Pembohong
Arlen pembohong.
Pria b******k!
Nyatanya dia sudah punya kekasih-ralat-istri!!! Perempuan itu bahkan sudah mengandung? Arghh! Gila!
Arlen b******k!
Alley sama sekali tidak percaya dengan apa yang baru saja dia dapatkan, informasi tentang Arlen yang ternyata sudah memiliki wanita lain. Kenapa Arlen mengatakan bahwa mereka bertunangan? Kenapa dia melakukan hal itu? Padahal Arlen sebentar lagi akan memiliki seorang anak...
Tanpa sadar, Alley menangis dan menutup mulutnya dengan kedua tangannya. Dia berusaha mati-matian menahan isakannya. "Kenapa aku begitu kecewa?"
"Nona Alley, anda kenapa?"
Herjuno melihat Alley sedang menangis dan terlihat penuh emosi. "Nona, anda kenapa?"
"Surat ini... Arlen menipuku. Tuanmu yang b******k itu telah menipuku. Dia membohongiku. Dia mempermainkanku!" Alley melempar selembar surat yang tadi dibacanya dan Herjuno segera melihat isi surat itu.
"Surat dari... Hah? Tuan Arlen tidak pernah mendapatkan surat seperti ini." ujar Herjuno. "Sayalah yang mengurus segala surat dan dokumen untuk Tuan Arlen, saya selalu memeriksanya terlebih dulu dan surat ini tidak pernah saya lihat."
"Hahahaha, Pak Herjuno, apakah saya terlihat bodoh untuk bisa dibohongi?" Alley tersenyum miris. "Saya tahu anda mencoba untuk membela Arlen agar saya tetap percaya dengan kebohongan yang dibuat olehnya. Saya tidak bisa dijebak lagi, Pak Herjuno."
"Maaf Nona, saya bukan membela Tuan Arlen, tapi mungkin saja ini jebakan. Saya harap anda tidak gegabah dalam mempercayai semua ini. Anda tahu kan, kalau Tuan Arlen punya banyak musuh? Saya yakin, ini adalah jebakan agar anda tidak lagi percaya dengan Tuan Arlen dan pergi dari rumah ini karena merasa dipermainkan."
Alley menyelidik raut wajah Herjuno, mencari tahu apa maksud perkataannya tadi. "Aku tidak paham, jelaskan padaku."
"Nona, anda adalah orang terpenting dalam hidup Tuan Arlen. Tunangan Tuan Arlen yang menghilang, akhirnya berhasil ditemukan oleh Tuan Arlen lagi. Kabar ini sudah menyebar diberbagai kalangan elit, termasuk musuh Tuan Arlen. Mereka tidak bisa menyentuh Tuan Arlen karena penjagaan yang ketat, lalu mereka mengincar anda yang tidak mengingat apapun agar anda berpisah dengan Tuan Arlen dan membuat Tuan menjadi menderita karena kehilangan anda untuk yang kedua kali." Herjuno menjelaskan pada Alley dengan sangat hati-hati.
"Kenapa Arlen banyak dibenci orang? Apakah dia sangat sombong? Atau ada hal lainnya yang memang aku tidak tahu?"
Herjuno tahu jika Alley pasti akan bertanya hal seperti itu. "Lebih baik anda menanyakan hal tersebut pada Tuan Arlen saja, Nona. Saya tidak punya kuasa untuk menjelaskannya pada anda."
"Kenapa begitu?"
"Saya tidak mau kehilangan nyawa saya dengan melanggar peraturan yang sudah Tuan buat."
.
.
.
.
.
Setelah menyelesaikan pertemuan rahasia dengan beberapa petinggi negara, Arlen bersiap untuk kerumah sakit menjenguk calon mertuanya. Arlen harus membicarakan soal Alley pada Rieffan agar Arlen segera menikahi wanita yang dicintainya itu.
Arlen sudah mempersiapkan diri jika Rieffan akan mengusirnya ataupun melempar dirinya dengan tiang infus. Entahlah, intinya, penolakan apapun yang diberikan oleh Rieffan, dia akan tetap memaksa pria tua itu merestui pernikahannya dengan Alley.
Dalam perjalanan menuju rumah sakit, Herjuno memberi kabar bahwa Alley menemukan surat tentang Vania Rosetta. Wajah Arlen langsung mengeras, dia sadar bahwa Alley pasti akan menuntut penjelasan. b******k! Arlen baru tahu, salah satu pelayan dirumahnya ada yang berkhianat padanya.
Singkirkan dulu soal itu, Arlen harus menyelesaikan dulu apa yang menjadi prioritasnya. Menemui Rieffan. Sesampainya di lobby rumah sakit, Arlen masih melihat pengawalan dari orang-orang suruhan Luciel. Mata Arlen menatap mereka dengan penuh amarah. "Mau apa lagi kalian masih disini? Luciel tidak berhak menjaga calon mertuaku disini."
"..." Para Bodyguard itu hanya terdiam.
Arlen juga tidak mungkin membuat keributan dirumah sakit. Dia hanya ingin masuk kedalam ruangan dan membiarkan semuanya terjadi.
Mata Rieffan menatap Arlen dengan wajah pucat. Iya, seseorang yang sudah membuat mimpi buruk dalam kehidupannya. Arlen Douglas Christofer.
"Ka-kamu? Bagaimana bisa kamu..."
Arlen tersenyum penuh kesombongan. "Seberapa jauh pun kamu melarikan Grace dariku, takdir selalu mempersatukan kami. Apa kau tidak tahu siapa yang membiayai pengobatanmu?"
Arlen menjeda sejenak dan melihat ketegangan diwajah Rieffan.
"Sepertinya kau sudah tahu jawabannya, Tuan Rieffan."
.
.
.
.
.
Luciel mengunjungi rumah sakit dan tahu bahwa Arlen ada didalam ruangan VVIP menjenguk Ayahnya Alley. Tidak berselang lama, sosok Alley juga hadir dengan wajah kusut. Luciel tersenyum senang, rencananya tampak berhasil.
"Alley, are you okay?" tanya Luciel mengusap pipi halus Alley yang basah karena jejak air mata.
"Aku bingung, Luciel. Yang mana kenyataan sesungguhnya? Yang mana yang bisa aku percaya?"
"Percaya soal apa?" Luciel menatap mata yang memerah didepannya. "Apa kamu dibohongi oleh Arlen?"
"Aku juga tidak mengerti, Luciel. Bahkan aku juga tidak tahu masa laluku. Apakah aku ini benar-benar tunangan Arlen atau apa?" Alley menjambak rambutnya frustasi. "Aku takut."
"Alley, aku sudah bilang kan? Kamu tidak bertunangan dengan Arlen. Yang dulu menjadi tunanganmu adalah aku. Kamu mau bukti?" Luciel mendekatkan wajahnya didepan Alley. "Aku bisa membuktikannya."
"Apa buktinya?"
"Lihat cincin yang aku jadikan kalung ini? Ini bukti tanda tunangan kita."
Alley menatap 2 cincing yang tergantung di leher Luciel. Cincin? Jika itu hanya bukti satu-satunya, Alley tetap tidak percaya. "Bisa saja kamu membelinya dan menjadikan itu alat bukti saat ini."
"Permainan yang bagus, Luciel. Aku sudah menduga bahwa kamulah yang ingin membuat Alley membenciku."
Suara Arlen membuat raut wajah Luciel menjadi dengki. "Kamu yang memulai permainan ini, Arlen. Kamu yang menjebak Alley masuk dalam kehidupanmu lagi."
"Aku tidak menjebaknya, takdir yang mempertemukan kami lagi. Sadarilah bahwa kamu tidak akan pernah bisa memiliki Alley sampai kapanpun." Arlen langsung merengkuh pinggang Alley dan memeluknya.
"Lepaskan aku, aku tidak mau terlibat dengan kalian berdua."
"Diamlah, Ayahmu dan aku sudah membicarakan tentang pernikahan kita." ucap Arlen mencium kening Alley.
"Apa? Ayah Alley tidak mungkin setuju dengan pernikahan ini. Apalagi di masa lalu-"
"Tanyakan saja pada calon mertuaku didalam. Dia akan menjelaskannya secara rinci." Arlen tersenyum penuh kemenangan.
"Aku mau menemui Papaku." Alley bergegas masuk kedalam ruangan perawatan Ayahnya.
"Alley, kamu datang menjenguk Papa? Syukurlah... Papa merindukanmu." Alley segera memeluk Ayahnya dengan erat.
"Papa tidak marah pada Alley?" tanya Alley merasa bersalah dengan Ayahnya karena pertunangan kontrak itu.
"Papa tidak marah, kamu tidak salah apapun." ucap Rieffan dengan wajah sedih. "Maafkan Papa yang menyusahkan kamu."
"Tidak Pa, aku tidak disusahkan oleh Papa. Hanya Papa yang Alley punya. Alley ingin Papa tetap hidup."
"Papa merestui kamu dan Arlen. Papa tidak bisa menghalangi kalian untuk bersatu. Papa salah sejak dulu." lirih Rieffan menatap mata Alley.
"Tunggu, maksud Papa apa? Sejak dulu?"
"Iya, apa kamu belum diceritakan oleh Arlen?"
"Aku adalah Grace? Dia bercerita tapi aku tidak percaya, Pa."
"Kamu adalah Grace. Bukan Alley, tapi nama Alley sebenarnya adalah..."
Deg.
Apa?
.
.
.
.
.
"Nyonya, foto ini mau diletakkan dimana?" seorang Pelayan membawakan foto seorang anak perempuan yang sedang memeluk boneka beruang.
"Letakkan disebelah sana. Aku ingin melihat wajah putriku yang hilang saat aku bekerja disini."
"Baik, Nyonya."
Seorang wanita berumur 48 tahun memandang foto putrinya yang sudah 20 tahun tidak pernah ditemuinya lagi. Air matanya jatuh lagi mengingat kejadian miris itu.
Rieffan sialan. Aku akan mencarimu hingga ke neraka sekalipun.