Mereka semua duduk berhadapan, saling berbincang seru, sesekali menyesap minuman yang tengah di hidangkan. Andre sangat bingung dengan situasi sekarang, padahal ayahnya bilang kalau mereka akan membicarakan pernikahan, hanya ada pria tua di hadapannya, yang tidak lain adalah calon mertuanya tapi di mana wanitanya?
"Papa bilang akan membicarakan pernikahan, lalu di mana wanitanya?" tanya Andre pada sang ayah.
"Maaf Nak Andre, anak saya ada kelas mendadak jadi tidak bisa datang ke pertemuan ini," jawab Retno di hadapannya.
"Kenapa tiba-tiba kau penasaran?" tanya Adit pada anaknya.
"Aku hanya penasaran saja," sahut Andre sembari menyesap kopinya.
"Namanya Alena, dia sangat cantik dan penurut, dia juga sangat pintar bahkan dia menyelesaikan S1 nya dalam jangka waktu hanya dua tahun, umurnya 22 tahun," jelas Adit pada Andre.
"Uhuk uhuk ..." Andre tersedak mendengar kalimat terakhir.
"22 tahun?" Andre menatap sang ayah tidak percaya, mungkin saja dia yang salah dengar.
"Ya, benar! Usianya baru 22 tahun!" tegas tuan Adit.
Andre melotot mendengar penegasan ayahnya, bagaimana tidak? Dia berpikir ayahnya akan menjodohkan dia dengan janda atau dengan yang seumuran dengannya. Tapi ayahnya malah menjodohkannya dengan gadis yang bahkan usianya jauh di bawahnya, apakah dia akan menikah dengan anak kecil?
Tanggal pernikahan mereka telah di tetapkan, dan Andre di buat terkejut lagi karena ayahnya menetapkan dua Minggu dari sekarang, benar-benar sangat buru-buru, bahkan dia sama sekali belum bertemu seperti apa wanita yang akan dia nikahi.
"Pa, apa tidak terlalu buru-buru? aku bahkan belum bertemu dengannya, dan anak-anakku juga belum mengenalnya," Andre sangat keberatan dengan keputusan ayahnya.
"Lebih cepat lebih baik, soal anak-anakmu besok, kan hari libur. Kau bisa mengajak Alena main ke rumahmu sekalian kau bertemu dengannya, besok kau jemput Alena di rumah Papa." Tuan Adit sudah sangat hapal dengan sikap putranya yang selalu berkelit.
"Ya, baiklah." Andre sudah tidak bisa berkelit lagi karena ayahnya sangat pintar menanganinya.
'Nama Alena sepertinya tidak asing, tapi bisa-bisanya aku dinikahkan dengan anak kecil,' dengus Andre di dalam hati
***
"Sayang..."
"Hm ..."
"Apa kau tahu usia wanita yang akan dijodohkan denganku?" tanya Andre pada Sintia yang tengah bersandar di d*d*nya.
"Berapa?" tanya Sintia balik.
"22 tahun," jawab Andre menatap Sintia datar.
"Apa?!" Sintia menatap Andre tidak percaya "Ah, aku kesal, wanita itu jauh lebih muda dariku pasti kau tertarik padanya!" Sintia mendengus kesal dengan wajah yang tidak bersahabat.
"Mana mungkin aku tertarik dengan anak kecil, usiaku saja beda 10 tahun dengan dia, yang cocok jadi pasanganku hanya dirimu," ucap Andre mengelus lembut surai Sintia.
"Seperti apa tampangnya?" tanya Sintia penasaran.
"Aku belum bertemu dengannya, hanya bertemu dengan ayahnya saja, ternyata ayahnya teman lama ayahku." Andre mulai memainkan jarinya mengelus paha Sintia.
"Aneh sekali, tidak sopan. Dia tidak datang padahal ayahmu sudah menyusun pertemuan itu, dia pikir dia siapa?" ketus Sintia.
"Tidak penting juga dia datang atau tidak, dia tidak akan bisa mengalahkanmu." Andre memposisikan dirinya di atas dan menindih Sintia, bersiap-siaplah untung menyerang.
"Iya tidak ada yang bisa mengalahkanku dalam hal memuaskanmu," goda Sintia menangkup pipi Andre dengan kedua tangannya, sedetik kemudian Sintia melahap habis bibir Andre.
Mereka melakukan hal itu lagi, dengan desahan dan erangan saling bersahutan, melepas nikmat yang terbendung sampai keduanya mencapai batas kepuasan mereka.
"Hati-hati pulangnya," ucap Sintia pada sang kekasih yang tidak lain adalah Andre. Andre melumat kecil bibir Sintia setelahnya dia memasuki mobil dan melambaikan tangan dari jendela mobil, segera Sintia balas lambaian itu.
Hari ini sangat melelahkan bagi Andre, sedari pagi dia sudah di sibukkan dengan berbagai macam hal, dari mulai bekerja, membicarakan pernikahannya, sampai menyenangkan sang kekasih.
Di perjalanan pulang tidak lupa dia membelikan ayam goreng yang di minta Hana anak perempuannya tadi pagi, biarpun Andre terlihat seperti b******n yang suka bermain wanita tapi dia lumayan sayang dengan anak-anaknya walaupun terkadang dia sering mengabaikannya karena fokusnya terbagi dengan Sintia.
"Hana, Fadil, ayah pulang," panggil Andre sambil membuka pintu utama kediamannya.
"Ayah!" teriak kedua anaknya berlarian memeluk Andre.
"Ini ayam gorengnya, kalian makan dulu ya, Ayah mau mandi," Andre memberi bungkusan ayamnya ke Hana dan di sambut ceria oleh Hana, Andre langsung menuju kamarnya tanpa mau melihat dan menemani kedua anaknya makan.
Andre termenung sambil menikmati air shower yang membasahi dirinya, dia mulai kalut dalam pikirannya, tiba-tiba dia memikirkan perjodohan yang dia terima. Terasa tidak adil baginya, padahal ayahnya bilang kalau Sintia tidak bisa menjadi ibu yang baik bagi anak-anaknya tapi ayahnya malah menjodohkan dia dengan gadis muda, apa gadis itu bisa menjadi ibu yang baik bagi anak-anaknya?
Merasa aneh pada diri sendiri kenapa Andre terlalu ambil pusing masalah itu, toh bukannya bagus dia akan mendapat pengasuh gratis tanpa bayaran, jika terjadi sesuatu atau jika gadis itu tidak becus mengurus anaknya, dia bisa dengan mudah menyalahkannya.
Segera dia menyelesaikan mandinya tidak mau berlama-lama memikirkan hal yang seharusnya tidak perlu dia pikirkan. Andre mengenakan pakaiannya dan berniat keluar kamar membuat kopi untuk menemaninya melanjutkan pekerjaan yang dia bawa pulang ke rumah.
Baru membuka pintu selangkah, Andre melihat Hana di depan kamarnya, sepertinya Hana sudah menunggunya keluar sedari tadi. Andre berjalan mendekati Hana, kemudian mengernyitkan dahinya seakan bertanya sedang apa dia di sini.
"Apa Ayah sudah bertemu dengan calon bunda kami?" tanya Hana agak takut.
"Belum, kenapa?" tanya Andre balik pada putrinya, kemudian berjongkok menyamakan tingginya seperti Hana .
"Apa dia baik? atau jahat?" tanya Hana lagi.
"Ayah tidak tahu, Besok Ayah akan membawanya ke sini dan mengenalkannya kalian," Andre mengelus pucuk kepala Hana.
"Ayah, Hana takut kalau ternyata bunda kami nanti jahat seperti Tante Sintia." Mata Hana mulai berkaca-kaca.
"Kan ada ayah, kita lihat saja nanti ya." Andre menepuk-nepuk punggung Hana agar dia tidak jadi menangis. Jujur Andre heran bagaimana anak-anaknya sangat takut dengan Sintia padahal bagi dirinya Sintia adalah wanita yang baik dan cantik.
"Tidurlah sudah malam," perintah Andre pada putrinya dan di balas anggukan kecil dari Hana.
Setelah membuat kopi Andre kembali ke kamarnya, dia berkali-kali menghembuskan napas kasar. Dia berpikir sungguh hidupnya sangat tragis Karena ayahnya selalu mengaturnya, dia berharap istrinya nanti tidak becus mengurus anaknya sehingga dia punya alasan untuk lepas dari wanita pilihan ayahnya.
Agak jahat dia berharap anak-anaknya tidak terurus dengan baik, harusnya orang tua berharap anaknya dapat dijaga dengan baik, tapi apa boleh buat hanya itu satu-satunya yang bisa dia harapkan agar terlepas dari jerat perintah sang ayah.