Rendra menghapus peluh yang mulai membasahi keningnya. Mimpi buruk itu datang lagi dan mengganggu tidurnya selama enam tahun ini. Mimpi saat Rendra melihat Ratu bersimbah darah di lantai karena kesalahannya. Tatapan marah dan benci Ratu membuat hati Rendra sakit dan menyesal walau sudah Rendra bayar dengan mendekam di balik dinginnya jeruji besi karena kesalahannya.
"Sudah waktunya Mas kembali beraktifitas. Satu bulan saya rasa sudah cukup untuk melupakan semua masa lalu. Semua orang sudah menunggu kedatangan Mas Rendra di kantor." Pak Satria membuka jendela kamar Rendra, cahaya matahari pagi membuat silau mata Rendra.
Enam tahun di penjara membuat Rendra malas melakukan kegiatan di tempat ramai. Selama ini Rendra lebih banyak menghabiskan waktu senggangnya dengan di workshop untuk menyelesaikan kerajinan tangan yang akan diberikannya saat ulang tahun Ayunda, putri kandung yang belum sempat Rendra temui sejak kelahirannya.
Pak Satria menunjukkan satu stel pakaian kerja yang akan dikenakan Rendra saat pergi ke perusahaan mendiang ayahnya. Rendra tidak pernah berencana bekerja di perusahaan milik ayahnya, hanya saja surat wasiat mengharuskan Rendra menerima semua harta peninggalan ayahnya.
"Secepat ini Pak?" tanya Rendra yang masih malas melakukan kegiatan. Selama hampir satu bulan ini Rendra tidak keluar dari kamarnya.
"Iya, kalau Mas ingin hidup tenang dan damai mungkin sudah waktunya Mas membayar semua kesalahan yang dulu pernah Mas lakukan. Mulailah bergerak untuk mendapatkan maaf dari Mbak Ratu," ujar Pak Satria.
Rendra terdiam mendengar nama Ratu keluar dari mulut Pak Satria. Selama satu bulan ini tidak ada pembahasan tentang masa lalunya. Rendra berpikir masih adakah kata maaf untuk b******n seperti dirinya? Bisakah Ratu memaafkan semua kesalahan yang dulu dibuatnya hanya karena cemburu dan keegoisannya?
"Bisakah pak? Masihkah ada kata maaf untuk b******n seperti saya?" tanya Rendra yang merasa kerdil setelah keluar dari penjara. Kepercayaan dirinya untuk mendapatkan Ratu menguap setelah status narapidana tersemat di belakang namanya.
"Bukannya Tuhan itu maha pemaaf, begitupun Mbak Ratu. Mungkin sulit tapi tidak ada salahnya mencoba. Waktu dan putri kalian yang bisa menjadi jembatan penghubung hubungan yang retak itu," balas Pak Satria.
Rendra mengeluarkan sebuah foto gadis kecil dari dalam dompetnya, sesuai perjanjiannya dengan Raja sebelum pengadilan memvonis enam tahun penjara. Rendra dilarang mendekati Ratu dan Ayunda dan foto itu didapatnya atas bantuan Pak Satria yang merasa iba. Pak Satria rutin mengirimkan kabar tentng kondisi Ratu dan Ayunda termasuk foto yang dipegang Rendra.
"Wajahnya sangat mirip dengan Ratu, bahkan senyumnya sama persis," ujar Rendra sambil tersenyum pilu. Air matanya turun mengingat penderitaan yang dia torehkan di hati Ratu dan menyebabkan Ayunda menjadi korban.
Pak Satria membuang napas beberapa kali, kondisi mental Ratu dan sikap kasarnya ke Ayunda selama ini ditutupi Pak Satria dari Rendra. Pak Satria tidak mau Rendra semakin terpuruk dengan rasa bersalahnya. Rendra pun ikut membuang napasnya dan menilai semua perkataan Pak Satria ada benarnya. Hidupnya akan tetap seperti ini kalau masih berkubung dalam kamar tanpa melakukan tindakan apa-apa.
"Ya sudah, tolong Pak Satria atur pertemuan dengan Pak Raja. Mungkin sudah waktunya saya muncul lagi setelah enam tahun bersembunyi." Rendra kembali bersemangat setelah mendengarkan nasehat pak Satria dan semua ini Rendra lakukan demi Ratu dan Ayunda. Rendra akan berjuang sampai titik darah penghabisan demi mencari kata maaf dari orang-orang yang dulu dia sakiti dan yang menjadi tujuan awalnya adalah kedua mertuanya, Hana dan Raja.
****
Hana menghapus air matanya saat bibir mungil Ayunda menyebut nama Ratu di dalam tidurnya. Hana menghapus peluh yang membasahi tubuh Ayunda dengan kain bersih.
"Masih panas?" tanya Raja yang baru pulang dari kantor. Hana mengangguk dan merapikan selimut milik Ayunda.
"Dia selalu memanggil nama Ratu dan berulang kali aku coba membujuk tetap saja Ratu enggan datang untuk melihat kondisi anaknya. Aku takut seumur hidupnya dia enggan mengakui Ayunda," ujar Hana dengan nada menyesal. Raja membuka lilitan dasi yang mencekik lehernya. Selama ini Raja tidak setuju dengan tindakan Ratu mengacuhkan keberadaan Ayunda dan sekarang emosinya tersulut. Raja tidak akan membiarkan Ratu semakin terpuruk dalam traumanya.
"Aku akan seret dia ke sini," ujar Raja dengan nada tinggi.
"Apa yang akan kamu lakukan?" tanya Hana.
"Menyadarkan Ratu agar dia melupakan traumanya dan mulai menerima Ayunda sebagai anaknya. Dia boleh membenci Rendra tapi jangan Ayunda," balas Raja dengan tegas. Hana menyetujui rencana Raja dan tidak akan melarang Raja memaksa Ratu untuk menerima Ayunda.
Enam tahun sudah cukup bagi Hana dan Raja membiarkan Ratu dalam keterpurukan dan sudah saatnya Ratu kembali menjadi Ratu yang dulu.
Raja lalu keluar dan masuk ke dalam kamar Ratu yang tidak terkunci. Raja melihat Ratu sedang duduk melamun di balkon kamar sambil menatap langit.
"Sampai kapan kamu acuh dengan kondisi anak kamu?" tanya Raja dengan tegas.
"Aku malas membahas itu lagi Pa," jawab Ratu acuh.
"Bangun dan lihat kondisi anak kamu," ajak Raja.
"Nggak," tolak Ratu.
"Ratu!" teriak Raja yang geram dengan sikap keras kepala Ratu.
Ratu berdiri dan melewati Raja untuk berbaring di ranjangnya. Ratu sengaja menarik selimut untuk menutupi seluruh tubuhnya.
"Ya Tuhan." Raja menjambak rambutnya dan semakin geram dengan tingkah Ratu yang seenaknya.
"Kalau Papa tahu sikap kamu akan seperti ini, lebih baik dulu Papa lepaskan Rendra dari penjara agar dia bisa menjinakkan kamu saat keras kepala seperti ini," ancam Raja.
Mendengar nama Rendra membuat Ratu langsung membuka selimutnya. Tubuhnya langsung menggigil ketakutan.
"Tega sekali Papa ungkit b******n itu lagi," ujar Ratu tak habis pikir kenapa Raja masih berani mengungkit nama laki-laki yang menghancurkan hidupnya.
"Lebih tega siapa? Papa atau kamu yang mengacuhkan anak kandungmu sendiri. Ayunda sakit dan dia selalu memanggil nama kamu tapi kamu sedikitpun tidak peduli. Kalau kamu masih seperti ini, lebih baik Papa suruh ayah kandungnya datang dan mengambil Ayunda. Mentalnya bisa terganggu kalau tumbuh di samping kamu," ancam Raja.
Muka Ratu langsung berubah, sebenci apapun dia ke Ayunda tetap saja Ratu tidak ingin Ayunda diambil Rendra meski sampai detik ini mereka masih pasangan suami istri sampai usia Ayunda lima belas tahun.
"Oke ... oke aku akan lihat dia."
Raja tersenyum, ancamannya berhasil dan Ratu akhirnya menyerah. Ratu lalu turun dari ranjangnya dan meninggalkan kamarnya dengan langkah gontai.
"Semua ini gara-gara b******n sialan itu. Terkutuk kau Rendra! Aku membencimu sampai kapanpun," maki Ratu dalam hati.
****
"Ayu bahagia lihat Kakak di sini, makasih ya Kak sudah datang lihat Ayu. Wah kalau tahu Kakak akan datang, mungkin Ayu lebih milih sakit ya," ujar Ayunda saat melihat Ratu berdiri di belakang Hana. d**a Ratu sesak mendengar ucapan anak seusia Ayunda yang terdengar dewasa.
"Sakit nggak sakit lo bisanya nyusahin gue, cepat sembuh dan jangan ganggu gue dengan rengekan lagi," balas Ratu. Ayunda mengangguk dan melahap bubur nasi yang dipersiapkan Hana.
Raja bersyukur usahanya menyenangkan hati Ayunda berhasil walau harus melakukan cara licik seperti tadi.
"Entah apa yang akan terjadi kalau laki-laki itu muncul lagi setelah enam tahun. Ratu harus menerima kalau secara hukum Rendra adalah suami serta ayah anaknya."
****