Satu bulan kemudian.
Setelah kontrak kerjasama sengaja disabotase Ratu, perusahaan Rendra perlahan-lahan mulai kehilangan kepercayaan dari para investor. Bahkan beberapa investor mulai menarik kembali dana yang telah mereka serahkan.
Suasana perusahaan semakin runyam saat Rendra lebih memilih diam seribu bahasa. Beberapa karyawan mulai mempertanyakan nasib mereka, dan ada juga sebagian karyawan memilih mengundurkan diri sebelum dipecat. Mungkin hanya Ratu satu-satunya pihak yang paling bahagia melihat kondisi perusahaan perlahan demi perlahan mulai goyah. Dalam diamnya, Ratu tidak berhenti mengutuk dan menyalahkan Rendra karena ini cara Ratu membalas sakit hatinya meski harus mengorbankan orang lain.
"Toh mereka tidak tahu semua ini adalah ulahku, mereka juga tidak pernah berada di posisiku. Terhina dan hancur karena b******n bernama Rendra," rutuk Ratu dalam hati saat melihat satu persatu karyawan mulai meninggalkan perusahaan.
Egois?
Ratu tidak peduli.
Ia akui dirinya memang egois dan tidak punya hati tapi semua ini terjadi karena Rendra. Ia tidak peduli banyak pihak tersakiti karena ulahnya, demi dendam dan sakit hatinya ia harus mengorbankan orang lain.
"Kamu berubah banyak," ujar Hana saat melihat tatapan mata Ratu. Mata yang tadinya kosong kini berubah menakutkan. Dendam dan benci membuat mata yang tadinya sayu berubah menjadi sangat menakutkan dan Hana takut nantinya Ratu menyesali perbuatannya.
"Bukannya Mama yang minta aku berubah, sekarang aku sudah berubah menjadi Ratu yang kuat dan tidak cengeng lagi. Seharusnya Mama bahagia kan? Seharusnya Mama memberiku pelukan bukan tatapan aneh seperti ini," balas Ratu sambil memoleskan lisptick dengan warna merah menyala.
"Bukan perubahan seperti ini yang kami mau. Kamu ... kamu terlihat menakutkan, tatapan kamu penuh dendam dan kebencian. Mama takut ..." Hana menghentikan ucapannya saat Ratu menatapnya panjang melalui cermin meja riasnya.
Melihat raut muka Hana langsung membuat Ratu menyunggingkan senyumnya meski terlihat sangat dipaksakan. Ratu memutar tubuhnya lalu mendekati Hana dan memeluk ibunya itu dengan penuh kasih sayang. Ratu sadar selama ini ia belum mampu membahagiakan ibunya tapi ia janji setelah Rendra hancur ia akan kembali menjadi dirinya seperti dulu dan membuat ibunya bangga.
"Maafin Ratu ya Ma, tapi inilah Ratu. Ratu menyimpan banyak duka di sini," Ratu meletakkan tangannya di dadanya, "dan butuh waktu untuk sembuh, minimal hatiku kembali seperti dulu. Mama mau kan menunggu?" sambungnya lagi.
"Apa yang kamu rencanakan?" tanya Hana penasaran.
"Lebih baik Mama istirahat atau shopping? Lebih baik Mama shopping dan lupakan kenapa aku bisa seperti ini, oke?" Ratu mendorong tubuh Hana dengan lembut menuju pintu kamarnya.
"Tapi,"
"Stttsss, Mama sayang kan sama aku? Lebih baik Mama tidak pernah ikut campur, aku tahu apa yang aku lakukan, aku ..." Ratu menghentikan ucapannya saat melihat Ayunda sedang berdiri di dekat tangga sambil melihatnya. Ratu membuang mukanya lalu menutup pintu kamarnya. Ratu memegang dadanya yang tiba-tiba berdetak tak karuan saat melihat wajah Ayunda.
"Kenapa aku seperti ini saat melihat anak itu? Kenapa?" Ratu mencoba menormalkan detak jantungnya dengan mengalihkan pikirannya dengan rencana lanjutan.
"Rendra, perlahan-lahan secara ekonomi kamu mulai hancur dan kini waktunya menjalankan rencana terakhir." Ratu menyunggingnya senyum liciknya dan mengambil tas serta blazer yang terletak di atas ranjangnya.
****
Pak Satria tidak habis pikir dengan pola pikiran Rendra dalam menghadapi kemelut dan badai yang sedang menghantam perusahaan ini. Rendra terlihat enggan menyelamatkan perusahaannya dan lebih memilih diam. Pak Satria tahu kalau semua ini ada hubungan dengan Ratu yang tiba-tiba muncul dan menjadi sekretaris Rendra, tapi hampir satu bulan ini Pak Satria memilih diam dan menunggu.
Tapi kali ini banyak pertanyaan yang tidak bisa ia bendung lagi dan ia memberanikan diri bertanya langsung.
"Saya tahu tujuan Bapak ke sini," ujar Rendra saat Pak Satria mengetuk pintu kamarnya.
"Apa yang akan Mas lakukan untuk menyelamatkan perusahaan Mas? Perusahaan semakin terombang ambing, bahkan beberapa karyawan mulai mengundurkan diri. Kalau Mas masih diam, bisa-bisa perusahaan warisan orangtua Mas ini akan hancur. Mas lupa bagaimana dulu Bapak membangun ini dengan kerja kerasnya?" tanya Pak Satria langsung. Rendra membuang napasnya lalu membuka laci meja kerjanya.
Ia mengeluarkan sebuah bingkai foto, Rendra membersihkan debu yang menempel disetiap sudut bingkai itu dengan tangannya.
"Kalau boleh saya tahu umur Maudy tahun ini berapa Pak?" tanya Rendra.
"Dua puluh tiga tahun Mas. Berkat pertolongan orangtua Mas, dia bisa mengenyam pendidikan di luar negeri. Tahun ini dia kembali dari Paris, saya sangat bangga melihat putri saya berhasil menggapai cita-citanya dan semua ini atas bantuan Tuan dan Nyonya," balas Pak Satria yang terlihat berbinar-binar saat menceritakan Maudy, putri satu-satunya yang menerima beasiswa dari almarhum ayah Rendra.
"Dua puluh tiga tahun ya. Hmmm, kalau boleh saya tahu apa yang Bapak rasakan saat berpisah selama hampir lima tahun ini?" tanya Rendra lagi.
"Sedih Pak, terkadang saya harus menahan ego untuk tidak mengganggunya. Saya takut dia terganggu dan merusak konsentrasinya, saya rela melakukan apa saja asal bisa melihat dia bahagia. Melihat dia berhasil menggapai cita-citanya dan setelah dia selesai kan kami bisa berkumpul lagi," balas Pak Satria.
Rendra tersenyum mendengar jawaban Pak Satria, "Begitu pun saya Pak, saya rela melakukan apa saja untuk kebahagiaan Ayunda. Ini cara saya membahagiakan dia, sama seperti Bapak membahagiakan anak Bapak meski banyak pihak yang akan tersakiti. Saya rela dan ikhlas kehilangan ini semua."
Rendra kembali menyimpan satu-satunya bingkai foto Ayunda ke dalam laci lalu menatap Pak Satria dengan tatapan sendu, "Harta bisa dicari tapi tidak dengan hati putri saya, selama ini dia hidup tanpa bisa merasakan kasih sayang saya dan saya tidak mau dia juga tidak merasakan kasih sayang ibunya. Saya akan membuat Ratu mencintai Ayunda, mencintai anak kandungnya."
"Ibu Ratu tidak bisa melihat ketulusan Mas, Mas sangat mencintai dia kan?"
"Cinta? Saya tidak punya hak mencintai dia,"
"Tapi Mas masih suaminya," balas Pak Satria lagi.
"Hanya di atas kertas, secara fisik dan hati. Kami hanyalah dua manusia yang tidak akan pernah bisa menyatu. Dulu, sekarang dan di masa depan. Tujuan hidup saya adalah Ayunda. Setelah tujuan saya berhasil, saya akan meninggalkan mereka," Rendra membuang napasnya dalam-dalam.
"Selamanya," sambungnya lagi. Pak Satria kehilangan kata-kata dan berharap masalah yang dihadapi Rendra bisa selesai tanpa harus menyakiti salah satu pihak.
"Saya hanya berharap semuanya selesai dengan baik. Saya selalu berada di pihak Mas." Rendra tersenyum dan mengangguk.
Setelah Pak Satria keluar dari kamarnya, Rendra mengambil ponselnya dan menghubungi seseorang.
"Tolong pastikan semua karyawan itu bekerja sesuai bidangnya dan pastikan mereka tidak tahu kalau perusahaan baru itu pengganti perusahaan saya yang sebentar lagi bangkrut,"
"Baik Pak, kalau boleh saya tahu kenapa Bapak menampung karyawan yang mengundurkan diri? Kenapa Bapak membangun perusahaan baru dan menutupi jati diri Bapak sebagai pemilik perusahaan itu?"
Rendra mematikan ponselnya dan memijit kepalanya yang terasa berat. Rendra sadar tujuan Ratu mendekatinya, dan Rendra sengaja diam agar Ratu tidak tahu rencananya menyelamatkan ribuan karyawan yang terancam dipecat dengan sengaja mendirikan perusahaan baru tanpa sepengetahuan orang lain termasuk Pak Satria.
Drttt drttt
Lamunan Rendra buyar saat melihat nama Ratu di ponselnya, untuk pertama kalinya Ratu menghubunginya dan tanpa menunggu lama, Rendra langsung mengangkatnya.
"Halo,"
"Tolonggggg ... tolongggg aku,"
"Halo ... Ratu. Kamu di mana? Ya Tuhan!"
"Halo ... Haloooo,"
Sambungan telepon terputus, Rendra mencoba menghubungi Ratu dan sialnya ponsel Ratu tidak aktif. Rendra menyambar jaket serta kunci mobil dan bergegas mencari keberadaan Ratu.
Ratu tersenyum dan menyimpan kembali ponselnya, ia mengacak-acak rambut serta sengaja membuat lipsticknya berantakan. Ia juga sengaja duduk di jalan tepat di depan apartemen Rendra sambil menunggu Rendra keluar. Ia sengaja membuat dirinya kacau agar Rendra mengajaknya ke apartemen Rendra.
Ya, Ratu sengaja agar Rendra merasa Ratu membutuhkannya, mulai memaafkannya, menerimanya dan mencintainya. Rencana terakhir yang akan Ratu lakukan untuk membalas sakit hatinya, membuat Rendra bergantung padanya. Mencintainya dan merasa Ratu pun mencintainya dan setelah rencananya berhasil, Ratu akan mencampakkan Rendra. Membuatnya patah hati hingga untuk hidup pun Rendra akan enggan.
****
Cuplikan Bab 11
"Ya Tuhan! Kenapa jadi kacau seperti ini? Kenapa aku malah terjebak dan harus tinggal satu apartemen dengan dia! Siallllll!" gerutu Ratu sambil mondar mandir dan tak lupa ia menggigit kukunya saat rasa panik mulai menyerangnya.
Ratu perlahan-lahan membuka pintu kamarnya dan ia melihat Rendra sedang tertawa tanpa beban bersama Ayunda. Mereka terlihat dekat dan seperti sudah saling mengenal. Tak jarang Ayunda ikut tertawa saat Rendra melemparkan candaan atau melakukan hal yang menurutnya lucu.
"Ini semua gara-gara Mama, kenapa sih mereka tega ninggalin aku dan Ayunda sendirian sedangkan mereka asyik liburan. Satu bulan tinggal di sini? Bersama b******n itu dan anaknya? Sepertinya aku akan mati muda, aku nggak mau tinggal seatap dengan dia! Aku juga nggak mau dia dekat-dekat dengan Ayunda, dan aku juga nggak suka melihat mereka akrab seperti itu! Ayunda harus membenci Rendra! Mereka nggak boleh dekat, mereka nggak boleh bahagia sedangkan aku di sini menahan rasa kesal," gerutu Ratu.
Ratu kembali menutup pintu kamarnya dan tak lupa ia mengunci pintu itu agar Rendra tidak mencoba masuk ke kamarnya dan melakukan hal seperti dulu lagi. Ratu bergelung dalam selimut dan mencoba menutup matanya.
Tok tok tok
Ratu terhenyak dan langsung berdiri, ia mencari alat yang bisa ia gunakan jika Rendra berani masuk ke kamarnya. Ia menemukan kayu kecil, walau ia sadar kayu itu tidak akan menolongnya.
"Kak, makan yuk. Om Rendra udah masak nasi goreng untuk kita," suara imut Ayunda membuat Ratu meletakkan kembali kayu itu dan kembali bergelung di dalam selimut.
"Aku ngantuk," balas Ratu dengan nada jutek.
Tidak ada sahutan atau panggilan lagi dari Ayunda, Ayunda pun menyerah dan kembali menghampiri Rendra yang sudah menunggunya di meja makan.
"Kak Ratu nggak mau makan sama kita," ujarnya dengan kecewa. Rendra yang tidak sanggup melihat kekecewaan di mata Ayunda langsung berdiri dan mengacak rambut Ayunda pelan.
"Om akan ajak kakak kamu makan bareng sama kita, tunggu ya."
Tok tok tok
"Aku ngantuk!" teriak Ratu dengan kesal.
"Ratu, bisa kita bicara sebentar?" suara Rendra membuat Ratu bergegas bangun dari tidurnya, ia merapikan penampilannya.
"Bisa, sebentar." Ratu membuka pintu dan tanpa basa basi Rendra langsung masuk dan menutup pintu kamar.
"Ap ... Apa yang ..." Ratu mundur beberapa langkah. Bayangan itu kembali muncul saat ia berada satu kamar lagi dengan Rendra. Peluh mulai membasahi pipinya.
"Tolong, kali ini jangan kecewakan Ayunda. Aku minta malam ini kita bersikap selayaknya orangtua. Aku mau kita makan bertiga dan memberi kenangan untuk Ayunda kalau dia pernah merasakan makan malam dengan kedua orangtuanya. Jadi, saat ini semua berakhir dia punya kenangan indah tentang aku dan kamu," pinta Rendra.
****