Chap. 16. Sikap Nakal Reino

2095 Kata
Sesampainya di kantor, Reino langsung disuguhkan dengan kerjaannya yang terbengkalai akhir-akhir ini. meskipun berusaha untuk menyelesaikan semua, namun tetap juga tidak selesai. Semua itu dikarenakan pikirannya terpecah belah dengan keadaan Senarita yang sampai sekarang dirinya belum menemukan apapun itu mengenai informasi tentangnya. Padahal waktu sudah berjalan sampai satu minggu. Orang kepercayaannya pun juga tidak bisa mendapatkan info mengenai wanita yang pernah merasakan patah hati di hari yang sama seperti dirinya. “Bacakan agendaku hari ini,” titah Reino pada asistennya. Sang asisten pun langsung membacakan agenda Reino yang ternyata lumayan padat hari ini. “Jam Sembilan nanti Tuan ada janji temu sama Amarta Group, lalu setelah makan siang akan ada rapat dengan dewan direksi mengenai proyek baru kita yang ada di pulau Bali, jam tiga nanti ada pertemuan lagi dengan perwakilan Audrey Company, dan yang terakhir Tuan harus meninjau kembali pembangunan hotel Amarilis yang sudah hampir tujuh puluh persen tersebut,” jelas Arga—asisten Reino yang selalu serba bisa. “Sepadat itu?” tanya Reino yang bakalan tidak bisa pulang lebih cepat sesuai ucapannya pada Senarita. “Iya, Tuan. Apa ada rencana lain, Tuan?” tanya Arga yang sempat bingung dengan reaksi Reino. “Tapi ini semua tidak bisa dibatalkan begitu saja, Tuan. Karena kita sudah meminta jadwal baru dan untungnya mereka mau menuruti kita,” jelasnya lagi sebelum Reino menyuruh untuk membatalkan jadwalnya secara sepihak. Padahal sebelumnya Reino tidak pernah seperti ini. “Aku hanya kepikiran Rita. Dia di rumah sendirian, sedangkan maid yang kamu pesan belum datang ke kota ini, kan?” entah kenapa Reino tidak tega meninggalkan Senarita terlalu lama sendirian di rumahnya, terlebih kondisi wanita itu masih belum terbiasa dengan lingkungan barunya. Lebih-lebih lagi tidak mengingat apapun tentang sesuatu yang menyangkut dirinya. “Eh, iya Tuan. Masih lusa mungkin datangnya. Tuan kan minta yang dari luar kota dan belum pernah datang ke kota ini sebelumnya. Jadi saya ambil yang di kota Surabaya saja,” jelas Arga yang tahu maksud atasannya mengenai pemilihan maid yang sangat ribet. Semua itu Reino lakukan demi melindungi Senarita dari orang yang tidak bertanggung jawab. Terlebih lagi mendapat laporan jika mobil yang ditumpangi oleh Senarita pada saat terjadi kecelakaan, ada sebuah kesengajaan yang menyebabkan remnya tidak berfungsi. Itu menandakan jika wanita yang dibawa atasannya itu memang bukan wanita dari kalangan biasa saja. Reino masih belum tenang dengan jawaban yang diberikan oleh asistennya. Ia takut jika Senarita akan merasa tidak nyaman. Lantas, Reino segera mengeluarkan ponsel dari saku celananya, berniat untuk menghubungi Senarita. Namun, ia melupakan sesuatu di sini. Bahwa Senarita tidak memiliki ponsel, bahkan identitas pengenalnya saja tidak ada. Hal ini membuat pria dengan tubuh atletis dan juga tinggi hampir seratus delapan puluh lima itu mengusap wajahnya penuh rasa frustasi. Bagaimana bisa dirinya melupakan hal yang sangat penting. Melihat atasannya yang sedang tidak baik-baik saja, lantas membuat Arga semakin tidak tahan untuk tidak menanyakan apa yang sedang terjadi pada atasannya tersebut. Dengan keberanian yang tinggi, Arga menanyakan apa yang sedang dikhawatirkan oleh Reino. Karena itu tercetak begitu jelas di wajah dan juga sikap pria itu. “Apa ada masalah lain, Tuan?” tanya Arga dengan nada suara yang lirih sembari menundukkan kepalanya. Takut-takut jika dirinya salah dalam bertanya, karena sepertinya atasannya ini sedang dalam pikiran yang tidak tenang. Di saat berada dalam kondisi seperti ini, maka atasannya pasti akan mudah marah pada siapa saja yang ada di sekitar. “Aku hanya memikirkan Rita. Aku lupa kalau kondisinya belum sembuh beneran dan malah aku tinggal di rumah sendirian tanpa adanya teman,” jawab Reino yang begitu tampak gusar. Arga sampai dibuat bingung dengan sikap atasannya yang sama sekali belum pernah ia lihat. Bahkan ketika menjalin hubuhngan dengan Vreya, Reino tidak pernah seperti ini dan tetap mengedepankan kinerja otaknya. “Apa perlu saya jemput dan dibawa ke sini, Tuan?” tanya Arga spontan. Karena dirinya tidak mau lagi merubah jadwal yang sudah ia ubah sebelumnya karena atasannya itu memilih untuk menemani wanita yang mengalami kecelakaan di depan matanya sendiri. Arga tidak mau berhadapan para relasi bisnis Reino yang terbilang cukup loyal dan mengerti dengan keadaan Reino untuk saat ini, namun tidak tahu jika untuk masa selanjutnya. Reino tampak memikirkan tawaran Arga. Namun, ia juga tidak mau mengambil resiko jika Senarita tidak akan nyaman berada di antara orang banyak, terlebih lagi tidak ada satu pun yang dia kenal nantinya di sini. Juga jika di bawa ke sini pun akan percuma, karena tetap ia tinggal sendirian di ruangannya. Setelah membandingkannya, Reino memilih membiarkan Senarita di rumahnya dan berkenalan dengan seisi rumah. “Tidak usah. Kalau begitu kita langsung saja menemui perwakilan dari Amarta Group,” putus Reino yang kemudian beranjak dari tempatnya, sedangkan Arga langsung mengikuti kemana langkah bosnya pergi dan di tangannya sudah ada berkas untuk pertemuan pertama mereka hari ini, sebelum dilanjut pertemuan yang lain setelahnya. Sementara itu, di rumah yang begitu besar jika hanya untuk ditinggali sendiri, tampak seorang wanita yang kebingungan di ruang dapur. Ketika tengah bersantai di ruang televisi, tiba-tiba saja perut Senarita merasa lapar. Lalu wanita itu melihat ke arah jam dan ternyata memang sudah menunjukkan waktu makan siang. Lantas ia pergi ke dapur berniat mau masak sesuai seleranya yang mungkin saat ini akan dimakan apapun itu. Namun, karena sikap sok tahunya Senarita langsung menuju dapur. Sesampainya di sana wanita itu malah bingung setelah membuka lemari pendingin yang terdapat beberapa bahan masakan di dalamnya. Senarita bingung, karena tidak tahu cara memasak. Ingin sekali menghubungi tunangannya dan meminta untuk membelikan apa saja asal bisa melegakan cacing di perutnya. “Gimana caraku menghubunginya, jika ponsel dan nomornya saja aku enggak tau,” resah Senarita yang semakin merasakan lapar. Tidak mau hanya menunggu kedatangan Reino yang jelas-jelas sudah berkata akan pulang sore nanti, Senarita segera mengeluarkan panic kecil dan diisi air untuk kemudian ia taruh di atas kompor yang sudah menyala. Sembari menunggu airnya mendidih, Senarita mengambil koleksi mie instan yang ada di lemari sebelah kulkas. Rupanya banyak varian rasa mie yang berjejer rapi di sana. sampai-sampai Senarita tidak menyangka jika tunangannya ini penyuka mie. “Dia suka banget sama mie, ternyata? Tapi kenapa badannya kok bagus-bagus saja, ya? Apa dia rajin olahraga juga?” tanya Senarita pada dirinya yang sudah pasti tidak akan tahu jawabannya. Tidak mau merasa kelaparan lebih lanjut lagi, Senarita segera memasukkan mie nya ke dalam panic dengan air yang sudah mendidih, lalu menuangkan aneka bumbu ke atas piring yang ia dapat dari atas meja makan di belakangnya. Suapan demi suapan Senarita masukkan ke dalam mulutnya. Menikmati acara makan siang dengan ditemani kesendirian. Sehingga bisa merasakan betapa enaknya mie instan dengan level cabe yang nendang. Sampai-sampai wanita itu tidak menyadari kedatangan seseorang, sangking terlalu menikmati makan siangnya yang dengan sengaja ia bawa ke ruang televise. Memakannya di sana sambil menikmati acara cartoon yang menurutnya tetap akan disukai mulai dari anak kecil hingga dewasa seperti dirinya saat ini. Apalagi jika bukan Barbie. Karena terlalu menikmati makan siangnya, Senarita dibuat terjingkat kaget ketika ada sebuah tangan yang menjalar begitu saja di bahunya. Sampai piring yang ada di tangannya hampir saja jatuh, jika saja tidak cepat ditangkap oleh orang yang kini berdiri di samping Senarita. “Kenapa kok hanya makan mie saja?” tanya Reino penuh heran. Bukannya apa, tapi seingatnya dia sudah menyuruh Arga untuk memenuhi isi kulkasnya agar jika wanita ini bosan bisa berkutat di dapur dan bisa bermain dengan bahan-bahan tersebut. Bukan malah hanya memakan mie instan saja. Sedangkan Senarita mengusap dadanya yang berdegup kencang karena kaget. Pria itu datang tanpa suara dan tanpa menyapanya terlebih dulu. Namun, sedetik kemudian Senarita merasa ada yang aneh. Bukannya di jam seperti sekarang ini pria yang ada di sampingnya saat ini harusnya masih berada di kantor? Tetapi kenapa malah sekarang berada di rumah? “Kok sudah pulang? Bukannya masih nanti sore, ya?” tanya Senarita menatap heran pada Reino yang kini malah mengambil duduk di sampingnya. Reino meletakkan piring yang ada di tangannya lalu kemudian meletakkan sesuatu yang ada di tangan lainnya. Setelah itu baru menatap ke arah wanita yang berhasil mengganggu ketenangannya dalam bekerja hari ini. Entah kenapa perasaan khawatir tidak kunjung mereda di dalam hati Reino jika belum melihat sendiri keadaan wanita yang ia bawa pulang ke rumahnya. Padahal sebelum ini Reino tidak pernah mengajak Vreya untuk menginjakkan kakinya di rumah ini. Rumah peninggalan kedua orang tuanya. “Kenapa hanya makan mie?” tanya ulang Reino yang kini menatap penuh wajah yang berhasil membuatnya begitu khawatir. “Aku enggak bisa masak,” lirih Senarita. “Lebih tepatnya aku lupa,” ralatnya lagi karena tidak mau Reino menganggap dirinya sebagai wanita yang tidak bisa apa-apa saat ini. Ia akan berusaha untuk belajar memasak di kemudian hari, jika pria yang berstatuskan tungannya ini berangkat kerja. Reino yang begitu gemas melihat wajah Senarita yang merasa bersalah, lantas mengaccak rambut wanita itu yang dicemol ke atas. Padahal itu bukanlah perbuatan yang salah. “jangan diacak, ih! Nanti berantakan lagi,” protesnya yang memang sedari dulu tidak suka rambutnya diacak begitu saja. Entah Dallam keadaan sadar atau tidak, Senarita seolah mengingat sekelebat kenangan dirinya bersama seseorang yang tidak jelas wajahnya dan juga melakukan hal yang sama pada dirinya seperti saat ini. Seketika wanita itu merasakan sakit di kepalanya, namun ia berusaha menampilkan tidak terjadi apa-apa dan tetap tenang di tempatnya. Sedangkan Reino tersenyum melihat wajah kesal Senarita. “Ini aku bawakan makan siang untukmu. Kebetulan aku habis ini ada janji temu di sekitar sini, sekalian aja aku mampir lihat keadaanmu. Aku hanya takut terjadi apa-apa sama para perabotanku,” godanya yang semakin membuat Senarita kesal. “Tenang saja, aku tidak akan membakar rumahmu kok, Mas.” Jawab Senarita semakin sewot dan malah membuat Reino terbahak. Lagian siapa yang berani membakar rumahnya yang begitu besar ini. “Lakukan saja jika kau mampu, Sayang. Tapi nanti jangan nenyesal jika tidak punya rumah lagi,” balanya begtu santai. Senyuman yang sempat pudar beberapa waktu itu, kini telah kembali di wajah Reino. Meskipun Reino selalu menampilkan wajah seriuanya di depan pada karyawannya, namun jika sudah berada di dekat orang tersayangnya pria itu akan murah sekali tersenyum. Seperti sebelumnya bersama Vreyya. Tunggu dulu, sekarang dirinya kan sedang bersama wanita asing? Kenapa ia selalu tersenyum dan sangat senang jika melihat wajah kesal wanita ini sedari pertemuan pertama mereka di pantai, pada malam patah hati mereka. Perasaan aneh apa ini? mustahil banget jika aku sudah mulai merasa nyaman dengan keberadaannya. Lebih-lebih lagi aku belum tahu siapa dia sebenarnya, selain orang yang merasakan patah hati yang sama seperti diriku. Batin Reino menampik segala rasa yang mulai menjalar di dalam dadanya. “Tinggal cari pria lain yang kaya, apa susahnya?” jawaban Senarita yang asal malah membuat reino sedikit terhenyak, lalu tanpa memberi aba-aba terlebih dulu, pria itu langsung menyerah Senarita hingga wanita itu terdorong ke belakang dan terbaring di sofa. Sedangkan di atasnya ada Reino dengan tatapan yang sangat sulit di artikan oleh Senarita. “Apa yang kamu bilang? Mencari pria lain yang kaya? Hmm?” tanya Reino semakin mendesak Senarita hingga wajah mereka begitu dekat. Hanya berjarak beberapa centimeter saja. Bahkan napas mereka saling bertabrakan, sampai-sampai Senarita memalingkan wajahnya ke samping guna menghindari persentuhan yang tidak diinginkannya. Sedangkan jantungnya berdetak lebih cepat daripada biasanya. “Ka-kamu mau apa, Mas?” tanya Senarita begitu gugup. Terlebih lagi posisi Reino saat ini yang tengah menindih dirinya. Kedua tangannya berada di depan, menghalau d**a Reino yang semakin menghimpit dirinya. Sebuah kesenangan tersendiri melihat wajah panik Senarita seperti ini. Wanita ini begitu takut jika ia terkam begitu saja. Lantas, ide jahilnya pun keluar. Reino ingin memberi pelajaran pada tunangan dadakannya agar tidak berucap asal lagi, meskipun itu hanya sebuah gurauan semata. “Menurut kamu, apa yang akan aku lakukan, Sayang? Hmm?” tanya Reino dengan senyuman yang terlihat mengerikan di mata Senarita. Senarita belum siap melakukan hal yang menurutnya terlalu intim, walau hanya sekedar ciuman saja. Meskipun entah mereka pernah melakukannya di masa lalu atau tidak, yang terpenting saat ini ia tidak mau melakukannya. Lebih lagi dalam posisi dan emosi Reino seperti sekarang ini. “Mau di sini atau di sini?” Reino membelai lembut pipi mulus Senarita dengan jemarinya, lalu turun ke bibir yang sejujurnya membuat Reino penasaran dengan rasanya dan ingin mencobanya. Ia pria yang normal. Meskipun tidak memiliki perasaan cinta, namun jika dihadapkan dengan hal indah seperti ini, mana tahan terlalu lama dirinya. Senarita semakin gugup dan takut. Takut jika Reino akan melakukan hal diluar kendalinya. Ia tidak peduli jika dulu mereka sering melakukan hal ini, namun saat ini Senarita tidak mau melakukannya, karena perasaannya pada Reino sama sekali enggak ada. Senrarita hanya ingin memastikan dulu, apa benar mereka pernah menjalin sebuah hubungan, tetapi mengapa dirinya tidak mendapat feel sama sekali. “Mas, jangan seper—“
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN