Bab 1
Cuaca siang ini cerah  seperti biasa karena langit tidak mendung dan tidak juga panas. Hana  sibuk mempersiapkan makan siang untuk keluarga kecilnya, sedangkan Raja  sibuk membaca koran pagi untuk mengikuti perkembangan berita terkini di  Indonesia. Di lantai atas dua gadis cilik asyik bermain boneka Barbie, tawa riang terdengar dari mulut mereka. Di sebelahnya remaja tanggung sibuk memainkan laptop dan gadget dengan serius dan di sudut balkon seorang perempuan memandang hamparan langit dengan mata kosong tanpa cahaya.
"Ayunda, Jasmine, Junior  ayo turun. Jangan lupa panggil sekalian kak Ratu ya,"!teriak Hana dari  arah dapur. Raja yang mendengar teriakan istri tercintanya langsung  melipat kembali koran dan menyusul Hana yang sibuk dengan masakannya.
"Apa sih yang kamu  masak? Wanginya kecium sampai ke ruang tengah dan perut aku langsung  lapar loh." Raja mencium  kedua pipi Hana dan dibalas Hana dengan  mencubit pinggang Raja dan memperlihatkan menu makan siangnya. Hari ini  rencananya Hana berniat memperingati hari ulang tahun Ayunda, putri  bungsunya yang ke enam tahun.
"Hmmm, ada kwetiau  goreng kesukaan Ratu, ada juga ayam balado kesukaan Jasmine, dan yang  spesial kue ultah buatan Mama untuk Junior dan Ayunda." Tunjuk Hana  dengan semangat. Berhubung ulang tahun Junior dan Ayunda hanya berbeda  satu hari maka Hana memutuskan untuk menggabungkan saja ulang tahun  kedua anaknya.
"Ma, kak Ratu nggak mau  turun tuh. Katanya lagi malas," teriak Jasmine dari lantai atas, Hana  terlihat kecewa tapi sedikitpun dia tidak tunjukkan di depan anak-anak  yang lain. 
"Ya sudah biar Mama yang bujuk kak Ratu-nya, ayo duduk yang rapi." Hana membuka apron  dan menyuruh Raja menemani anak-anaknya dan dia berniat naik ke atas  untuk mengajak dan membujuk Ratu untuk turun dan juga Ayunda yang masih  berada di lantai atas.
Hana membuka pintu ruang  main dua putrinya, tapi ruangan itu kosong. Hana melangkah menuju kamar  tidur kedua putri kecilnya dan lagi-lagi tidak menemukan dua putrinya  dan Hana langsung menebak kalau dua putrinya kembali bersitegang.
Tebakan Hana terbukti saat mendengar teriakan Ratu dari balkon luar.
"Gue sudah bilang jangan  pernah dekati gue!" Suara menggelegar Ratu membuat keyakinan Hana  semakin nyata, lagi-lagi dia mendengar teriakan anak sulungnya saat  memarahi putri bungsunya. Hana hanya bisa mengelus d**a dan berharap  derita dan trauma yang dialami Ratu segera sirna dan putrinya itu bisa  kembali menjadi Ratu yang dulu.
"Kata Mama kakak harus  turun ... hari ini aku ulang tahun ayo kita rayakan," rengek Ayunda.  Sekeras apapun Hana mengubah status Ayunda tapi tetap darah itu lebih  kental daripada air, meski Ratu berusaha menolak kehadiran Ayunda tetapi  perasaan seorang anak kepada ibunya  tidak bisa dibohongi sampai  kapanpun.
Ratu menghempaskan  tangan mungil Ayunda dan menatapnya tajam, "Sampai mati pun gue nggak  bakal mau ngerayain ulang tahun lo, gue hampir ma ...." Ratu  menghentikan ucapannya setelah Hana datang dengan mata sayu dan juga  sedih.
"Ma."
"Ayu, Kak Jasmine dan  Bang Junior sudah nunggu Ayu loh di bawah, nanti Mama saja yang bujuk  Kak Ratu supaya turun," ujar Hana dengan lembut sambil menghapus airmata  Ayunda yang membasahi pipi mungilnya. Ayunda dengan kaki lemas  meninggalkan Ratu yang sibuk dengan dunianya sendiri. Hana hanya bisa  menghela nafas, dia menghampiri Ratu dan memegang tangan putri  sulungnya. Terlihat bekas irisan pisau membekas di tangan mulusnya,  tidak saja satu tapi banyak dan itu membuat hatinya sakit. Lagi-lagi  Hana hanya bisa menangis dalam hati, meratapi kesalahannya yang tidak  becus menjaga anak gadisnya. Bayangan Ratu memanggil namanya saat  b******n jahat itu menyentuh tubuh mungil Raty membuat dirinya merasa  gagal sebagai ibu.
"Kamu kenapa marahi Ayu  lagi, kasihan loh dia. Dia hanya ingin kamu ikut merayakan ulang  tahunnya," ujar Hana pelan. Hana sudah bicara dengan psikiater dan orang  dengan trauma berat seperti Ratu tidak bisa dikasari apalagi ditekan.
"Aku nggak mau Ma.  Melihat wajahnya membuat aku teringat kejadian malam itu. Aku ... tidak  bisa ... menerima dia," balas Ratu terbata-bata. Ratu hanya bisa marah  dan kasar setiap Ayunda berusaha mendekatinya. Bagi Ratu melihat wajah  Ayunda mengingatkannya pada malam naas itu. Malam saat dia dilecehkan  oleh lelaki yang seharusnya menjaganya bukan memberinya benih dan  membuat hidupnya hancur seperti ini.
"Sampai kapan kamu  seperti ini nak, Mama mau Ratu yang dulu kembali," isak tangis Hana  akhirnya pecah. Ratu melihat Hana dengan perasaan bersalah, sudah  berjuta kali dia membuat Hana menangis dengan kisah tragis hidupnya.
"Aku nggak tahu Ma ... aku nggak tahu," balas Ratu dan dia pun ikut terisak.
****
Akhirnya Hana mengalah  dan membiarkan Ratu dengan keputusannya, dia kembali turun dan duduk di  samping Raja dan juga Ayunda. Ayunda mencari keberadaan Ratu dan  lagi-lagi dia merasakan kekecewaan seperti tahun-tahun sebelumnya.  Junior yang tahu situasi berusaha mencairkan suasana dengan membuat  lelucon dan meskipun Ayunda tertawa tapi di hatinya tersimpan beribu  pertanyaan. Kenapa Ratu membencinya? Kenap Ratu enggan menatapnya?  Kenapa Ratu hanya baik ke Junior dan Jasmine, dan banyak pertanyaan yang  ingin ditanyakan Ayunda tapi apa daya mendekati Ratu saja  dia  dilarang.
"Nah ini kado untuk Ayu  dari Mama dan Papa." Hana menyerahkan sebuah kotak berwarna coklat dan  berpita pink. Ayunda menerima dengan hati riang dan langsung membukanya.  Sebuah boneka Barbie dan juga baju keluaran terbaru.
"Makasih ya Mama dan  Papa ... Ayu suka banget sama bonekanya. Kak Jasmine nanti kita main  bareng ya." Jasmine mengangguk dan dua gadis kecil itu pun sibuk bermain  dengan bonekanya. 
Untuk sementara Hana dan  Raja bisa membuat Ayunda bahagia tapi tidak mungkin selamanya memberi  kebahagiaan seorang anak dengan kado. Kebahagian seorang anak didapat  saat menerima limpahan kasih sayang ayah dan ibunya tapi bagi Ayunda  orang tuanya bagai musuh yang tidak bisa disatukan lagi meski masih ada  ikatan pernikahan di antara mereka hingga Ayunda berusia lima belas  tahun.
Semua itu tidak luput  dari pantauan Ratu yang berdiri di lantai atas, meski dia berusaha untuk  mengenyampingkan Ayunda tapi tetap saja ada saat-saat dia merasa jahat  dan juga kejam. Ratu sadar melampiaskan kekesalan dan kebencian kepada  anak yang tidak berdosa adalah kesalahan besar, tapi kenangan masa  lalunya membuat Ratu enggan mendekati Ayunda, putri  kandungnya.
****