"Kamu tidak pergi?"
Deg.
Alley segera berbalik begitu mendengar suara Luciel dari sudut ruangan.
"Sedang apa kamu disini?"bisik Alley dengan panik.
" Sssttt... "tangan Luciel segera membungkam mulut Alley. "Ayo kita berdua masuk. Jangan buang waktu lagi."
"Ta-tapi... "
"Alley, ini saatnya kita kabur. Tidak akan ada kesempatan kedua." Luciel menarik tangan Alley dan memasuki lorong panjang.
Trak.
Pintu pun tertutup.
.
.
.
.
.
Arlen segera pulang setelah mendapati laporan bahwa Alley kabur dari rumahnya. Dia melihat semua kekacauan yang dibuat Alley sebelum kabur.
"Berani juga gadis kelinci itu..." ucap Arlen dalam kesendiriannya.
Setelah itu, Herjuno mendatangi Arlen dan memberi laporan tentang CCTV yang diinginkan Arlen.
Hasilnya nihil.
"Bagaimana bisa?" tanya Arlen dengan tatapan sinis.
"Pengawas CCTV telah dilumpuhkan oleh seseorang, Tuan. Mereka telah dibunuh."jawab Herjuno sambil menundukan kepalanya.
"Sial. Apa tidak jejak apapun yang ditinggalkan? Siapa yang membantu Alley untuk kabur?"
Herjuno menggeleng, "Tidak ada, Tuan."
"b******k kalian semua! Apa menjaga gadis kecil seperti itu saja tidak bisa? Cari sampai dapat. Cegah gadis kecil itu kembali pulang kerumah Cattaleya! Awasi rumah utama mereka!"perintah Arlen pada seluruh anak buahnya diruangan itu.
Arlen bergegas keluar ruangan, namun dirinya teringat sesuatu.
"Dimana Kika, asisten pribadi Alley?"
Herjuno terdiam.
"Dia menghilang, Tuan. Sepertinya dia turut membantu Nona Alley untuk kabur."
"Sialan!!! Bunuh pengkhianat itu jika ketemu!"
.
.
.
.
.
Tangan mungil Alley masih bergetar, hatinya merasa tidak tenang. Lucien melihatnya dan menggenggam tangan mungil itu.
"Tenanglah, kau sudah aman bersamaku..." ucap Luciel dan mencium kening Alley.
Alley masih tidak percaya dengan perlakuan kasar Arlen padanya. Dia diperkosa dan ditampar seperti seorang w************n. Hatinya sangat terluka dan kini Alley merasa sedih ketika mengenang Arlen yang baik hati dan bersikap manis seperti dulu.
"Aku tidak tahu bahwa Arlen bisa berbuat sekejam itu padaku. Padahal aku mulai percaya bahwa dia adalah tunanganku yang akan selalu melindungiku sebelum aku hilang ingatan dan bahkan sampai aku yang sekarang ini. Dia pembohong..." Alley menitikkan air mata lagi dan kali ini dengan tatapan kosong.
"Jangan menangis Alley! Kau tidak boleh menangis karena manusia seperti itu." Luciel memegang kedua bahu Alley dengan kuat. "Kau tidak pantas bersedih untuk dia."
"Aku hanya... Aku hanya kecewa, El. Aku begitu percaya pada ucapannya tentang keluargaku, kamu... Dia memperalatku. Aku memang hanya senjata balas dendam baginya. Tidak lebih." Alley menatap mata amarah Luciel.
Tanpa mereka sadar, mobil yang membawa mereka berhenti tepat di gerbang rumah utama Cattaleya. Begitu gerbang dibuka, mobil mereka langsung menuju ke depan pintu rumah itu. Jajaran pengawal dan pelayan siap menyambut kedatangan mereka, tentu saja disertai Hannatara dan Werren yang sangat bahagia dengan hadirnya putri mereka yang telah lama hilang.
"Alley... Putri kandungku... Akhirnya kamu pulang kembali ke pelukan kami."ucap Hannatara yang langsung memeluk Alley.
Alley melirik ke arah Werren, pria paruh baya yang masih tampak gagah dan tampan. Ada tatapan hangat di mata Werren melihat Alley.
"Alley, dia adalah ayahmu. Ayah kandungmu."ucap Hannatara yang tahu bahwa Alley melihat kearah Werren.
"Tunggu, aku mau tahu... Kenapa kalian bisa tahu aku dalam bahaya?"
Hannatara tersenyum, "Yang memberitahu kami adalah dia."
Alley melihat ke arah Hannatara menunjuk. "Kika?"
"Ya, Nona. Saya yang memberitahu mereka bahwa Nona diperlakukan kasar oleh Tuan Arlen. Apalagi..." Kika menghentikan kalimatnya, dia paham Alley diperkosa oleh Arlen.
"Aku akan membalas perbuatan Arlen!" Tatapan amarah terpancar di mata Werren.
"Sayang, tenang dulu. Lupakan dulu pembalasan dendam itu, kita sambut Alley dulu. Ini yang terpenting. Dia sudah pulang kepada kita." Hannatara mengusap lembut kepala Alley dan membuat gadis itu menangis terharu.
"Maafkan aku, aku sempat membenci kalian... Aku sudah lebih percaya pada Arlen..."lirih Alley.
Hannatara kembali memeluk Alley, disusul oleh Warren yang memeluk mereka berdua.
" Tapi, maddam... Eh-maksudku, Mom... Aku mohon jangan benci pada Ayahku yah... Maksudku, Ayah Rieffan. Aku tahu dia bersalah telah menculikku saat bayi, tapi dia tetap membesarkanku dengan baik. Apalagi, hanya aku keluarga yang dimilikinya."
Hannatara dan Werren saling berpandangan dalam diam setelah mendengar ucapan Alley untuk tidak membenci Rieffan. Jujur saja, itu adalah hal yang paling mustahil dilakukan oleh Hannatara sebagai seorang ibu yang telah berpisah lama dengan anaknya itu. Hannatara menyingkirkan segala emosi dan amarahnya, melihat kembali sosok Alley yang ada dihadapannya kini, senyuman terukir melihat putri tunggalnya itu.
"Aku sebenernya sangat marah pada Rieffan karena telah memisahkan kita berdua sebagai Ibu dan anak. Tapi, melihat kau masih hidup dan tumbuh menjadi gadis yang cantik dan sehat seperti ini, aku tahu bahwa Rieffan membesarkanmu dengan baik." Hannatara kembali memeluk Alley dengan penuh kehangatan dan kerinduan.
"Lalu, jadi kamu yang namanya Luciel?" Werren sedari tadi memperhatikan pria tinggi yang selalu ada disekitar mereka.
"I-iya, Om. Saya Luciel." jawab Luciel dengan gugup.
Luciel baru kali ini melihat sosok pria dibalik keluarga Cattaleya. Luciel sama sekali tidak menyangka bahwa sosok Werren itu adalah pria yang berwajah kalem dan terlihat sangat ramah.
Werren menyodorkan tangannya untuk berjabat tangan dengan Luciel. "Terima kasih sudah menjaga puteriku..."
"Maaf, Om. Saya merasa telah gagal menjaga Alley." Luciel tidak menyambut tangan Werren.
"Luciel, kami telah menyelamatkan Alley dari kediaman Arlen. Kamu tidak gagal menjaga Alley. Kami yang lalai yang menjaga Alley saat dia masih sangat kecil." ucap Werren yang akhirnya menarik tangan Luciel untuk berjabat tangan dengan dirinya.
"Saya rasa lebih baik kita membahas masakan lain soal Nona Alley, Maddam. " ucap Kika pada Hannatara.
"Apa Arlen sudah bergerak?"
Deg.
Alley paham bahwa akan ada masalah baru yang akan dihadapinya.
.
.
.
.
.
Tubuh Arlen sangat lelah dengan kejadian hari ini. Dia telah membunuh beberapa anak buahnya yang tidak becus menjaga Alley. Herjuno tahu jika Tuannya sangat menginginkan Alley segera kembali ke kediamannya, namun rasa iba pada gadis itu memaksa batinnya untuk bekerja sama dengan Kika untuk kabur dari rumah Arlen.
"Apa kau akan ikut mengkhianatiku juga, Herjuno?"
Mata gelap Arlen menatap Herjuno yang sedang membantu menyingkirkan mayat-mayat dihadapan Arlen.
"Tidak, Tuan. Saya akan selalu setia pada Tuan."jawab Herjuno dengan nada tenang.
"Ah, aku rasa kau mungkin sangat takut denganku sekarang, setelah aku membunuh beberapa pegawai disini." Arlen tertawa dalam kegelapan hatinya.
Herjuno hanya terdiam dan memperhatikan gerak gerik Arlen. Dia sudah menghubungi beberapa Dokter ahli yang biasa mengawasi kesehatan Arlen, namun mereka tidak mau membantu soal masalah Alter Ego Arlen. Itu terlalu menakutkan.
"Aku sepertinya harus membunuh keluarga Cattaleya jika ingin mendapatkan Alley si gadis kelinci itu."
Ucapan Arlen membuat beberapa anak buah Arlen disana semakin terdiam. Melawan keluarga Cattaleya? Itu terlalu beresiko. Apalagi keluarga itu sangat kuat dan hampir tidak ada yang bisa menyentuh mereka.
"Ahh~ Bagaimana bisa aku lupa... Bukankah kita bisa bekerja sama dengan Rieffan untuk mendapatkan Alley? Hey kalian, kenapa sedari tadi aku bicara tidak ada yang menjawabku?" Arlen tahu anak buahnya semua sedang takut dengan dirinya.
"Tuan, bukankah Pak Rieffan sedang menjalani pengobatan? Terlalu beresiko jika dia-"
"Tunggu." Potong Arlen pada ucapan Herjuno. "Aku tidak akan menyuruh dia untuk membunuh keluarga Cattaleya? Aku hanya ingin dia menelpon putri angkatnya itu, aku ingin dia bilang bahwa dia akan dibunuh oleh Arlen jika tidak datang hari ini juga... "
Herjuno semakin khawatir dengan kegilaan Tuannya itu.
Kegilaan untuk membuat keluarga Cattaleya punah dalam dunia ini.