Tiga hari berlalu di Paris terasa seperti sekejap bagi Celine. Setiap pagi ia terbangun dengan wajah tersenyum, setiap malam ia tertidur dalam pelukan Frans yang kini begitu lembut padanya. Tidak ada lagi jarak seperti dulu, tidak ada lagi diam yang menegangkan atau dingin yang menusuk. Kini, hubungan mereka benar-benar hangat, seperti yang dulu selalu diimpikan Celine sejak pertama kali mereka menikah. Pagi itu, sinar matahari Paris masuk dari celah tirai hotel yang menghadap ke Menara Eiffel. Celine duduk di tepi ranjang, menyisir rambut panjangnya yang sedikit berantakan sambil menatap pantulan wajahnya di cermin. Ia menoleh ke arah Frans yang masih sibuk membaca brosur wisata di meja. “Sayang, hari ini kita ke mana lagi?” tanya Celine sambil tersenyum kecil. Frans menatapnya dan men