Bab 9. Siapa Mantan Kekasih Oliver?

1294 Kata
'Ceklek!' “Sudah selesai, Nyonya?” “Astaga.” Sambil refleks memegang d*da, Hazel berjingkat. Terkejut mendapati Frank berdiri di depannya. Jantung wanita langsung berdegup kencang. Senyum yang baru akan mengembang itu hilang seketika. “Apa yang kamu lakukan di sini?” tanya Hazel dengan sepasang mata membesar. Seharusnya Frank ada di teras depan. Dia jelas melihat pria itu tadi. Kenapa tiba-tiba ada di belakang rumah? “Mari, Nyonya. Mobil ada di depan.” Frank tidak menjawab pertanyaan Hazel. Pria itu membuat gestur tubuh dengan mengangkat satu tangan—mempersilahkan Hazel untuk berjalan ke arah samping rumah. Pria itu menundukkan kepala. Hazel menekan-nekan katupan rahangnya. Wanita itu menatap kesal Frank sebelum membelokkan arah langkah ke samping kemudian mengayun kedua kakinya. Hazel mengumpat Frank dalam hati. Frank membungkuk—memberi hormat pada Celine sebelum bergerak mengikuti Hazel. Sementara Celine mengusap dadanya, lega karena Hazel tidak berhasil melarikan diri. Dengan terpaksa Hazel masuk ke dalam mobil. Mobil melaju tak lama kemudian. Hazel berulang kali menarik pelan namun panjang napasnya. Tidak ada yang bersuara di dalam ruang sempit tersebut. Sampai kemudian terdengar suara setelah nyaris 15 menit mobil melaju. “Berhenti di depan.” Pria yang duduk di belakang kemudi menoleh ke samping. Mendapat gelengan kepala dari Frank yang duduk di sebelahnya, pria tersebut meluruskan pandangan ke depan dan terus melajukan mobil. Frank menoleh ke belakang. “Maaf, Nyonya. Tuan Oliver berpesan anda hanya boleh pergi ke rumah orang tua anda.” Hazel menekan katupan rahangnya. Hazel berusaha untuk tetap tenang. Setelah gagal melarikan diri, jujur saja Hazel marah. Dan sekarang, ia bahkan tidak diperbolehkan berhenti hanya untuk membeli minuman. “Saya tidak akan menceritakan apapun pada tuan Oliver soal kejadian tadi. Tapi tolong, jangan mempersulit saya, Nyonya.” Setelah menyelesaikan kalimatnya, Frank mengembalikan fokus mata ke depan. Suasana di dalam mobil yang dihuni oleh tiga orang tersebut kembali hening. Sang sopir fokus dengan kemudi, sang pengawal fokus dengan jalanan yang dilalui dan Hazel sibuk menekan emosinya. Dan suasana itu bertahan sampai akhirnya terdengar suara ponsel. Frank segera menarik keluar benda penghubung miliknya yang masih mengeluarkan suara dari balik jasnya. Dengan cepat menekan tombol terima, kemudian membawa benda tersebut ke telinga kanan. “Ya, Tuan.” “Apa istriku masih di rumah orang tuanya?” “Tidak, Tuan. Sekarang kami sedang dalam perjalanan kembali ke mansion.” Frank memberitahu. Pria itu menggeser bola mata ke arah kaca berbingkai yang menggantung di depannya. Memperhatikan tidak lebih dua detik, perempuan yang duduk di kursi penumpang belakang. Mendengar pembicaraan Frank dengan seseorang melalui sambungan telepon yang ternyata adalah Oliver, Hazel menarik tubuh bagian atas ke depan. “Aku ingin membeli kopi,” ujar Hazel dengan suara lebih keras untuk memastikan orang yang masih terhubung dengan Frank mendengarnya. Frank langsung menoleh ke belakang. “Izinkan aku mampir ke cafe untuk menikmati secangkir kopi sebelum kembali ke mansion.” Hazel kembali bersuara. “Tuan,” panggil Frank ketika tidak mendengar suara Oliver. Pria yang masih menatap Hazel itu menahan napas. “Katakan pada istriku, waktunya tidak lebih dari setengah jam.” Akhirnya Oliver menjawab permintaan sang istri. “Baik, Tuan.” “Pastikan kamu menjaganya, Frank.” “Baik, Tuan. Saya akan menjaga Nyonya Hazel dengan baik.” Frank mengalihkan perhatian dari Hazel sembari menjawab sang tuan. “Baik.” Frank menurunkan ponsel setelah Oliver memutus sambungan mereka. Frank kemudian memberi perintah pada pria yang duduk di belakang kemudi untuk berhenti di cafe terdekat. Di kursi penumpang belakang, Hazel mengulum bibirnya. Setidaknya Oliver masih bersedia mendengar keinginannya. Wanita itu kemudian memutar kepala ke samping. Tangannya meremas tali tas yang ia pangku. Keningnya mengernyit ketika otaknya sedang bekerja lebih keras. Hazel menghembus napas begitu merasakan laju mobil memelan. Wanita itu memutar kepala ke depan. Memperhatikan sekitar saat mobil berbelok masuk ke halaman sebuah cafe. Hazel menunggu dengan tidak sabar sampai mobil berhenti di depan pintu masuk cafe. Sudah paham cara orang kaya, Hazel masih duduk di kursi menunggu pintu dibuka dari luar. Setelah Frank membuka pintu untuknya, Hazel baru keluar. “Tuan Oliver memberi waktu tidak lebih dari setengah jam. Silahkan, Nyonya.” Frank mempersilahkan Hazel untuk masuk ke dalam cafe. Pria itu berjalan mengikuti sang nyonya. Masuk ke dalam cafe, kemudian memilih meja tak jauh dari meja yang ditempati oleh Hazel. Hazel hanya bisa menarik napas panjang melihat Frank tidak membiarkan dirinya berada di dalam tempat tersebut sendirian, tanpa tatapan terarah padanya. Hazel memesan minuman setelah seorang pelayan datang menghampirinya. Hazel juga memesankan kopi untuk Frank. **** Oliver menatap layar ponselnya. Tersenyum kecil melihat kiriman foto dari Frank. Kepala pria bergerak menggeleng beberapa kali. Pria itu menarik punggung ke belakang. Duduk menyandar sebelum menggulir benda penghubung di tangannya. Ekspresi wajah pria itu sudah berubah. Senyum tak lagi terlihat. Tiga kali nada sambung, akhirnya suara orang yang dihubungi terdengar. “Ya, Bos.” “Bagaimana persiapan untuk malam ini?” “Beres, Bos. Semua akan terkirim malam ini.” “Pastikan tidak ada masalah lagi, Tom. Aku tidak mau mendengar ada orang yang bermain-main denganku sekali lagi.” “Saya mengerti, Bos.” “Apa ada pergerakan dari Carlos?” “Sampai saat ini masih belum, Bos. Carlos masih berada di mansionnya.” Frank menerangkan. “Bagus kalau begitu. Pastikan orangmu benar-benar memantau pergerakan Carlos. Kita tidak boleh lengah sedikitpun. Pria itu suka membuat masalah dan aku membencinya.” Oliver menekan-nekan katupan rahang mengingat musuh bebuyutannya. Sudah berkali-kali mereka terlibat dalam persaingan bisnis bawah tanah. “Baik, Bos.” Oliver menggumam sebelum kemudian mengakhiri panggilannya. Oliver melempar ponsel ke atas meja. Setelah satu bulan ia bisa tenang tanpa Carlos yang sering menjadi lawan bisnisnya, sekarang pria itu sudah kembali. Dan Oliver harus kembali bersiap menghadapi Carlos. Sementara Oliver mulai mempersiapkan diri setelah Carlos kembali, pria yang sedang dipikirkan oleh Oliver justru sedang sibuk membaca informasi tentang seorang dokter muda bernama Hazel Maria Dorne. Pria yang sedang duduk di kursi kebesarannya dengan satu kaki berada di atas kaki yang lain dan tangan kiri memegang gelas kristal, sementara tangan kanannya memegang selembar kertas itu menyeringai. Bola mata Carlos bergerak ke arah foto perempuan yang dinikahi oleh musuh besarnya. Sepasang bibir pria itu berkerut. Kepalanya meneleng memperhatikan lebih seksama wajah Hazel. Kepalanya kemudian mengangguk beberapa kali. “Cantik,” gumam pelan Carlos. Tangan kiri pria itu bergerak membawa tepi gelas kristal ke sela bibirnya. Mendorong pelan p****t gelas tanpa mengalihkan pandangan dari foto Hazel. Pria itu meneguk whisky beberapa kali. Menurunkan kaki yang sebelumnya berada di atas kaki yang lain, lalu mendorong tubuh ke depan. Pria itu meletakkan gelas ke atas meja sebelum menggeser pandangan mata ke seberang meja. Carlos membasahi bibir dengan ujung lidahnya. Sepasang mata pria itu mengecil ketika sang pemilik tersenyum. “Kirim orang untuk mengawasi perempuan ini.” Carlos mengangkat kertas di tangannya sebelum meletakkan ke atas meja. “Aku ingin berkenalan dengannya,” tambahnya seraya tersenyum penuh rahasia. “Baik, Tuan.” “Aku penasaran. Apa yang membuat Oliver menikahi perempuan ini, bukan perempuan-perempuan yang selama ini mengelilinginya.” Pria itu menyeringai. “Aku pikir dia tidak akan pernah menikah. Selama ini dia hanya bermain-main dengan perempuan-perempuan b*doh itu.” “Apa dia sudah bisa melupakan Cresa?” Senyum di bibir Carlos menghilang saat pertanyaan itu muncul. Kening pria itu mengernyit dengan cepat. “Tunggu.” Carlos dengan cepat menyambar kertas yang belum lama ia letakkan ke atas meja. Pria itu menatap kembali wajah dalam selembar kertas tersebut. Alis Carlos mengerut seketika. Tarikan napas panjang pria itu lakukan. "Kamu yakin perempuan ini satu-satunya anak di keluarga itu?” “Iya, Tuan. Itu informasi yang saya dapat.” Pria yang susuk di seberang meja menjawab. Lipatan di kening Carlos bertambah banyak. “Wanita ini … dia mirip dengan Cresa.” Pria itu menatap semakin lekat wajah Hazel dalam kertas. “Ya … aku yakin. Dia mirip dengan Cresa. Mantan kekasih Oliver.”
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN