Ibu mana yang tidak sakit hati ketika melihat sikap dingin dari anak kandungnya yang telah lama hilang? Hannatara paham dan sudah menduga bahwa Alley akan merespon kehadirannya seperti ini. Pasti Arlen sudah mencuci otak Alley agar bisa membenci dirinya.
"Mengapa anda disini, Maddam?"tanya Alley dengan wajah dingin dan tatapan kosong yang terlihat dari matanya.
" Sayang hanya sedang ada urusan disini, Alley. Kalau kamu?" Hannatara sekedar basa-basi bertanya pada Alley. Padahal dirinya sudah tahu mengapa Alley berada di rumah sakit ini.
Rieffan sedang dirawat dan menjalani pengobatan untuk penyakit Leukimia.
"Ayahku sedang sakit, Maddam."
"Aku turut bersedih mendengarnya, Alley." ucap Hannatara dengan sedih menatap Alley.
"Apa anda yakin sedih mendengar Ayahku sedang sakit?" Alley menatap dingin Hannatara.
Wajah Hannatara terpaku dengan pertanyaan Alley, "Apa maksudnya?"
"Lupakan saja, Maddam. Anggap saya sedang bingung karena memikirkan Ayah saya. Saya permisi dulu, Maddam."
"Tunggu." Hannatara meraih lengan Alley. "Jelaskan, apa maksud pertanyaanmu Alley. Apa yang kamu ketahui tentang aku dari Arlen?"
Alley tahu Hannatara akan mencegahnya pergi dari hadapannya. Alley juga yakin bahwa cepat atau lambat situasi ini akan datang.
"Kau adalah Ibu kandungku." Alley mengucapkan kalimat itu dengan tatapan dingin kembali. "Tapi kamu membuangku karena aku bukanlah keturunan laki-laki."
"Bukan seperti itu. Aku sudah tahu bahwa Arlen akan mengatakan hal buruk tentangku. Aku tahu rencana Arlen untuk membuatmu membenciku." Hannatara berusaha meyakinkan Alley. Dia harus mendapatkan hati anak kandungnya itu.
"Lalu mengapa kamu tidak mencariku? Dengan kekuasaan dan uangmu yang banyak itu, bukankah mencariku adalah hal yang mudah?"
"Tidak, bukan seperti itu. Kau tahu Rieffan adalah mantan anak buahku? Dia tahu bagaimana para anak buahku bekerja untukku. Dia sudah tahu bagaimana cara berpikir mereka untuk menemukan seseorang yang aku cari. Rieffan tahu bagaimana cara menyembunyikanmu dariku. Aku sampai berpikir mungkin Rieffan telah membunuhmu. Namun, ternyata kita hari ini saling bertatap muka. Dia ternyata merawatmu... Aku sangat bersyukur bisa bertemu denganmu lagi."
Alley melihat Hannatara menangis, wanita itu ingin memeluk Alley, namun Alley menghindarinya. Dia masih tidak percaya dengan Hannatara yang menangis di hadapannya.
"Apa kau tidak percaya denganku?" Hannatara kembali menitikkan air mata karena penolakan Alley yang ingin di peluknya.
"Aku tidak percaya dengan apa yang aku dengar. Aku juga tidak percaya dengan siapapun. Aku... Aku... "
Alley bergetar. Dia semakin bingung dengan semua yang ada di hadapannya. Ayahnya yang sangat dirinya sayangi sendang menghadapi kemoterapi. Tapi, ternyata Ayahnya itu bukanlah Ayah kandungnya. Di hadapan Alley ada seorang wanita yang merupakan Ibu Kandungnya... Namun, kata Arlen dia membuangnya karena dirinya tidak terlahir sebagai laki-laki. Lalu, siapa yang harus Alley percaya?
Badannya terasa panas, dia sudah mulai berkeringat. Alley merasa dia terserang demam. Tapi di ujung kuku Alley, dia merasakan dingin yang luar biasa.
"Alley, kamu terlihat tidak sehat." tangan Hannatara mencoba meraih dahi Alley. Dia ingin memastikan Alley tidak demam.
"Jangan sentuh... " lirih Alley yang kembali pada Hannatara.
Bruk.
Tiba-tiba Alley terjatuh.
"Alley! "
.
.
.
.
.
Arlen terus menggenggam tangan Alley. Gadis kesayangannya itu diduga kelelahan dan Arlen tahu apa penyebabnya. Disisi yang lain, ada Hannatara yang terus melihat anaknya tertidur dengan tiang infus di sampingnya.
"Aku tidak tahu, kenapa anda sangat ingin Alley membenci saya. Sebenarnya apa tujuanmu?"
Hannatara memecah keheningan diruangan perawatan itu, Arlen melihat wajah Hannatara yang tampak marah terhadapnya.
"Kau sudah tahu tujuanku yang sebenarnya. Untuk apa anda masih bertanya?" sinis Arlen.
"Kalau anda hanya ingin menguasai dunia bisnis, silahkan saja... Anda tidak perlu mencuci otak Alley. Anda tahu bukan, Alley terpisah oleh saya sejak dia masih bayi? Apa anda kurang cukup membuat Alley semakin menderita?"
Arlen tertawa kecil dan semakin sinis memandang Hannatara.
"Anda bilang, saya yang membuat Alley menderita? Apa anda tidak sadar? Anda yang merupakan Ibu kandungnya yang malah membuat Alley menderita. Perbuatan anda di masa lalu membuat Alley mengalami semua ini. Apa perlu saya sebutkan dosa-dosa anda?"
"Kamu jangan sok tau, Arlen... Kamu tidak tahu kebenarannya."
"Kebenaran apa lagi, saya sudah-"
"SAYA BILANG, KAMU JANGAN SOK TAHU! " Hannatara berteriak memotong ucapan Arlen. Dia tidak perduli jika Alley terbangun karena teriakannya. Hannatara frustasi mendengar ucapan Arlen.
"Kamu hanya baru bocah kemarin, Arlen. Kamu juga hanya baru mendengar kisahnya dari Rieffan saja. Kamu belum pernah mendengar kisah lengkapnya dariku. Kamu tidak tahu kebenaran sesungguhnya."
Hannatara menangis mengingat masa lalunya bersama Rieffan yang dulu pernah dicintainya. Tapi itu dulu dan kisah itu sangat menyakiti hati Hannatara.
"Anda jangan pura-pura menangis..." Arlen mengejek Hannatara.
Padahal air mata itu adalah perasaan jujur Hannatara yang terluka karena masa lalu.
"Aku tidak perduli anda menganggap saya adalah monster pembohong... Tapi saya tidak akan membiarkan Alley terlalu lama bersama dengan anda. Bagaimana pun Alley adalah putri kandung saya. Walau dengan pemaksaan sekalipun, saya akan tetap membawanya pulang." Hannatara semakin marah melihat Arlen yang terus menganggapnya pembohong.
"Jangan bermimpi Hannatara, Alley akan selalu dalam genggaman saya..."
.
.
.
.
.
"Alley sudah siuman?"
Rieffan yang telah selesai kemoterapi tahu kabar anak asuhnya itu sedang dirawat di rumah sakit yang sama. Luciel yang masih setia menemani Rieffan hendak memberitahukan apa yang telah terjadi pada Alley.
"Pergilah ke tempat Alley. Aku khawatir jika dia hanya bersama Arlen dan Hannatara disana. "
"Aku sudah sempat ke sana tadi. Hanya saja, suasana disana tampak memanas." Luciel mengerutkan dahinya nampak bingung dengan pembicaraan yang sempat didengarnya.
"Memangnya kenapa? Apa Hannatara mencoba membawa Alley pergi jauh? Aku yakin kalau Arlen tidak akan mengijinkannya." Rieffan tampak panik.
"Bukan itu, Om. Hanya saja tadi aku sempat melihat Maddam Hannatara menangis. Entah apa yang terjadi, tampaknya mereka sedang membahas hal yang serius... "
"Kenapa kamu tidak menguping pembicaraan mereka! Kamu ini! " Rieffan kesal dengan Luciel yang hanya bisa membuatnya khawatir dengan keadaan Alley.
Luciel mengabaikan Rieffan yang kesal terhadapnya. Pikirannya melayang pada ingatannya tentang pembicaraan yang sempat didengarkannya tadi saat ingin masuk ke kamar perawatan Alley.
"Jangan bermimpi Hannatara, Alley akan selalu dalam genggaman saya..."
Luciel melihat dari celah pintu bahwa Arlen dan Hannatara sedang berdebat. Kedua orang itu tidak tahu bahwa Luciel berada di sekitar mereka.
"Aku sudah mencari informasi tentangmu. Kekasihmu mati karena kecelakaan yang disebabkan oleh anak buahku, kan? Anda tidak seharusnya memperalat Alley untuk membalaskan dendam anda. Dia tidak ada hubungannya." Hannatara mengepalkan tanganya. Dia berusaha menahan emosi terhadap Arlen.
"Ahh... Saya sudah menduga bahwa anda akan mencari tahu masa lalu saya..." Arlen bertepuk tangan di depan Hannatara.
"Dan satu hal yang aku ketahui lagi... Anda bukanlah anak kandung dari keluarga Christofer, kan? Tapi anda adalah anak angkat yang diambil dari panti asuhan. "
Deg.
Arlen menatap tajam pada Hannatara.
"Kenapa Arlen? Apa anda terkejut dengan informasi yang aku dapat?" Hannatara menyeringai melihat Arlen yang terlihat terkejut.
"Aku bukanlah anak angkat." Sinis Arlen.
"Ohh, atau bisa dibilang mungkin kamu anak selingkuhan Herold Kevin Christopher yang ingin digugurkan tapi tidak jadi? Lalu ibu kandung anda akhirnya membuang anda begitu saja di panti asuhan? Ahh... Satu lagi, keluarga Christofer akhirnya sempat bangkrut karena perusahaan Cattaleya dan akhirnya membuat Ayah anda memutuskan untuk bunuh diri?"
"Si b******k ini... " Arlen menggeram mendengar semua ucapan Hannatara.
"Kenapa? Apa anda merasa kesal dengan ucapanku?"
"Cih, memang anda benar-benar pantas disebut Black Queen Cattaleya."
"Hahahaha... Jika anda ingin membunuh lawan, sebaiknya ketahui dulu apa kelemahan lawan anda."