Hari ini hari kepulangan Senarita. Sebenarnya wanita itu meminta untuk pulang ke rumahnya sendiri. Namun, Reino langsung mencegahnya dan hal itu membuat Senarita bingung sekaligus heran. Meskipun di rumah tidak ada orang tuanya karena musti dinas keluar negri, setidaknya mereka masih mempunyai asisten rumah tangga yang tinggal menjaga rumahnya selama ini. Hal inilah yang menjadi perdebatan kembali antara Senarita yang keras kepala dan Reino yang tetap pada pendiriannya, ingin membawa Senarita pulang ke rumahnya.
Bukan tanpa alasan Reino ingin membawa Senarita pulang ke rumahnya. Di satu sisi karena dia tidak mengetahui siapa Senarita sebenarnya dan rumahnya berada di mana, di sisi lain wanita itu masih belum mengingat siapa dirinya sendiri. Reino hanya takut jika ada orang yang memanfaatkan keadaan wanita itu, lalu berujung membahayak nyawa wanita tersebut.
“Kamu enggak mungkin membawaku untuk tinggal denganmu, kan?” selidik Senarita di saat mereka sudah selesai mengemasi barang yang memang sudah reino persiapkan untuk ganti Senarita.
Tentu saja semua itu asistennya yang menyiapkan keperluan Senarita di sini maupun di rumahnya nanti. Semua sudah Reino atur sedemikian rupa. Entah mengapa Reino tidak bisa melepas wanita ini begitu saja, di samping Senarita yang hilang ingatan, masih ada perasaan lain yang belum pernah Reino rasakan. Mungkin lebih ke rasa kemanusiaannya pada orang di sekitar.
“Memangnya kamu mau tinggal di mana lagi? Sedang Mami dan Papi sedang berada di luar negri,” kilah Reino yang mengarang jika kedua orang tua Senarita tengah berada di luar negri.
“Kan masih ada maid di rumah,” Senarita tidak menerima tawaran Reino begitu saja. Wanita itu juga keras kepala mengenai apa yang akan ia lakukan ke depannya.
“Sayang … aku hanya ingin menjagamu saja. Lagian kita hanya tinggal satu atap, bukan satu kamar.” Tegas Reino mencoba meyakinkan Senarita agar mau ikut pulang dengannya. Lagian juga mana berani dirinya mengajak Senarita untuk tinggal satu kamar, sedang mereka sejatinya dua manusia yang tidak saling mengenal satu sama lain. Entah, rencana Tuhan memanglah sangat unik dalam menyatukan dua insan, meskipun perjalan mereka sudah pasti tidak akan semulus jalan tol.
Senarita tampak memikirkan ucapan Reino barusan. Lagian apa yang dikatakan Reino tidak ada yang salah, terlebih lagi dirinya juga tidak mengingat rupa dan siapa kedua orang tuanya. Seperti apa mereka. Hal itu juga akan membuat dirinya tidak nyaman. Lebih baik ia tinggal dengan Reino sampai ingatannya kembali. Lebih-lebih lagi berada di dekat pria itu memang terasa nyaman dan ada yang melindungi dirinya, meskipun ia belum memiliki rasa ketertarikan pada pria yang menjadi tunangannya tersebut.
“Gimana? Mau ya?” bujuk Reino. Padahal ia sebelumnya tidak pernah seperti ini pada orang yang baru dikenalnya. Namun, keadaan serta kondisi Senarita lah yang membuatnya tidak bisa meninggalkan wanita itu begitu saja.
Pada akhirnya Senarita mengangguk pasrah. Lagian saat ini hanya Reino lah yang ia percaya. “Tapi janji, kalau kamu tidak akan ngapa-ngapain aku, kan?” Senarita harus memastikannya terlebih dulu, sebelum dirinya menerima begitu saja.
“Enggak, Sayang.” Sekali lagi Reino menegaskan bahwa dirinya tidak akan melewati batasannya.
“Baiklah,” putus Senarita yang tidak punya pilihan lain lagi.
Setelah perdebatan melalui perdebatan panjang, akhirnya mereka keluar dari rumah sakit pagi-pagi sekali. Karena hari ini Reino harus segara datang ke kantor. Ia ada janji temu dengan kliennya. Sebelum itu, Reino mengantar Senarita untuk pulang ke rumahnya. Dan sebelum mereka sampai di rumah, Reino terlebih dulu menyuruh asistennya untuk membereskan rumah dan menyiapkan segala keperluan untuk Senarita. Tentu saja, Reino tidak bilang jika dirinya hanya tinggal sendiri, dan hanya beberapa hari sekali ada orang yang datang untuk membersihkan rumahnya. Mungkin, setelah ini ia harus mencari maid agar Senarita tidak merasa kesepian da nada yang membersihkan rumahnya setiap hari. Sungguh, hal yang tidak pernah ada dalam rencana hidupnya.
Reino yang lebih menyukai hidup sendiri, dan akan menyewa maid setelah dirinya pindah di rumah yang lebih besar lagi disaat dirinya sudak menikah dengan Vreyya nantinya, namun semua itu hanya angan dan rencananya semata. Karena ia harus rela dan juga bersyukur telah berhasil mengetahui kenyataannya yang sesungguhnya mengenai kekasihnya tersebut.
Tidak berapa lama, mobil yang mereka tumpangi pun sampai di sebuah rumah yang sangat tinggi dan juga begitu luas. Senarita sampai dibuat kagum oleh rumah tunangannya tersebut.
“Kamu enggak salah rumah, kan?” tanya Senarita menghentikan langkahnya tepat saat berada di depan pintu utama rumah tersebut.
“Tentu saja tidak. Kenapa memangnya?” tanya Reino heran. Ia tidak menyangka jika reaksi Senarita akan seperti ini. Karena Reino yakin jika Senarita juga berasal dari keluarga kaya. Terlihat dari pembawaan Senarita sedari mereka pertama kali bertemu, dulu.
“Ah, sepertinya aku tidak bisa tinggal di sini. Ini terlalu mewah untuk aku nikmati,” gumam Senarita sembari membalikkan badannya, berniat akan pergi dari sana. Namun, dengan segera Reino menahan pergelangan tangan wanita itu.
“Mau ke mana? Jangan membuatku mengulur waktu lebih lama lagi. Aku ada rapat sebentar lagi. Protesnya nanti saja, ya? Sekarang nurut dan patuh dulu, oke?” Reino berusaha membujuk Senarita yang sepertinya tidak nyaman berada di rumahnya. Akan tetapi saat ini dirinya tidak bisa meladeni sikap Senarita yang seperti itu. Ia harus segera berangkat ke kantor setelah memastikan keadaan Senarita aman di rumahnya terlebih dulu.
“Tapi ini terlalu besar untuk kutinggali, dan juga aku tidak akan mampu untuk membersihkan ruangannya,” ucap Senarita menatap memohon pada Reino. Karena tidak mungkin baginya hanya tinggal saja di rumah tunangannya tanpa melakukan apapun.
“Siapa yang menyuruhmu membersihkan rumahku? Akan ada orang yang membersihkannya sendiri. Jadi, kamu tidak usah khawatir. Diam di rumah, lakukan apa yang membuatmu nyaman dan tunggu kepulanganku, oke?”
Saat ini mereka telah berada di ruang utama rumah Reino. Senarita mendengus pasrah. Mau memberontak, juga tidak tau dirinya akan ke mana jika sampai Reino membiarkan dirinya keluar dari rumah ini. Ia hanya bisa menuruti ucapan Reino, selama ingatannya belum kembali.
Setelah memberitahukan kamar Senarita dan menaruh barang yang tidak banyak di sana, Reino segera menuruni anak tangga, karena ia sudah tidak punya waktu lagi. Namun, sebelum benar-benar melangkah keluar, Senarita yang sedari tadi membuntuti Reino menarik pelan tangan Reino yang menggantung di udara. Sehingga membuat pria itu menoleh ke belakang demi melihat wajah wanita yang berhasil masuk ke dalam kehidupannya tanpa di duga sebelumnya. Bahkan perasaan seperti apa yang ia rasakan pada wanita hilang ingatan itu, Reino masih belum mengerti dan hanya meyakini jika itu semua atas dasar rasa kemanusiaan saja.
“Ada apa lagi, Rita? Aku sudah hampir terlambat ini,” protes Reino yang sudah hampir habis kesabarannya dalam menghadapi wanita satu ini.
“Kamu enggak ada yang ketinggalan … M-mas?” tanya Senarita begitu tergagap di saat memanggil Reino dengan sebutan Mas. Sebuah sebutan yang begitu asing, namun ia begitu bingung mau memanggil tunangannya itu dengan sebutan apa, sementara mau memanggil dengan kata sayang, ia masih merasa cukup enggan dan juga belum terbiasa. Lidahnya terasa kelu jika memanggilnya seperti itu. Padahal semasa di rumah sakit ia selalu memanggil Reino dengan sebutan mas tanpa sadar. Namun, sekarang ini Senarita baru sadar, jika dirinya memanggil Reino dengan sebutan yang sama sekali tidak tren di masa sekarang ini.
Reino yang merasa ada sebuah kehangatan setiap kali Senarita memanggil dirinya dengan sebutan seperti itu. Karena hanya wanita hilang ingatan itulah yang memanggil dirinya dengan sebutan mas. Sedangkan dirinya malah berusaha meyakinkan pada Senarita jika memang dirinya tunangan wanita itu dengan sengaja memanggilnya sayang.
“Apa la—“ pertanyaan Reino menggantung di kala Senarita semakin menarik tangannya, dan tanpa Reino duga sebelumnya, wanita itu justru mengecup punggung tangannya. Sebuah adegan yang tidak pernah terpikirkan sebelumnya di otak Reino. Bahkan, dirinya saja sudah lupa kapan terakhir kali melakukan hal yang saat ini Senarita lakukan pada dirinya. Tiba-tiba saja ada sebuah perasaan asing yang menjalar di hatinya.
“Sudah, sekarang Mas berangkat dan hati-hati,” ucap Senarita yang tidak memperhatikan wajah beo Reino. Sebenarnya, Senarita juga sangat canggung melakukan hal ini, namun, entah mengapa yang ada diingatannya ada sepasang dua orang paruh baya melakukan hal ini di saat sang pria pamit keluar. Senarita sempat melihat mereka beberapa kali di samping ruangan dirinya di rawat. Mungkin, hal seperti itulah yang dilakukan oleh pasangan. Maka dari itu, Senarita juga melakukannya.
“Dari mana kamu mempelajari hal ini? Bukannya kamu tidak ingat apapun?” tanya Reino menatap penuh curiga pada Senarita. Bisa saja wanita ini berpura-pura lupa ingatan demi meminta perlindungannya, atau lebih parahnya lagi tengah menyusup ke dalam kehidupannya yang selama ini tidak berhasil ditembus oleh lawannya.
Ditanya dan ditatap seperti itu oleh Reino, Senarita menunduk takut. Ia tidak menyangka apa yang menurutnya benar dilakukan, namun tidak untuk Reino.
“Maaf jika kamu tidak suka, Mas. Aku hanya melihat beberapa kali pasangan paruh baya selalu melakukan hal ini, di saat suaminya pamit keluar rumah sakit,” lirih Senarita dengan wajah yang tertunduk. Perasaaan takut dan bersalah pun menyelimuti hatinya. “Aku tidak akan melakukannya lagi, atau kalau perlu antarkan aku ke rumah orang tuaku saja,” lanjutnya lagi semakin membuat Reino merasa bersalah juga.
Melihat wajah bersalah Senarita, entah mengapa membuat hati Reino terasa sakit. Bukan karena dirinya tidak suka dengan apa yang dilakukan oleh Senarita pada dirinya, melainkan ia terlalu waspada saja jika ada sesuatu hal yang nanti akan membahayakan dirinya sendiri.
“Bukan maksudku seperti itu, aku hanya kaget saja kamu melakukan ini. Karena sebelumnya kamu tidak pernah mengecup tanganku, di saat kita bertemu ataupun berpisah,” bohong Reino demi memudarkan rasa bersalah yang menghinggapi diri Senarita saat ini.
Kemudian Reino menangkup kedua sisi wajah Senarita yang masih menunduk. Bahkan ia juga sempat melihat air mata wanita itu yang keluar dari sudut mata yang bisa meneduhkan hatinya. Ia usap pipi Senarita yang sudah basah. Reino tidak menyangka jika perasaan wanita ini begitu lembut, hingga dirinya salah berbuat saja menyebabkan dia menangis dengan rasa bersalah yang bahkan tidak pernah Senarita lakukan.
“Dengar, aku tidak marah. Justru aku sangat senang dengan perubahanmu yang seperti ini,” ucap Reino menatap lekat manik berwarna madu milik Senarita tersebut. Hanya dengan tatapan wanita itu, mampu menarik Reino untuk menyelami keindahan yang ada di dalamnya. Hingga tanpa sadar membawa wajah Reino mendekat ke arah Senarita. Lalu detik selanjutnya Reino melabuhkan bibirnya tepat di kening Senarita yang otomotis membuat wanita itu terjingkat kaget dan langsung menjauhkan wajahnya dari Reino.
“Ya sudah, aku berangkat dulu. Diam di rumah dengan patuh. Kalau lapar, di kulkas masih ada bahan makanan dan di sampingnya ada mie instan. Akan aku usahakan pulang lebih awal,” ucap Reino sembari mengacak puncak kepala Senarita. Lalu pria itu pergi begitu saja tanpa tahu bahwa kini wajah Senarita semakin menegang. Hal yang dirasa baru di dalam hidupnya selama ini.
“Apa dia sering melakukannya padaku selama ini? Tapi kenapa rasanya asing banget, ya?” Senarita bertanya pada dirinya sendiri, tanpa menemukan jawaban yang pasti.