Keterkejutannya belum surut setelah Ayahnya mengatakan apa yang selama ini telah salah diingatnya. Ingatan akan semua kehidupannya adalah kisah bohong. Itu buatan demi melindungi Alley dari Ibu kandungnya sendiri.
Alley yang terpukul dengan kenyataan yang sesungguhnya hanya mengurung diri di kamarnya. Dia terus memikirkan apa yang terjadi dalam hidupnya.
"Siapa aku sebenarnya?" lirih Alley sambil mengusap wajahnya.
"Kamu adalah kamu, jangan terlalu keras berpikir."
Alley melirik Arlen yang ternyata sudah ada didalam kamarnya, dia hanya bisa menghembuskan nafasnya kasar. Saat ini dia benar-benar hanya ingin sendiri, tapi dia tidak mampu mengusir sang Tuan Rumah dari kamarnya, Alley sadar posisinya.
"Aku akan menjagamu dari kekhawatiranmu, jadi sandarkan masalahmu padaku. Aku yang akan menjadi tameng buatmu." Arlen menyelipkan rambut kebelakang telinga Alley. "Jangan berpikir sendirian tentang semua teka-teki dalam otak kecilmu itu." ledek Arlen.
"Otakku gak kecil, ukurannya normal! Bagaimana bisa aku percaya padamu, sedangkan Ayahku saja membohongiku. Aku bingung. Ada apa dengan masa laluku? Lalu siapa Ibu kandungku?"
"Kamu sungguh ingin mengetahuinya?" Arlen menatap manik mata Alley.
"Kamu tahu?"
"Aku tahu semua tentangmu, Alley... Hanya saja, kamu tidak tahu aku ini siapa." segurat senyum sedih ditampilkan Arlen.
"Maaf. Aku belum bisa mengingatmu."
"Tidak apa." Arlen berwajah sendu. "Justru aku sebenarnya..."
Mata Alley mulai menyelidiki raut wajah serius Arlen, pria itu menyadarinya dan hanya tersenyum sambil mengusap lembut kepala Alley. "Hahaha, kamu sudah berpikir aku akan mengatakan hal yang serius?"
"Sial! Aku sedang dalam mood serius, Arlen! Disaat seperti ini kamu malah bercanda." Alley menggembungkan kedua pipinya sambil melipat kedua tangannya didepan dadanya.
Sesungguhnya, Arlen sudah tahu siapa ibu kandung dari wanita yang dicintainya ini. Seorang wanita yang kuat dan ambisius dalam dunia yang sama dengan Arlen. Tidak pernah terpikirkan oleh Arlen bahwa Alley adalah anak wanita penuh dengan kegelapan itu.
"Ada apa?" Alley melihat wajah Arlen yang menggelap dan terdiam seperti sedang memikirkan sesuatu. "Kau ingin menceritakan sesuatu padaku?" tanya Alley yang berharap bahwa Arlen sedang memikirkan kebenaran tentang dirinya.
"Tidak ada, aku sedang berpikir bagaimana caranya bisa memilikimu seutuhnya malam ini. Apa kau siap, Alley?" seringai nakal menghiasi wajah Arlen yang menatapnya dengan tatapan gairah, Alley langsung kikuk melihat senyuman nakal Arlen.
"Ja-jangan macam-macam yah! Pokoknya aku tidak mau menjadi milik siapapun sebelum jelas tentang semua yang ada didalam hidupku."
"Hoo~ Jadi, jika semua sudah terselesaikan... Kamu mau hidup selamanya bersamaku? Menjadi milikku seutuhnya?" Arlen merapatkan tubuhnya pada Alley yang bersiap menghindarinya, tapi gerakannya lebih cepat menghentikan pelarian diri Alley. "Ups, jika kamu sudah bilang speerti itu, jangan harap lagi kamu bisa menghindariku."
"Dasar cowok sinting! Yang diotakmu itu apa hanya berisikan hal m***m saja? Kamu perlu ke psikiater untuk memperbaikinya."
"Hahaha, tidak usah ke psikiater. Bersatu denganmu saja, sudah cukup untuk memperbaiki jiwaku."
.
.
.
.
.
Alley hari ini memilih untuk dirumah saja, menikmati buku baru yang dibelikan oleh Arlen untuknya. Alley memilih untuk istirahat dari menjenguk Ayahnya agar jiwanya tidak semakin terguncang. Alley mulai membuka salah satu segel buku dan dengan tenang membuka halaman pertama dalam kisah itu.
"Kamu tidak akan kemana-mana kan?"
Suara Arlen mengalihkan pandangan mata Alley yang tadi melihat lembaran kisah dalam buku yang dipegangnya. Alley mengernyit bingung dengan kehadiran Arlen dirumah dijam kantor seperti ini. "Kamu pulang cepat?"
"Untuk menemanimu, aku merasa kamu akan kesepian tanpaku."
"Hiih, pede sekali Tuan Arlen."
"Hahaha, bukankah memang seperti itu? Aku pulang cepat karena ingin mengajakmu jalan-jalan. Aku yakin kamu sedang malas memikirkan hal-hal berat dalam hidupmu. Aku ingin kmau rileks sejenak."
Alley tersentuh dengan kepekaan Arlen, pria dewasa itu benar-benar mengenalnya dengan baik. Rasa sedih terselip dalam hati Alley yang belum mengingat kenangan diantara mereka. Seolah tanpa dikontrol oleh otak penuh logika, tubuh Alley memilih untuk mengikuti perasaan dalam hati. Dia memeluk tubuh Arlen dengan erat dan terasa tubuhnya merindukan kedekatan seperti ini.
"Kau memelukku? Ada apa?" Arlen terkejut dengan pelukan Alley yang mendadak dan begitu erat.
"A-aku..." Alley gugup, salah tingkah. Dia segera merenggangkan pelukannya, namun dicegah oleh Arlen. "A-arlen? Hey. Lepaskan dulu, aku tadi hanya-"
Arlen tidak basa-basi lagi, dia segera membungkam bibir Alley yang bergetar dengan bibirnya. Reaksi Alley yang menurut dirinya sangat imut itu, membangkit gairahnya untuk menggoda Alley. "Rasanya sekarang ini aku ingin menerkammu."
"Ihh~, sudah aku bilang lepaskan aku dulu.."
"Aku tidak mau." Arlen mengangkat tubuh Alley dan membawanya kedalam kamarnya. Alley hanya bisa memekik dan memberontak, percuma saja, Arlen tetap akan membawanya ke kamar miliknya.
"Kau perlu hiburan untuk relaksasi, bersatu denganku adalah cara yang ampuh."
"Mesummmm!!!"
.
.
.
.
.
Sekarang Luciel sendirian menjenguk Rieffan. Kebenaran yang sudah diungkap sedikit oleh Rieffan membuat dampak luar biasa untuk saat ini. Alley bahkan libur menjenguk Ayahnya selama 3 hari ini. Luciel mengepalkan kedua tangannya, dia membenci keadaan kalah seperti ini.
"Kenapa anda menceritakan tentang rahasia tergelap Alley? Apa anda benar-benar ingin kehilangan anak kandung anda sendiri, seperti kematian Matthew waktu itu?" Luciel menggeram.
"Ini harus dilakukannya agar Arlen sendiri yang mengatakan tentang siapa ibu kandung Alley yang sesungguhnya dan juga kebusukkan tentang kehidupannya. Kematian Matthew saat itu, murni kecelakaan yang dibuat oleh pesaing bisnis Arlen, itulah yang membuatku sangat ingin mengahancurkannya. Arlen sudah membunuh anak dari wanita yang sangat aku cintai." lirih Rieffan yang membuat mata Luciel menyipit.
"Maksudmu... Alley dan Matthew bukanlah satu ibu?" tanya Luciel dengan penasaran.
"Lebih tepatnya... Alley bukanlah anakku, Luciel. Sewaktu kecil, aku menculiknya dari keluarganya. Aku sangat yakin bahwa kau akan pingsan jika mengetahui siapa keluarga Alley yang sesungguhnya." Rieffan menghela nafas beratnya. "Anak itu, sangat tidak cocok untuk jadi anak keluarga itu. Aku membesarkan Alley-ah tidak- Grace agar menjadikan dia sebagai alat balas dendam untuk keluarga grup Cattaleya, tapi anak itu sangatlah bersikap manis dan penurut, membuat siapun akan mampu menyayanginya. Tiba-tiba saja, keinginan itu hilang dan malah menjadi motivasi untuk membuat perusahaan pesaing mereka, tapi... keberuntungan tidak berpihak padaku dan aku tidak bisa merawat Grace lagi."
Luciel membulatkan mata, "Tunggu, tadi anda bilang grup Cattaleya?"
"Ya." Rieffan menjeda. "Grace adalah anak pemilik grup Cattaleya-Hannatara Cattaleya dan Grievan Werren Cattaleya."
"A-apa?"
"Dulu, aku bekerja disana menjadi pengawal pribadi nona Hannatara. Kamu mau dengar kisahku?"
.
.
.
.
.
Arlen melihat lagi foto keluarga Cattaleya yang sedang tersenyum bahagia, dengan penuh kebencian Arlen membakar foto bahagia itu-saat kelahiran anak pertama Cattaleya.
"Sekarang, kalian akan membayar semua ini... Cattaleya!"