Masih Marah Tapi Masih Membutuhkan

1928 Kata

Tujuh hari. Bukan waktu yang lama sebenarnya, tetapi bagi Loco, tujuh hari terakhir terasa seperti penjara yang dia bangun sendiri dengan amarahnya. Loco memilih untuk tidak tidur di mansion sejak pertengkaran hebat mereka. Ia lebih memilih apartemen cadangannya yang mewah di pusat kota, atau bahkan kantornya yang selalu terang benderang. Kemarahan masih terasa di urat nadinya. Pengkhianatan itu, kebohongan yang dengan sengaja Lexa sembunyikan, masih terasa seperti pisau belati yang terus memutar di dalam dadanya. Sementara itu, di gedung perkantoran megah, Lexa justru berada di puncak dunianya. Kursi CEO di perusahaan Vika alias perusahaan Matson—milik mendiang ayahnya sendiri—kini didudukinya dengan penuh wibawa dan rasa puas. Tidak hanya itu, dia juga secara resmi menjadi pemegan

Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN