Ishana Caturangga Eryx Agate Balakosa atau yang lebih sering dipanggil dengan nama singkat Ishana Balakosa saja merupakan salah satu dari empat siswa yang mendapat gelar sebagai pangeran di SMA Nevanov Independent Strategic yang paling terkenal. Sangat berbanding terbalik dari sang adik kembar yang “cenderung” biasa saja nyaris tak berguna dari segala sisi kehidupan. Ia merupakan seorang anak remaja laki-laki yang super brilian dan sangat menyenangkan. Bagai diberkai oleh seribu satu bakat yang rasanya itu semua pun belum terasah sempurna.
Ia pertama memegang alat musik geser dengan empat senar itu saat masih usia empat tahun. Ketika saudara kembarnya hanya bisa mengileri biola mahal milik kedua orang tua mereka. Hanya dalam beberapa menit Ishana sudah mampu memainkan Caprice in D major ‘Il labirinto armonico’ – Locatelli: salah satu piece biola paling sulit yang diakui sampai detik ini. Yang mana piece itu sendiri tak diragukan lagi akan membuat jemarimu menangis usai memainkannya.
Banyak musisi alat musik klasik seusiaan dirinya yang tertarik untuk meminangnya sebagai rekan pertunjukan. Namun, semua ia tolak mentah-mentah. Ia merasa hanya akan berlari terlalu cepat dan semua hal yang awalnya ia suka akan jadi sesuatu yang membosankan. Ia hanya akan meninggalkan rekannya jika sampai menerima tawaran mereka.
Ia tak ada pikiran untuk melepaskan solo karirnya.
Setidaknya sampai ia menyaksikan penampilan Liam di suatu pertunjukan orkestra. Mengiringi suara indah penyanyi seriosa cantik asal Indonesia. Yang memiliki nama sama dengannya.
“Saya mau dia, Papa, Mama,” pinta Ishana pada kedua orang tuanya.
“Iya, Ishana,” sahut Sang Papa. Dilihat istrinya. Istri sempurna yang sudah memberikan seorang anak sempurna. Ishana. “Ma, cari tahu siapa anak itu!”
“Baik, Pa,” sahut Sang Mama.
Ж
Tinggal sedikit waktu tersisa untuk Tara memenuhi keinginan ayahnya. Siang malam. Pagi sore. Nyaris dua puluh empat jam ia amati terus pergerakan chart pasar modal. Untuk memastikan uangnya bergerak ke arah yang benar.
Percayalah. Uang adalah s*****a paling mematikan untuk menghabisi seseorang.
Sedikit banyak… uangnya memang bergerak sesuai keinginannya. Walau telah mempelajari transaksi di pasar modal sejak sekolah dasar. Baru kali ini ia benar-benar diserahi tanggung jawab untuk menghasilkan sesuatu dari sana. Ia bukan tipe orang yang tertarik. Pada angka dan grafik. Sebenarnya.
Bruaak. Tanpa sadar ia menabrak seseorang saat tengah berjalan di koridor sekolah. Kembali dari kamar mandi. Saat ingin meminta maaf… Duaash. Seorang siswa malah langsung menonjoknya. Anak-anak di sekitar sana bersorak girang. Ayo, berantem berantem, saya suka huru hara, jangan sampai damai, LANJOOOTKAAN!!! kompor mereka dengan riang gembiranya. Untung masih ada anak waras yang memutuskan pergi ke ruang pengawas keamanan.
“b******k! Apa lagi yang mau kamu lakukan sama Liam?!” tanya siswa yang menonjoknya sambil mengangkat kerah Tara.
Tara hanya menatap siswa itu dengan wajah sendu. “Aku minta maaf.”
“Maaf kamu bilang?!!” tanya Ishana emosi jiwa. Seluruh keanggunan seorang violinisnya lenyap. Seketika berganti menjadi aura preman sejati yang sekian lama terpendam. Didekatkan wajahnya ke wajah Tara. “Kamu habis melukai tangan rekan duetku. Tidak dilaporkan ke polisi karena koneksi orang tuamu. Dan hanya maaf yang bisa kamu katakan?” tanyanya pelan.
Tara memandang Ishana datar. Diliriknya Liam yang tak melakukan apa pun. Hanya berdiri di belakang Ishana. Ia menjawab, “Iya.” Tara berdiri dan meninggalkan keduanya.
“KALIAN SEMUA DENGAR!” teriak Ishana. “Sampai ada yang berani menyakiti Liam lagi setelah ini. Semua akan berurusan denganku,” ancamnya seraya menggandeng tangan Liam kembali ke kelas.
Ketiganya sudah tak ada saat guru pengawas keamanan tiba di tempat kejadian perkara.
“Di mana mereka?” tanya GPK atau Guru Pengawas Keamanan. Biasanya jabatan ini diisi oleh guru olah raga laki-laki.
“Se, Sepertinya yang kami lihat barusan hanya fatamorgana,” jawab kedua siswi yang habis diberi kode oleh teman-temannya: nyawa mereka akan terancam sampai para pangeran sekolah itu mendapat masalah.
Ж
Depan kelas 11 MIPA A.
“Aduh, Liam seneng deh punya pengawal siap sedia seperti Abang Ishana,” puji Liam seraya mencubit satu pipi Ishana manja.
Ia tampik uluran tangan pemuda lenje di depannya. “Aku tidak sedang melindungi atau menyelamatkan kamu, kok. Aku melakukan semua untuk diriku sendiri.”
“Ya sudah. Sampai jumpa.” Liam melambaikan tangan karena hendak masuk ke dalam kelas.
“Hubunganmu… sama cewek itu tuh sebenarnya bagaimana, sih?” tanya Ishana geregetan seperti lagunya Sherina Munaf.
Liam membentuk hati dengan empat jari. “Seperti ini.”
“Kamu mengalami semua ini gara-gara dia, ‘kan?” tanya Ishana khawatir.
Liam menggeleng cepat. “Nope! Pokoknya Liam akan memperjuangkan cinta Kenna sampai mati.”
Apa yang sebenarnya terjadi, tanya Ishana dalam hati.
Ж
Sepulang sekolah. Karena hari ini tak ada jadwal latihan sepulang sekolah di ruang musik klasik bersama Ishana. Liam bisa bertemu dengan Kenna.
“Aduh, aku minta maaf, ya. Karena tanganku lagi begini aku jadi nggak bisa nganterin kamu pulang,” pohon Liam dengan raut wajah tidak enak.
“Terus kalau gitu selama ini kamu naik apa?” tanya Kenna. Ternyata masih merasa tak enak juga pada Liam akan apa yang sudah terjadi sekalipun dari wajah anak remaja laki-laki itu sudah tidak tampak lagi raut emosi atau tidak suka. Tapi, perasaannya tak terkalahkan.
“Naik upil terbang,” jawab Liam dengan air wajah dan intonasi suara serius, tapi apa yang ia ucapkan seperti sangat berbanding terbalik.
DBUGH. “Makan aja tuh upil!” balas Kenna esmosyen.
“Uhuk… ohook… huk… Maksudnya naik bis kota. Bis kota di negara ini ternyata enak juga, ya. Kapan-kapan pulang sekolah naik MRT atau LRT, yuk,” ajak Liam.
“Sebenarnya jarak sekolah kita ke stasiunnya aja sudah sama dengan jaraknya ke rumahku,” respon Kenna datar dengan selaput mata yang menutup separuh. Ia tidak menunjukkan atensi.
Namun, Liam segera membuat kedua mata gadis itu kembali terbuka lebar dan dirinya dipenuhi oleh semangat saat ia berkata, “Padahal asik kali yaa kalau kita jadi naik MRT berdua sambil pegangan tangan begitu,” ucap Liam seraya menaruh telunjuk di dagunya. Memandang angkasa dengan tatapan kosong.
“KALAU BEGITU AYO KITA SEGERA PERGI KE STASIUN MRT!” ajak Kenna semangat dengan satu kepalan telapak tangan terangkat ke udara.
Liam tersenyum saja sambil memalingkan wajahnya yang tampak bahagia. Apakah ia benar-benar senang? Entahlah, yang jelas ia juga tak merasa bahwa itu merupakan sesuatu yang sangat buruk atau tak bisa dinikmati.