Aji “Lia, ini keburu dingin sarapannya. Cepetan bangun!” Aku kembali menghela napas ketika Lia hanya menggeliat di bawah selimut. Aku tahu, dia sudah bangun sejak aku turun mengambil sarapan, tapi tampaknya Lia terlalu malas untuk sekedar membuka matanya. “Kalau nggak mau sarapan, nanti sore batal ke jembatan yang kemarin kamu maksud.” Begitu mendengar ancamanku, seketika mata Lia terbuka, tetapi hanya sejenak sebelum akhirnya kembali menutup. “Aku masuk angin...” Aku langsung tersenyum ketika mendengar Lia lagi-lagi mengeluh masuk angin. Sejak kami bangun tadi pagi untuk mandi bersama, dia sudah mengeluh masuk angin. Dia terus saja menyelahkanku karena kami terlalu lama melakukan opening di teras. Sebentar, sebelumnya kalian pah