teguran dari beberapa pengunjung perpustakaan karena rengekan Marinka.
“Aku gak bisa Rin.” Tolak Zehra halus. “Aku harus bantu ibu jualan.” Jawabnya jujur. Meskipun sebenarnya ibunya juga tidak akan menolak jika Zehra meminta izinnya untuk pergi ke pesta ulang tahun teman mereka. Hanya saja Zehra memang tidak ingin datang kesana. Alasan pertama, dia tidak mau terlibat lebih jauh dengan Marinka yang belakangan ini sedang asyik berkencan dengan kakak senior mereka di kampus yang terkenal dengan status playboynya. Dan alasan keduanya karena pesta ulang tahun itu diadakan di sebuah club malam dan Zehra tidak ingin pergi kesana. Tidak sama sekali. Meskipun Marinka berjanji kalau di sana tidak akan ada alkohol sama sekali. Tapi siapa yang bisa menjamin hal itu seratus persen?
Marinka mengerucutkan bibirnya. Mungkin hal itu bisa berpengaruh bagi para pria, tapi tidak bagi Zehra. Tidak, dia tetap menolak permintaan Marinka dan memilih untuk terus dengan pendiriannya. Lelah, akhirnya Marinka melepaskan tangannya dan memandang Zehra dengan cemberut.
“Pokoknya akan aku pastikan kalau bagaimanapun caranya, kamu bakal datang ke pesta itu.” ucap Marinka dengan penuh keyakinan. Zehra hanya tersenyum saja dan menggelengkan kepala.
Saat kemudian petang menjelang. Zehra terus mendapatkan pesan dari Marinka. Gadis itu terus merengek memintanya untuk datang. Pesan bertubi-tubi yang masuk ke ponsel android jadulnya itu semuanya isinya sama. Permohonan Marinka supaya Zehra datang. Bahkan Marinka mengirimkan pesan yang berisikan alamat di mana klub itu berada. Namun Zehra memilih untuk mengabaikannya dan melanjutkan kegiatan rutinnya membereskan barang jualan ibunya.
Waktu menunjukkan pukul delapan malam ketika ponsel Zehra berdering dan nama Marinka muncul di layarnya. “Hallo?” jawabnya.
Suara ingar bingar di belakang layar membuat Zehra kesulitan untuk mendengarkan. “Kamu akhirnya angkat telepon juga.” Ucap Marinka dengan suara yang tak jelas. Zehra mengerutkan dahinya, kenapa dengan temannya itu. apa dia mabuk? Zehra memutar bola matanya. Siapa yang menjanjikan tidak akan ada alkohol dan siapa juga yang berakhir dengan mabuk sekarang.
“Kamu mabuk?” Tanya Zehra untuk memastikan.
“Kamu beneran gak bakal kesini?” Marinka malah balik bertanya.
“Aku gak akan kesana, Rin. Kamu cepet pulang, mumpung masih sadar.” Ucap Zehra dengan kesalnya. Namun entah apa yang dikatakan Marinka karena Zehra hanya mendengar gumamam pelan. lantas kemudian suara orang lain mengambil alih ponsel Marinka.
“Dia bener-bener mabuk, Ra.” Itu suara Kamga. Zehra mengenalnya karena mereka sudah beberapa kali saling menyapa meskipun Zehra selalu menjawabnya dengan enggan.
Semenjak kenal Kamga, Marinka jadi sosok yang suka dengan pergaulan malam. Dan itu mau tak mau meresahkannya. “Ayolah, datang kesini. Jemput Marinka. Memang kamu gak takut kalau Marinka aku apa-apain?” tanya pria itu dengan suara yang mengandung tawa. Punggung Zehra seketika menegang.
Zehra tahu sepak terjang Kamga. Lagipula ini Jakarta, s*x bebas bagi sebagian orang—atau mungkin bagi banyak orang—adalah hal yang lumrah. Tapi tidak bagi Zehra dan dia juga tak mau Marinka berbuat seperti itu.
“Jangan berani macam-macam!” Desis Zehra dengan penuh ancaman. Namun Kamga malah tertawa mendengar ucapannya.
“Memangnya kenapa kalau macam-macam. Toh kalaupun iya, kami juga melakukannya atas dasar suka sama suka.” Ucap Kamga dengan tak tahu malunya. Zehra tahu kalau Kamga tidak mabuk, karena suara pria itu terdengar begitu jelas dan fasih.
“Kamga, bawa kembali Marinka pulang. Kalau terjadi sesuatu padanya, kau juga yang akan menyesal nantinya. Keanu bisa saja membunuhmu.” Ucap Zehra asal. Ya, ia tidak tahu seberapa jauh apa yang akan dilakukan Keanu, tapi ia yakin, setelah mendengar ucapan Keanu sendiri tempo lalu, ia tahu kalau Keanu bukan orang yang akan berbelas kasih pada orang yang melakukan hal buruk pada adiknya.
Bukannya khawatir dengan ancaman dalam suara Zehra, Kamga malah kembali tertawa. “Keanu tidak akan tahu apa-apa, Marinka sudah dewasa dan dia bisa melakukan apapun yang dia suka. Bukan begitu?” tantang pria itu dengan santainya. “Dan ya, di belakang klub ini mereka juga menyewakan kamar loh, Ra. Kamu tahu, aku bisa menyewa satu kamar disana dan menghabiskan malamku dengan…”
“Kamga!” bentakkan Zehra jelas membuat pengunjung kedai ibunya menoleh padanya. Zehra memandang mereka dan tersenyum seraya menggumamkan permohonan maaf sebelum kemudian menjauh dari sana. “Jangan berani berbuat macam-macam.” Ucapnya lagi dengan nada mengancam.
“Kalau begitu, datang sendiri dan saksikan apa yang bisa aku lakukan pada Marinka. Kalau kau bisa membawanya sebelum aku melakukan apa-apa padanya, maka dia beruntung. Kalau tidak…” dan kemudian telepon diputus.
Zehra panik, dia benar-benar takut sesuatu terjadi pada Marinka. Karena itu, tanpa pikir panjang dia pamit pada ibunya dan mengatakan akan menemui Marinka karena Marinka membutuhkan bantuannya. Ibunya memandang Zehra dengan perasaan yang mengganjal di dadanya. Ia meminta Zehra untuk memanggil adiknya supaya adiknya bisa mengantar Zehra kemanapun dia pergi dengan motor, namun Zehra menolaknya. Dia malah memanggil tukang ojek langganannya yang masih mangkal tak jauh dari kedai ibunya dan menunjukkan pada pria itu alamat yang tertera di layar ponselnya. alamat club yang tadi Marinka kirimkan padanya.