Bab 12. Pahit Manis

1086 Kata
Sekitar jam 04.00 subuh Alena sudah harus bangun dan di sibukkan dengan pekerjaan di dapur, hal ini dia lakukan bukan tanpa alasan. Dia harus tetap memenuhi kebutuhan keluarga, berperan sebagai ibu dan istri yang baik selama pernikahannya dengan Andre, dia bangun sepagi itu karena harus menyiapkan makanan untuk sarapan Andre dan kedua anaknya tanpa harus bertemu dan makan bersama, karena Alena masih malas jika harus mempunyai masalah dengan Andre. Ditatanya makanan di atas meja dengan rapih, tidak lupa dia juga menyediakan kopi untuk Andre, Alena melirik ke arah jam yang menunjukkan sudah pukul 6 pagi, segera dia membereskan sisanya dan kembali ke kamar dengan cepat. Di sisi lain Andre juga sudah bangun dan sudah menyelesaikan mandinya, dia keluar dari kamar berniat ke dapur membuat kopi yang biasanya dia minum setiap pagi, tapi betapa bingungnya dia melirik ke arah meja makan yang sudah tertata rapih dengan makanan dan juga kopi di sana. "Pasti Alena yang menyiapkannya, tapi kenapa dia tidak ada di sana untuk makan bersama?" gumam Andre kecil. Andre berbalik menuju arah kamar Alena dan mengetuk pintunya "Kau tidak keluar?" tanya Andre dari balik pintu. "Tidak," jawab Alena singkat. "Kenapa? Ayo makan bersama anak-anak," ajak Andre. "Aku sudah makan." Kedua kalinya Alena hanya menjawab Andre dengan singkat. "Kenapa kau tidak mau keluar?" tanya Andre lagi, Andre masih tidak mengerti kenapa Alena melakukan ini. "Aku akan keluar jika kau sudah pergi." Perkataan dari Alena membuat Andre sedikit geram dan menghela napas kasar. "Terserah kau saja," ketus Andre berjalan meninggalkan pintu kamar Alena. Andre merasa kesal dengan penolakan yang Alena berikan, padahal dirinya sudah berbaik hati mengajak Alena untuk makan bersamanya tapi dengan sombongnya Alena menolak ajakan tersebut, sedangkan Alena tampak cukup merasa lega karena bisa melewati waktunya tanpa harus bertemu dengan Andre, dia harus menunggu Andre benar-benar pergi berangkat kerja baru dia bisa keluar untuk menghindari dan mengurangi waktunya bersama Andre. Andre menyuruh kedua anaknya keluar dari kamar untuk sarapan, sedangkan dia sudah duduk di meja makan dan mulai menyesap kopinya, rasa kopi itu tidaklah manis tapi tidak juga pahit, pas sekali untuk selera Andre. "Lumayan," gumam Andre. "Ayah, Bunda Lena mana?" tanya Hana dari belakang yang menuju ke arah Andre. "Bunda ... Bunda lelah, jangan ganggu Bunda ya, biarkan dia beristirahat." Andre tampak kebingungan memberi alasan ke putrinya, untung saja Hana percaya dengan ucapan bohong dari ayahnya. "Padahal Fadil mau disuapi Bunda." Fadil menampilkan wajah cemberutnya. "Fadil sudah besar harus makan sendiri, jangan buat Bunda lelah, nanti Bunda tidak mau tinggal di sini lagi," ucap Andre agar anaknya berhenti menanyakan tentang Alena dan mengandalkan wanita itu sebagai ibu mereka. "Iya Ayah," sahut Fadil yang masih dengan wajah merengutnya. "Makanlah, habis itu mandi dan bersiap, Ayah akan antar ke sekolah." Andre mulai menyuap makanan ke mulutnya di susul dengan anak-anaknya. Mereka makan dalam diam dan tenang tanpa mengobrol apapun lagi, tanpa celoteh layaknya anak kecil pada umumnya mereka hanya menuruti perkataan ayahnya, itu adalah hal yang biasa di kediaman Andre, sampai mereka mulai sangat terbiasa dengan keheningan di rumah ini. *** "Aku dengar kau sedang mencari pekerjaan?" tanya Arga dan di jawab anggukan dari Alena. "Sepertinya masih ada lowongan di perusahaan Ayahku, aku akan minta Ayahku membantumu," ucap Arga segera meraih ponselnya untuk menghubungi ayahnya. "Tidak Arga jangan lakukan itu ..." lirih Alena. "Kenapa?" tanya Arga yang seakan tidak mengerti situasinya. "Aku tidak enak, aku tidak bisa membalasmu," jawab Alena. "Jika kau berpikir aku melakukan ini hanya untuk memberimu hutang budi agar kau membalas perasaanku itu salah, aku menolongmu dengan tulus tanpa mengharapkan apapun, jadi biarkan aku menolongmu. Setidaknya menolong sebagai temanmu." Arga menatap Alena dengan serius. "Arga apa kau tahu? Kau terlalu baik untuk ukuran pria yang di tolak, kau masih bisa bersikap baik padahal aku sudah menolakmu, jika saja aku tidak menikah mungkin aku sudah bisa jatuh hati kepadamu," ujar Alena. "Ck, apa ini? Kau baru saja menggodaku? Katakan itu nanti ketika aku sudah sukses dan siap menikahimu." Arga mengedipkan sebelah matanya. "Aku tidak menggodamu, kau yang baru saja menggodaku!" seru Alena memukul lengan Arga dan hanya di balas cengengesan tanpa dosa dari Arga. "Akan aku kabari nanti, aku pergi dulu ya." Arga hendak berniat pergi namun lengan bajunya di tarik Alena sehingga dia berhenti untuk menatap Alena. "Arga ... terima kasih," ucap Alena dengan senyum penuh makna, kelegaan terpancar dari wajah cantik Alena, dia merasa satu persatu bebannya mulai terangkat. "Tidak usah sungkan, jika perlu bantuan datang kepadaku, aku akan dengan senang hati membantumu. Sudah ya, aku pergi dulu, temanku bisa mengamuk kalau aku terlalu lama datang." Arga pergi melangkahkan kakinya menjauhi Alena yang masih berdiri di sana, menatap sampai Arga benar-benar hilang dari pandangannya. "Wah, wah, apa ini? Aku melihat wanita yang sudah menikah sedang berusaha menggoda pria lain," ucap salah satu dari tiga gadis yang menuju ke arah Alena. "Apalagi dia menikah dengan om-om, apa dia tidak punya harga diri? "Kau menjual dirimu ke pria yang umurnya jauh darimu? Pasti karena perusahaan ayahmu mau bangkrut, 'kan? Menyedihkan sekali kau Alena," olok gadis yang di sebelah kiri. "Sekarang kau bukan lagi tuan putri Alena, kau tidak lagi menjadi wanita sempurna yang selalu di agungkan semua pria, jadi berhenti bersikap seperti semua pria menyukaimu, kau pikir semua pria menyukaimu?" Gadis yang berada di tengah maju mendekati Alena. "Aku tidak—" Belum sempat Alena menyelesaikan kalimatnya. "Kau lupa? Bahwa kehidupan tidak selalu berada di atas, tapi kau tidak mau menerima itu, kan. Jadinya kau menggoda pria yang jauh lebih tua agar kehidupanmu dibiayai dan tampak selalu di atas" "Katanya kau menikah dengan duda ya? Dasar tidak punya harga diri, atau kau sudah merayunya menggunakan tubuhmu?" "Oh, atau jangan-jangan kau sudah menjajakan tubuhmu ke banyak pria? Termasuk tadi kau menawarkan dirimu ke Arga dan menggodanya" "Bisakah kalian berhenti ..." Mata Alena mulai berkaca-kaca mendengar olokan dari mereka yang saling bersahutan. "Aku merasa tidak mempunyai salah kepada kalian, tapi kenapa kalian memperlakukan aku seperti ini?" Alena berusaha keras menahan air matanya. "Sungguh, apa kau tidak tahu salahmu? Kau selalu bersikap sok cantik, kau selalu berpikir semua pria menyukaimu dan dengan mudahnya kau mendekati mereka, seperti yang kau lakukan pada Lisa, Lisa sangat menyukai Arga dan kau dengan sengaja mendekati Arga, padahal kau sudah menikah j*l*ng!" "Aku tidak ada hubungan apapun dengan Arga, bahkan aku tidak tahu kalau Lisa menyukai Arga, jadi tidak ada alasan untuk memperlakukanku seperti ini." Suara Alena yang tercekat nyaris saja tidak keluar untuk membela dirinya. Gadis bernama Lisa itu menatap tajam ke arah Alena yang pertahanannya hampir pecah, ada raut kebencian yang terpancar dari wajahnya, rahangnya mengeras, tangannya mengepal kuat, dan ...
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN